KOMPAS.com - Sejak kecil, banyak anak laki-laki yang diajarkan untuk menjadi pria yang tangguh dan kuat. Mereka kemudian memandang aktivitas “rumahan” seperti memasak dan menyapu hanya patut dilakukan perempuan.
Anggapan yang lalu kepleset menjadi perilaku menonjolkan kekerasan ini merupakan contoh dari toxic masculinity. Apa arti istilah tersebut?
Toxic masculinity dapat didefinisikan sebagai perilaku sempit terkait peran gender dan sifat laki-laki. Dalam toxic masculinity, definisi maskulinitas yang lekat sebagai sifat pria identik dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan tidak boleh menunjukkan emosi.
Definisi senada dipaparkan dalam sebuah studi yang dimuat dalam Journal of Psychology.
Studi ini mengartikan toxic masculinity sebagai kumpulan sifat maskulin dalam konstruksi sosial yang difungsikan untuk mendorong dominasi, kekerasan, homofobia, dan perendahan terhadap perempuan.
Dari definisi di atas, pengertian toxic masculinity memang sesuai dengan makna harafiahnya, yakni maskulinitas beracun.
Artinya, orang yang menunjukkan perilaku itu memiliki kecenderungan untuk melebih-lebihkan standar maskulin pada laki-laki.
Dari definisi di atas pula, maskulinitas yang berlebihan dapat ditunjukkan dengan agresivitas terhadap orang lain, mengagungkan kekerasan, merendahkan perempuan dan orang non-heteroseksual, serta “larangan” untuk memperlihatkan kesedihan.
Contoh sifat dan perilaku toxic masculinity
Untuk memudahkan kita memahami perilaku ini, berikut beberapa contoh perwujudan toxic masculinity yang kerap dilakukan maupun disematkan pada laki-laki:
Mengapa toxic masculinity berbahaya?
Toxic masculinity dapat berbahaya karena membatasi definisi sifat seorang pria dan mengekang pertumbuhannya dalam bermasyarakat.
Pembatasan definisi tersebut dapat menimbulkan konflik dalam dirinya dan lingkungan pria tersebut.
Toxic masculinity juga memberikan beban pada laki-laki yang dianggap tidak memenuhi standar maskulinitas beracun di atas.
Apabila seorang pria dibesarkan melalui pandangan sempit toxic masculinity, ia akan merasa bahwa ia hanya bisa diterima masyarakat dan lingkungannya jika menunjukkan perilaku beracun tersebut.
Dari contoh atas, misalnya, beberapa pria diajarkan untuk tidak menunjukkan kesedihan atau tangisan. Menunjukkan rasa sedih dan menangis dianggap sebagai karakteristik feminin dan hanya boleh dilakukan oleh perempuan.
Ajaran tersebut tentu berbahaya bagi kesehatan mental (dan fisik) kaum laki-laki – bahwa menahan emosi menimbulkan kerentanan untuk mengalami depresi.
Gawatnya, mencari pertolongan ahli kejiwaan juga dianggap karakteristik feminin – sehingga laki-laki dilaporkan lebih jarang untuk menemui psikolog atau psikiater.
Bahaya toxic masculinity bagi perempuan dan masyarakat
Toxic masculinity tidak hanya berbahaya bagi kaum pria. Masyarakat, terutama kaum wanita, juga menjadi korban perilaku maskulinitas yang beracun di atas.
Misalnya, beberapa pria menganggap dirinya superior dan lebih baik dibandingkan perempuan. Sebagian pria juga “diajarkan” untuk melakukan pelecehan dan kekerasan seksual.
Anggapan-anggapan di atas tak dipungkiri memicu kekerasan dalam rumah tangga hingga pelecehan seksual dan pemerkosaan.
Dikutip dari lembaga non-profit Do Something, 85% dari korban kekerasan dalam rumah tangga adalah perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga juga menjadi penyebab utama cedera pada wanita.
Perilaku toxic masculinity di atas yang tidak terkendali juga dapat menimbulkan efek berikut ini:
Mencegah perilaku toxic masculinity pada anak
Salah satu cara untuk menghentikan siklus toxic masculinity adalah mengajarkan anak sejak dini, terutama anak laki-laki.
Berikut ini beberapa tips yang bisa kita coba di rumah untuk diajarkan pada Si Kecil:
https://lifestyle.kompas.com/read/2020/10/19/174108720/toxic-masculinity-dan-dampaknya-bagi-kesehatan-mental-laki-laki
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan