Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Candu Makanan Manis Sulit Dihentikan

KOMPAS.com - Mengonsumsi makanan manis secara berlebihan adalah ancaman bagi kesehatan. Tapi, tak dapat dipungkiri gula tetap dibutuhkan dalam menjalankan fungsi otak.

Ketika kadar glukosa dalam darah rendah, khususnya bagi penderita hipoglikemia, maka hal itu dapat memicu timbulnya gangguan pada otak.

Misalnya muncul kabut otak ( brain fog), membuat kita sering lupa dan tidak memiliki energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari sehingga gampang mengantuk.

"Saat gula menyentuh lidah kita, ia mengaktifkan indera perasa tertentu yang mengirimkan sinyal ke otak, termasuk korteks serebral."

Begitulah penuturan Nicole Avena, Ph.D., asisten profesor ilmu saraf di Mount Sinai School of Medicine, yang menulis buku tentang kecanduan gula.

Kemudian, sinyal tersebut mengaktifkan sistem di dalam otak dan melepaskan zat kimia dopamin, yang membuat kita merasa nyaman.

"Sering kali, ketika kita makan sesuatu yang baru dan enak, dopamin dilepaskan saat kita pertama kali mencicipinya," jelasnya.

Meski begitu, menurut dia, tidak semua makanan dapat melepaskan dopamin. Hanya makanan mengandung gula saja yang bisa.

Ini lebih seperti apa yang terjadi dengan mengonsumsi narkoba.  Alhasil, efek dari pelepasan dopamin ini membuat kita kecanduan. Itulah sebabnya, orang-orang sangat menyukai makanan manis.

Saat ini, makanan manis sangat mudah didapatkan. Bahkan, makanan seperti saus tomat, saus salad, hingga saus cocolan semuanya mengandung gula.

Ironisnya, setiap kali mengonsumsi makanan manis, kita akan berulang kali mengaktifkan sistem di dalam otak dan dopamin dilepaskan. Begitu terus sampai kita menginginkan gula lebih banyak lagi agar rasa nyaman itu tetap ada.

Dalam sebuah penelitian pada tikus terungkap, bahwa tikus yang diberikan makanan tinggi gula akan melepaskan zat kimia otak. Sehingga mereka kurang mampu berhenti mengonsumsi makanan tersebut.

Selain itu, tikus yang terlalu banyak mengonsumsi makanan manis menunjukkan fungsi otak tertentu di area prefrontal dan hipokampus (area penting untuk pembentukan dan retensi memori) terganggu.

Penelitian pada tikus lain juga memperlihatkan, konsumsi makanan tinggi gula dapat meningkatkan peradangan di area otak yang memengaruhi memori jangka pendek.

Otak dan usus

Kita mungkin tidak menyadari, ada hubungan yang kuat antara usus dan otak kita saat sedang mengonsumsi makanan manis.

"Ketika makanan manis yang dikonsumsi mengenai usus, itu mengaktifkan reseptor gula yang memberi sinyal pada otak untuk melepaskan insulin saat makan gula yang berlebihan," terang Avena.

Kelebihan gula mendorong pankreas untuk memproduksi insulin ekstra. Insulin memberi sinyal pada sel lemak untuk menyimpan glukosa, asam lemak, dan zat kaya kalori lainnya dalam jumlah yang berlebihan.

Akibatnya, terlalu sedikit kalori yang tersisa di aliran darah, sehingga otak mengira kekurangan bahan bakar. Jadi, ini bisa meningkatkan rasa lapar. Sementara, gula adalah pilihan menarik karena memberikan energi yang cepat.

Dengan demikian, siklus kecanduan terhadap makanan manis dimulai kembali. Kita bisa mengidam semakin banyak brownies, es krim, atau segelas boba.

Avena mengungkapkan, bahwa sebenarnya otak kita dapat beradaptasi saat mengurangi gula. Sayangnya, butuh waktu yang lama mungkin hingga berbulan-bulan, tergantung pada beratnya ketergantungan seseorang pada gula.

Nah, untuk mengetahui lebih lanjut tentang cara mengurangi gula dan menghilangkan ketergantungan pada gula, cobalah rencana detoks 7 hari.

Jika kita berhasil menguranginya, ada banyak manfaat lain yang bisa dirasakan, di samping tubuh menjadi jauh lebih sehat.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/11/18/143703920/mengapa-candu-makanan-manis-sulit-dihentikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke