Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Takut Dianggap Lemah, Alasan Pria Bertahan dengan Pasangan Narsistik

KOMPAS.com - Banyak hal yang dapat membuat hubungan menjadi toksik alias beracun. Salah satunya adalah sifat narsistik yang dimiliki pasangan.

Narsistik atau narsis memiliki arti mencintai diri sendiri secara berlebihan. Orang dengan sifat ini cenderung menjadi pribadi yang arogan, terlalu percaya diri, dan egois.  Mereka menganggap dirinya lebih penting dibanding orang lain termasuk dari pasangannya.

Ada anggapan jika narsistik umumnya dimiliki laki-laki dan pasangannya menjadi korban.

Namun hal ini dibantah oleh psikolog klinis Dr. Ramani Durvasula. Dalam video di channel YouTube pribadinya, ia mengatakan sifat narsistik bisa dimiliki oleh laki-laki maupun perempuan.

"Pertama, narsisme bisa muncul di kedua jenis kelamin. Tidak ada hal biologis yang menyiratkan bahwa jenis kelamin tertentu lebih cenderung pada narsisme," kata Durvasula seperti dikutip Men's Health.

Menurutnya, ada berbagai faktor lingkungan yang membuat seseorang menjadi narsistik. Namun di masyarakat patriarki, ada pandangan berbeda terkait hal ini.

Laki-laki dianggap memiliki batasan perilaku narsistik. Sedangkan perempuan cenderung mengalami kesulitan menghadapi pasangan narsistik.

Tapi, tidak menutup kemungkinan malah laki-laki yang menjalin hubungan dengan perempuan narsistik dan menghadapi kesulitan dari perilaku tersebut.

Sayangnya kebanyakan laki-laki cenderung tidak menetapkan batasan yang sehat terkait sifat narsistik pasangannya. Mereka malah cenderung mencari bantuan dan cara lain untuk menangani perilaku tersebut.

"Terkadang laki-laki percaya sifat narsistik pasangangannya bukan masalah bagi mereka. Hal itu membuat mereka tidak mau ambil pusing," kata Durvasula.

Tak jarang laki-laki dibutakan oleh hubungan narsistik karena merasa tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mengatasi pikiran kacau dan membingungkan.

Selain itu, ada laki-laki yang merasa tidak akan terpengaruh efek negatif dari hubungan toksik. Oleh karenanya mereka cenderung membiarkan pasangan dengan sifat narsistiknya.

"Ada keyakinan, berdasarkan asumsi yang dibuat masyarakat tentang peran gender, yang menyatakan seorang laki-laki memiliki peran lebih kuat dalam suatu hubungan," ujar Durvasula.

Anggapan tersebut membuat laki-laki cenderung memanipulasi pikirannya dan menganggap ia lebih kuat. Hal ini membuat mereka merasa tidak masalah apabila menjalin hubungan dengan seorang narsistik.

Biasanya mereka akan mengatakan, "Saya tidak akan membiarkan hal ini memengaruhi. Saya harus tegar."

Pikiran-pikiran ini yang membuat laki-laki tidak bisa secara obyektif mengenali pola hubungan tidak sehat dan enggan menetapkan batasan.

"Kecenderungan masyarakat yang berharap laki-laki untuk tegar dan kuat itu menyedihkan karena tidak menguntungkan. Laki-laki akan bertahan hubungan tidak sehat ini dalam jangka waktu lama," kata Durvasula.

Selain hubungan romantis, laki-laki juga bisa terjebak dengan seorang narsistik di hubungan profesional. Misalnya akademis dan pekerjaan.

Hal ini ditandai dengan tindakan perpeloncoan yang dialami laki-laki. Sekali lagi, anggapan laki-laki harus kuat membuat mereka menerima begitu saja tindak perpeloncoan.

Selain itu, ada anggapan yang mengatakan jika laki-laki bisa menghadapi perpeloncoan itu, maka dirinya semakin hebat bisa menjadi yang terdepan.

Padahal, dikatakan oleh Durvasula, tindakan perpeloncoan dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental dan fisik.

Tapi laki-laki jarang mengakuinya karena besar kemungkinan mereka tidak ingin dianggap lemah. Tentunya anggapan ini salah.

Menurut Durvasula, laki-laki harus mampu mengekspresikan perasaannya dan memiliki batin yang sehat untuk melawan narsisme.

Lewat cara itu, laki-laki bisa saja terlepas dari hubungan toksik dan bahkan mendapat pasangan yang jauh lebih baik.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/11/19/104806320/takut-dianggap-lemah-alasan-pria-bertahan-dengan-pasangan-narsistik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke