Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pola Asuh Toksik Merugikan Orangtua dan Anak, Kenali Tandanya

KOMPAS.com - Sebagai orangtua, terkadang kita merasa terlalu berkuasa di rumah sehingga menuntut anak untuk selalu menurut. Tanpa disadari pola asuh yang diterapkan pun bersifat satu arah dan bersifat instruksi. 

Kondisi itu bisa membuat hubungan orangtua dan anak menjadi kaku. Anak mungkin tidak merasa bahagia dan ingin memberontak.

Tanpa disadari, pola pengasuhan yang toksik memang sering kali dapat menyelinap ke dalam interaksi sehari-hari, tidak peduli seberapa baik niat kita yang sesungguhnya.

Oleh sebab itu, coba kenali pola asuh anak yang buruk, supaya kita bisa segera memutus siklus itu sebelum kerusakan terjadi.

1. Tidak mau mendengarkan

Komunikasi antara orangtua dan anak bisa menjadi hal yang rumit, terutama saat anak semakin besar dan memiliki pendapat sendiri.

Barbara Greenberg, PhD, seorang psikolog klinis yang berfokus pada kesehatan mental remaja mengatakan, berkomunikasi dengan cara yang benar adalah kunci bagi orangtua.

"Orangtua yang toksik dikenal hanya berbicara tapi tidak mau mendengarkan anak-anak," katanya.

Jika orangtua menyadari diri telah melakukan ini, mereka harus melakukan upaya untuk tetap diam dan mendengarkan.

Anak-anak yang merasa didengarkan akan berbicara lebih banyak dan lebih banyak curhat pada orangtuanya.

2. Berpikiran negatif

Orangtua dapat memiliki kecenderungan untuk tersesat dalam pikiran mereka sendiri dan  ini menghasilkan respons negatif pada interaksinya dengan anak.

Seorang pakar psikologi anak dan penulis 10 Days to a Less Defiant Child, Jeffrey Bernstein, PhD mengatakan, pikiran orangtua sering kali menjadi akar dari perilaku negatif pada anak.

Dengan mengubah pemikiran "Dia anak yang sangat nakal" menjadi "Dia mengalami masa-masa sulit hari ini saya ingin tahu apa yang terjadi."  Hal itu dapat berdampak besar pada interaksi dengan anak-anak.

3. Tidak bisa mengelola stres

Polah tingkah anak-anak memang kerap menimbulkan stres. Tetapi mengenali apa saja yang jadi pemicunya dan melakukan pencegahan, bisa membuat hidup sedikit lebih mudah. 

Misalnya, jika anak sering berlama-lama saat sarapan sehingga terlambat ke sekolah, coba jadwalkan waktu sarapan lebih awal atau set alarm lebih pagi agar anak tidak terburu-buru mempersiapkan diri.

Selain itu, orangtua juga perlu membahagiakan diri sendiri agar bisa mendidik anak-anak dengan bahagia. 

4. Merendahkan teman bermain anak

Mengekspresikan kritik atau merendahkan teman-teman anak hanya akan membawa hasil yang toksik.

"Orangtua yang toksik suka merendahkan teman anak mereka. Jika kita merendahkan teman mereka sama saja kita merendahkan anak-anak kita sendiri," ujar Greenberg.

Sebaliknya, dia merekomendasikan agar orangtua lebih banyak mencari tahu dulu mengapa setiap teman istimewa bagi mereka.

5. Memberi label pada anak

Orangtua yang toksik mengacaukan perilaku buruk anak dengan identitas negatif dan tidak bisa membedakan antara pilihan yang buruk dan anak yang buruk.

"Kurangnya waktu bagi orangtua untuk mengatur napas dan merenung dapat memberikan label yang toksik pada anak seperti malas, bermasalah, egois, dan tidak pengertian," jelas Bernstein.

Hal ini dapat mengakibatkan orangtua memengaruhi anak-anaknya untuk terkunci pada identitas negatif tersebut.

Selain itu,  anak-anak yang berlabel negatif biasanya penuh dengan rasa stres, sakit hati, kemarahan, dan kebencian. Mereka bahkan kehilangan motivasi untuk membuat perubahan positif.

Kebiasaan memberi label pada anak kemungkinan besar disebabkan orangtua di masa kecilnya juga melakukan perlakuan serupa. Rantai ini harus diputus. Sebagai orangtua, fokus pada perilaku anak yang memang kurang baik dan cari pendekatan untuk memperbaikinya.

6. Membandingkan dengan orang lain

Salah satu perilaku terburuk dari orangtua yang toksik adalah membandingkan anak-anak dengan orang lain dan berharap anak akan menunjukkan perilaku yang sama.

"Sebaliknya, kita harus merayakan individualitas setiap anak karena perbandingan merusak harga diri dan tidak berfungsi sebagai motivasi," ucap Greenberg.

7. Mengatakan "Kamu selalu ..."

Menggunakan frasa seperti "Kamu selalu" atau "Kamu tidak pernah" memberikan sedikit ruang bagi seorang anak untuk mengubah perilaku mereka.

Seharusnya orangtua lebih menyadari bagaimana menggunakan bahasa yang memberikan mereka peluang untuk berkembang.

Sebagai contoh, "Kamu tampak kesal saat ..." atau "Bagaimana kita bisa mengatasi masalah ini bersama-sama?"

8. Mencaci diri sendiri

Pola asuh yang buruk dan orangtua yang toksik terkenal karena terus-menerus mengkritik dan mencaci diri sendiri tentang masalah yang dangkal seperti berat badan atau penampilan.

"Anak-anak memandang orangtua mereka untuk melihat contoh dari segala hal, termasuk harga diri," katanya.

"Tidak menghargai diri sendiri di depan anak kita adalah perilaku pengasuhan yang toksik," sambung dia.

Anak-anak akan mencontoh orangtua mereka dan jika kita menyebut diri gemuk, bodoh, dan kata-kata negatif lainnya anak-anak cenderung melakukan hal yang sama.

Yang terbaik adalah tetap diam dan sebagai gantinya berikan contoh perawatan diri positif yang dapat mereka ikuti yakni dengan berolahraga atau makan makanan sehat.

9. Mencoba menjadi sahabat terbaik

Anak-anak membutuhkan orangtua untuk menjadi orangtua. Ketika orangtua mencoba menghindari pengasuhan dan justru ingin menjadi seorang teman, hasilnya akan menjadi bencana.

Hal ini dapat mencakup berpakaian seperti anak-anak mereka, berteman dengan teman anak mereka pada tingkat yang tidak pantas, dan bahkan mengungkapkan terlalu banyak informasi pribadi kepada anak mereka.

Kodependensi antara orangtua dan anak menciptakan dinamika yang tidak sehat, di mana anak merasa bersalah karena melampaui orangtua dan orangtua menolak untuk menemukan teman dalam kelompok usia mereka sendiri.

Peran orangtua dan anak perlu ditegakkan dengan batasan yang jelas agar anak merasa nyaman dan tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat secara mental.

10. Terlalu memanjakan anak

Semua orangtua tahu, bahwa menyaksikan anak-anak tumbuh bisa menjadi proses yang menyedihkan namun indah dan penuh dengan kebanggaan, serta kesedihan tentang masa lalu.

Untuk orangtua yang toksik, proses ini menjadi salah satu yang diisi dengan pengasuhan yang terlalu memanjakan dan menghambat pertumbuhan alami anak.

Padahal, anak-anak harus bisa mulai mengurus dirinya sendiri pada usia tertentu.

"Melakukan segalanya untuk anak-anak sebenarnya adalah perilaku pengasuhan yang toksik," terangnya.

"Ini memberi mereka pesan, bahwa kita tidak berpikir mereka kompeten dan malah menghambat mereka mengembangkan keterampilan," imbuh dia.

Jika anak-anak mampu, mereka harus diberi tugas yang sesuai dengan usianya misalnya memberi makan hewan peliharaan keluarga atau membantu mencuci pakaian.

11. Tidak mau dikritik

Mengetahui anak-anak mengatakan kalau mereka tidak menyukai kita mungkin akan terasa sulit bagi setiap orangtua.

Meskipun bisa menyengat, terkadang kata-kata anak sangat alami keluar dan merupakan bagian dari perkembangan anak untuk menegaskan kemandirian, serta memisahkan mereka dari orangtua.

Orangtua yang toksik cenderung tidak mau mendengarkan kritik dari anak-anaknya.

Hal ini dapat menyebabkan orangtua berperilaku tidak dewasa terhadap anak-anak, menyimpan dendam, memberikan rasa bersalah, atau bahkan tidak memperdulikan mereka. 

Apabila kita tidak mendengarkan kritik dan kemudian bereaksi secara tidak rasional, pertimbangkan untuk berbicara dengan terapis. Sehingga, kita dapat mengeksplorasi masalah kita sendiri yang memicu respons semacam itu.

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/12/03/084435720/pola-asuh-toksik-merugikan-orangtua-dan-anak-kenali-tandanya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke