Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pandemi Belum Berakhir, Waspadai Penularan Covid-19 di Ruang Tertutup

KOMPAS.com - Sejak dilonggarkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan dibukanya kembali restoran, masyarakat mulai berani makan di luar untuk mencari suasana baru. 

Kendati demikian, sebaiknya pilih tempat makan yang memiliki sirkulasi udara baik atau idealnya di ruangan terbuka (outdoor).

Temuan terbaru dari para peneliti di Korea Selatan mengungkap bukti adanya penularan droplet (tetesan liur) yang mengandung virus corona melalui udara di sebuah restoran tertutup dalam jarak cukup jauh.

Dr Lee Ju-hyung, MD, PhD di Department of Preventive Medicine, Jeonbuk National University Medical School, Jeonju, Korea adalah salah satu yang terlibat dalam studi tersebut.

Selama pandemi, Lee tidak mendatangi restoran. Namun dalam beberapa kesempatan, dia melakukan eksperimen dengan pergi makan di luar dan mengeluarkan alat anemometer kecil untuk memeriksa aliran udara.

Pengecekan itu sudah dilakukannya sejak bulan Juni, di mana dia dan rekannya melihat kembali kondisi di sebuah restoran di Jeonju, kota di bagian barat daya Korsel.

Salah satu pengunjung yang tertular merupakan siswa SMA. Ia terinfeksi Covid-19 usai terpapar virus selama lima menit pada jarak lebih dari enam meter dengan pembawa virus.

Hasil studi Lee dan ahli epidemiologi lain diterbitkan pekan lalu di Journal of Korean Medical Science.

Dari temuan itu, ada kekhawatiran penerapan jarak fisik enam kaki atau dua meter tidak menjamin keamanan seseorang dari paparan virus corona.

"Dalam wabah ini, jarak penyebaran droplet antara pembawa virus dan orang lain seharusnya lebih jauh dari dua meter," tulis peneliti.

Lebih dari 15 menit

KJ Seung, ahli penyakit menular dan chief of strategy and policy untuk Partners in Health di Boston, Massachusetts, AS memberi tanggapan terkait hal tersebut.

Menurut dia, studi yang dilakukan Lee menjadi pengingat risiko penularan di dalam ruangan karena banyak negara sedang memasuki musim dingin sehingga jarang beraktivitas di luar ruangan.

Kontak dekat dengan jarak dua meter selama 15 menit di dalam ruangan berpotensi menularkan virus dari satu orang ke orang lain.

"Ada pemahaman keliru tentang ini di masyarakat. Mereka berpikir, jika saya tidak melakukan kontak dekat, saya akan aman dari virus," kata Seung.

Tanggapan lain mengenai sebaran virus corona di udara diberikan Linsey Marr, profesor teknik sipil dan lingkungan di Virginia Tech.

Menurut Marr, ukuran droplet bisa membawa viral load, tetapi relatif kecil untuk menempuh jarak 6 meter di udara.

"Gadis 'A' mendapat dosis besar hanya dalam lima menit, dari aerosol yang lebih besar sekitar 50 mikron," kata Marr.

"Aerosol besar atau tetesan kecil di area abu-abu itu dapat menularkan penyakit lebih dari satu atau dua meter jika kita terkena aliran udara yang kuat."

Misteri

Temuan tim Lee dan rekan-rekannya diawali dari sebuah misteri. Gadis "A" merupakan pelajar SMA di Jeonju yang dinyatakan positif terinfeksi virus pada 17 Juni.

Ahli epidemiologi heran karena tidak ada kasus Covid-19 di kota Jeonju selama dua bulan.

Sedangkan provinsi Jeolla Utara (tempat kota Jeonju berada) tidak ditemukan kasus Covid-19 selama satu bulan.

Gadis yang terinfeksi virus tersebut juga tidak meninggalkan provinsi Jeolla Utara dalam beberapa pekan terakhir, kecuali pergi ke sekolah dan pulang ke rumah.

Pelacak kontak beralih ke Epidemic Investigation Support System di Korea, platform digital yang memungkinkan penyelidik mengakses informasi lokasi ponsel dan data kartu kredit seseorang yang terinfeksi virus dalam 10 menit.

Dari data GPS ponsel sang siswa yang terinfeksi, terungkap ia sempat berpapasan dengan penderita virus corona lain yang diketahui berasal dari kota dan provinsi berbeda.

Pembawa virus itu merupakan pramuniaga yang sempat mengunjungi kota Jeonju. Keduanya bertemu di restoran lantai pertama selama lima menit pada sore hari di tanggal 12 Juni.

Pihak berwenang di Daejeon, kota tempat pramuniaga itu berasal, mengatakan sang pramuniaga tidak memberi tahu pelacak kontak bahwa dia mengunjungi kota Jeonju.

Ia berada di Jeonju karena perusahaan tempat dia bekerja mengadakan pertemuan dengan 80 orang.

Pertemuan diadakan di lantai enam gedung, sementara letak restoran di mana pramuniaga itu berpapasan dengan siswa sekolah menengah berada di lantai satu.

Sebagai pihak yang terlibat dalam studi, Lee melakukan penyelidikan epidemiologi. Ia pergi ke restoran itu dan kaget saat mengetahui siswa sekolah menengah dan pramuniaga duduk dengan jarak relatif jauh.

Dari rekaman CCTV, terlihat keduanya tidak pernah berbicara atau menyentuh permukaan yang sama.

Namun, Lee menyadari pendingin udara di langit-langit gedung sedang dinyalakan saat itu karena lampu gedung bergoyang.

Lee dan timnya melakukan reka ulang di restoran dan mengukur aliran udara.

Siswa sekolah menengah dan orang ketiga yang terinfeksi duduk menghadap langsung ke aliran udara dari air conditioner, sedangkan pengunjung lain yang membelakangi aliran udara tidak terinfeksi.

"Meski duduk agak jauh, aliran udara turun dari dinding dan menciptakan lembah angin. Orang-orang yang berada di sepanjang garis itu terinfeksi," sebut Lee.

"Kami simpulkan ini adalah transmisi tetesan, dan jaraknya lebih dari dua meter."

Pola infeksi yang terjadi di restoran di Jeonju menunjukkan penularan melalui tetesan kecil atau aerosol bisa mendarat di wajah atau terhirup.

Kecepatan udara yang diukur di restoran dengan kondisi tanpa jendela atau sistem ventilasi itu sekitar satu meter per detik, hampir sama seperti kecepatan udara pada kipas angin.

Adapun studi yang dilakukan Lee mendukung temuan studi di Guangzhou, China, yang mengamati tiga keluarga yang makan di restoran dengan paparan AC. Mereka duduk di meja berjarak satu meter selama satu jam. Sepuluh pengunjung restoran dinyatakan positif terinfeksi.


https://lifestyle.kompas.com/read/2020/12/14/125845920/pandemi-belum-berakhir-waspadai-penularan-covid-19-di-ruang-tertutup

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke