Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tips Redakan Stres akibat Kelamaan di Rumah

KOMPAS.com - Hampir sembilan bulan aktivitas kita terbatas karena pandemi. Berada di rumah terlalu lama ternyata bikin banyak dari kita menjadi jenuh dan stres.

Stres bisa memengaruhi kesehatan mental. Ditambah lagi perasaan khawatir yang memicu kecemasan, lekas marah, dan gelisah.

Selain itu, stres juga berdampak buruk secara fisik karena bisa menimbulkan rasa tidak nyaman mulai dari sakit kepala, tekanan darah tinggi, naiknya asam lambung, hingga obesitas.

Jajak pendapat yang dilakukan pada bulan Agustus oleh KFF, organisasi nirlaba yang memberi informasi seputar masalah kesehatan, mengungkap bagaimana kondisi mental masyarakat selama pandemi.

Dari jajak pendapat itu, terungkap bahwa 53 persen orang di Amerika mengaku kesehatan mental mereka terpengaruh secara negatif, naik dari 32 persen orang yang melaporkan hal serupa pada bulan Maret.

Agar tidak menjadi penyakit, kita bisa mengelola stres dengan membuat hidup lebih rileks dan bahagia. Bagaimana caranya? 

1. Tetap komunikasi dengan teman

Para peneliti menemukan, pertemanan bisa membantu kita menurunkan tekanan darah, meredakan kecemasan, dan memperpanjang usia.

Dari studi terbaru yang meneliti pasien penderita AIDS, Jane Leserman, Ph.D di University of North Carolina menemukan bahwa pria yang didukung teman baik lebih mampu melawan AIDS.

Leserman tidak yakin bagaimana dukungan dari teman melindungi sistem kekebalan pasien. Namun, Leserman menghargai persahabatan mereka dengan membantu mengurangi stres karena penyakit mereka.

Para pakar menyebut persahabatan sebagai faktor kunci dalam melewati masa-masa stres, termasuk karena sakit.

Demikian pula yang disampaikan Dr Edward Callahan, psikolog di University of California di Davis, AS.

"Jika Anda bisa mengendalikan stres dan membicarakannya dengan orang lain, Anda mampu menghadapi lebih banyak masalah," kata Callahan.

"Sayangnya, orang yang sedang stres lebih cenderung mengisolasi diri mereka sendiri," kata Martha Craft-Rosenberg, PhD, profesor dan ketua studi orang tua, anak, dan keluarga di University of Iowa.

Nah, bila kamu menghubungi teman yang sedang stres, beri dukungan lewat senyuman, pelukan, atau catatan yang menunjukkan kepedulian kita.

Tidak perlu mendesaknya untuk berbicara dalam waktu lama jika ia sedang tidak memerlukannya.

2. Membagi pekerjaan rumah

Studi yang dilakukan oleh Dr Barbara Curbow dan Dr Joan Griffin mengungkap, 56 persen wanita yang disurvei mengaku mengemudi lebih agresif karena emosi.

Sebanyak 41 persen mengaku sering menyumpahi pengemudi lain, dan 25 persen mengatakan mereka melampiaskan rasa frustrasi di bangku kemudi.

Menariknya, studi ini tidak menemukan banyak bukti kemarahan di jalan di pada wanita yang menerima penghargaan di rumah atas kerja keras mereka.

Agar tidak menumpuk kemarahan, kamu bisa membagi tugas di rumah. Tujuannya agar seluruh anggota keluarga terlibat dalam rumah tangga, menurut Craft Rosenberg.

"Ketahanan sebuah keluarga terkait dengan seberapa baik mereka dapat bekerja sama," katanya.

Bagi anak, pembagian tugas ini membuat mereka berarti dan merasa dibutuhkan di rumah.

Marti Rickel, instruktur klinis di University of Arkansas College of Nursing sekaligus ibu dari putra berusia tiga tahun mengungkapkan pentingnya pembagian tugas rumah.

"Ini membantu saya mengingat bahwa saya tidak harus menjadi 'supermom' seperti yang saya bayangkan," kata Rickel.

"Saya bisa menjadi ibu dan perawat yang baik serta istri yang baik, tetapi saya tidak bisa melakukan itu semua di saat yang sama."

3. Kurangi asupan kafein

Kafein pada secangkir kopi akan membuat tubuh merespon stres berlebihan, menurut James D. Lane, PhD, profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Duke University, Durham, North Carolina, AS.

Di saat otak memompa lebih banyak adrenalin, jantung bekerja lebih keras dan menyebabkan peningkatan tekanan darah tiga poin.

Tekanan darah yang naik sebanyak lima poin dikaitkan dengan meningkatnya risiko penyakit jantung sebesar 21 persen, dan risiko stroke sebesar 34 persen.

Meskipun Lane enggan mengaitkan asupan kafein dan penyakit, dia mengatakan bahwa mekanismenya ada.

Sistem saraf manusia memiliki mekanisme yang mencegah reaksi berlebihan terhadap stres. Namun menurut Lane, kafein menghambat fungsi alami tersebut dan membuat tubuh dalam keadaan gelisah lebih lama.

Karena efek kafein bertahan selama berjam-jam setelah dikonsumsi, tubuh seolah menjadi tidak berfungsi tanpa kafein.

Efek jangka panjang kafein lebih besar bagi wanita yang mengonsumsi pil KB karena estrogen dan kafein diuraikan organ hati.

"Diperlukan waktu sekitar 10-12 jam bagi wanita yang menggunakan pil KB untuk menurunkan kadar kafein hingga setengahnya," kata Lane.

Batasi konsumsi kafein perlahan dengan secangkir teh atau kopi tanpa kafein atau teh herbal sebagai pengganti minuman berkafein.

4. Sisihkan waktu sejenak

"Meluangkan waktu 10 menit bagi diri sendiri tidak menyelesaikan masalah hidup, tetapi memberi Anda kesempatan untuk merasa lebih tenang dan menemukan kejernihan."

Begitu penuturan Jill Strawn, PhD, asisten profesor di College of New Rochelle School of Nursing di New York.

Gunakan waktu singkat itu untuk melakukan kegiatan seperti istirahat siang, mandi, atau membaca buku dengan situasi yang menenangkan.

Strawn menyarankan orangtua yang mempunyai anak kecil untuk mengajak anak terlibat.

Sebagai contoh, ajak anak memainkan permainan tertentu atau mendengarkan musik. Dengan melibatkan anak, kita mengajarkan ia pentingnya berhenti sejenak dan menikmati hidup.

"Kita sangat sibuk sehingga tidak menikmati perjalanan hidup selama ini," ucap Glenda Walker, direktur keperawatan di Stephen F. Austin State University di Nacogdoches, Texas.

"Kita menunggu penghargaan dari kerja keras, dan saat waktunya tiba, kita merasa lelah untuk menikmatinya."

Saat menghabiskan waktu bersantai, kita juga belajar menghargai diri kita.

5. Tertawa

Dengan tertawa, kita mengalihkan pemikiran dari suatu situasi dan punya kesempatan untuk menghilangkan stres.

Tertawa akan melepas hormon beta-endorfin, sama seperti apa yang kita rasa selama berolahraga.

Endorfin membuat kita merasa lebih baik dan melindungi sistem kekebalan dengan mengurangi hormon kortisol yang memicu stres.

Callahan menggambarkan tawa sebagai penangkal ketegangan yang baik.

"Tertawa membantu Anda menjauh dari amarah dan menuju kedekatan positif dengan orang lain. Kontak sosial positif dengan orang lain penting untuk manajemen stres," sebutnya.

Lakukan komunikasi dengan teman yang bisa menghibur kita, atau melihat konten menarik dan lucu di media sosial.

6. Olahraga

"Itulah mengapa kita mendapatkan perasaan yang sangat nyaman di akhir latihan," kata JoAnne Herman, PhD, profesor di University of South Carolina College of Nursing.

Ketika stres membebani sistem tubuh, tubuh mengubahnya menjadi respon fight or flight (lawan atau lari).

Jika kita tidak memiliki peralatan olahraga di rumah, ada aplikasi kebugaran yang bisa membantu tubuh mendapat lebih banyak keringat.

Olahraga juga melancarkan sirkulasi darah, meningkatkan mood, dan meredakan ketegangan.

"Olahraga juga menghilangkan kelebihan energi dari tubuh," kata Dr Tara Cortes, direktur klinis perawatan primer di Mount Sinai Hospital di New York.

Studi juga menunjukkan orang yang aktif berolahraga mengalami penurunan risiko penyakit jantung koroner.

7. Tahu batasan

Pengecekan rutin dapat memberitahu kita apa yang menyebabkan kita stres, entah karena harapan yang sulit dijangkau atau merasa segala sesuatunya berada di luar kendali.

Ketahui apa yang bisa kita kendalikan, termasuk reaksi dan bagaimana kita menghabiskan waktu dan melepaskan apa yang tidak bisa diraih. Ada baiknya mengurangi stres dalam jangka panjang.


https://lifestyle.kompas.com/read/2020/12/15/115442020/tips-redakan-stres-akibat-kelamaan-di-rumah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke