Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Beda Gaya Parenting Otoriter vs Otoritatif, Mana Lebih Baik?

KOMPAS.com -  Setiap gaya parenting memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Dalam buku berjudul Educational Psychology (2011) karangan John W. Santrock, disebutkan empat macam gaya pengasuhan anak, yaitu otoritatif (authoritative), otoriter (authoritarian), tidak terlibat (neglectful), dan permisif.

Dari keempat gaya pengasuhan tersebut, otoritatif dan otoriter sepintas terdengar sama. Padahal, sangat bertolak belakang.

"Ini gaya yang sangat berbeda, pendekatan berbeda, dengan tujuan akhir yang berbeda," kata Alyson Schafer, terapis dan penulis "Honey I Wrecked the Kids"

Menurutnya, pola asuh otoriter bertujuan membesarkan anak yang patuh dengan metodologi kendali eksternal, gaya yang memaksa anak berperilaku sesuai kemauan orang tua.

Sementara gaya pengasuhan otoritatif merupakan metode di mana orangtua memiliki kepercayaan jauh lebih tinggi pada anak.

"Orang tua percaya anak bisa diajarkan, dan melihat disiplin sebagai momen pembelajaran," kata Schafer.

Perbedaan pola asuh otoriter vs otoritatif

1. Pola asuh otoriter

Salah satu ciri khas pola asuh otoriter adalah kata-kata seperti "karena saya bilang begitu" yang terlontar dari mulut orangtua. Gaya pengasuhan otoriter mirip dengan gaya diktator.

"Aturan, regulasi, konsekuensi, dan hukuman ada dan ditegakkan dengan ketat," kata Fran Walfish, PsyD, psikoterapis dan penulis The Self-Aware Parent.

Pola asuh ini berdampak negatif, karena ada kemungkinan anak tidak belajar keterampilan yang mereka butuhkan untuk berkembang di saat sosok "penguasa" --dalam hal ini orangtua-- tidak ada.

"Gaya pengasuhan ini menghasilkan satu dari tiga jenis orang dewasa," kata Schafer.

Anda akan mendapati anak yang butuh persetujuan dari figur otoritas, pemberontak, atau anak yang mencapai tujuan secara diam-diam.

2. Pola asuh otoritatif

Sedangkan, pola asuh otoritatif adalah cara optimal karena butuh keseimbangan antara kasih sayang, kehangatan, batasan, dan pengambilan tindakan untuk memastikan anak menyelesaikan tanggung jawabnya.

"Ini akan melahirkan anak-anak yang percaya diri, bahagia, fleksibel, dan tangguh," tutur Walfish.

Namun, dia mengingatkan orangtua untuk tidak terlalu permisif atau serba membolehkan dalam mengasuh anak.

"Orangtua sulit membandingkan antara pola asuh otoritatif dengan pola asuh permisif, di mana anak mengambil alih peran otoritas, dan orangtua menurut," kata Schafer.

Dalam pola asuh otoritatif, ada rasa saling menghormati antara orangtua dan anak, namun orangtua tetap memimpin keluarga dan mengambil keputusan.

Perbedaan pola asuh otoriter vs otoritatif dalam beberapa kasus meliputi:

1. Anak tidak mau tidur

Dalam pola asuh otoriter, orangtua mempunyai dua alat, yaitu reward (hadiah) dan punishment (hukuman).

"Jika kamu pergi tidur dan tidak mengganggu saya dan tetap di kamar, kamu boleh bermain iPad lebih lama," kata Schafer mencontohkan.

Sebaliknya, hukuman juga akan diberlakukan bagi orangtua otoriter jika anak tidak mau tidur.

"Kamu tidak boleh main games di akhir pekan ini, atau jika kamu terus berisik, saya akan memukulmu. Keduanya adalah dua sisi mata uang yang berlawanan."

Dalam pendekatan otoritatif, orangtua sadar mereka tidak bisa membuat anak tertidur. Pemicunya tergantung usia anak.

Bagi anak yang usianya masih kecil, Schafer merekomendasikan penggunaan pagar khusus bayi untuk membantu anak lebih mudah tidur. Dengan dipasangnya pagar itu di waktu tidur dan orangtua tidak berinteraksi dengan anak, mereka akan bosan lalu tertidur.

2. Anak rewel saat makan

- Pendekatan pola asuh otoriter

"Sebuah keluarga yang otoriter akan memaksa anak untuk duduk di meja dan tidak pergi sampai anak menghabiskan makanan di piring, meski anak muntah," ucap Schafer.

Ini bisa menjadi perjuangan merebut kekuasaan. Anak mungkin hanya akan duduk di meja makan selama dua jam, sampai orangtua menyerah dan membiarkan anak pergi.

- Pendekatan pola asuh otoritatif

Orangtua dengan pola asuh otoritatif akan mempertimbangkan bahwa setiap orang memiliki kesukaan dan minat yang berbeda.

Anak yang pemilih soal makanan bisa didorong agar mau mengambil makanan yang mencukupi dan bervariasi untuk makan sehat. Beri pujian jika anak memilih makanan yang bernutrisi.

3. Saat anak marah

- Pendekatan pola asuh otoriter

Orangtua otoriter akan menangani anak yang marah atau mengamuk dengan menambah hukuman kepada anak. Atau, bisa juga orangtua memaksa anak diam.

- Pendekatan pola asuh otoritatif

Orangtua otoritatif akan mengakui perjuangan anak dan berempati. Ketimbang memaksa anak diam, orangtua bisa mengarahkan anak untuk melakukan kegiatan lain dan keterampilan menenangkan diri.

4. Saat anak bertengkar

- Pendekatan pola asuh otoriter

Schafer berpandangan, orangtua yang otoriter akan memainkan peran sebagai "penegak hukum" dan mencari kesalahan saat anak melanggar peraturan.

- Pendekatan pola asuh otoritatif

Dalam keluarga otoritatif, orangtua akan mengajarkan anak keterampilan sosial untuk berbagi, seperti menyelesaikan konflik bersama, jadi ada lebih banyak latihan keterampilan yang dilakukan.

5. Saat anak berbohong

- Pendekatan pola asuh otoriter

Anak yang berbohong, kata Schaffer, cenderung lebih sering terjadi di dalam rumah tangga yang otoriter karena mereka ingin menghindari hukuman. 

- Pendekatan pola asuh otoritatif

Orangtua otoritatif tidak senang dengan perilaku berbohong anak, tetapi menggunakannya sebagai kesempatan untuk mengajarkan anak," kata Walfish.

"Dia akan mengajarkan 'pertanggungjawaban' kepada anak dengan menghargai kebenaran yang dikatakan, terlepas dari apa pun pengakuannya."

https://lifestyle.kompas.com/read/2020/12/23/173454320/beda-gaya-parenting-otoriter-vs-otoritatif-mana-lebih-baik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke