Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pahami, Sederet Risiko Menikah pada Usia Anak-anak

Dalam situs WO itu disebutkan, seorang perempuan ingin berkenan di mata Tuhan dan suami, maka ia harus menikah pada usia antara 12-21 tahun.

Kontan, pernyataan tersebut memancing reaksi dari masyarakat luas, khususnya para pengguna media sosial.

Banyak yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Salah satu alasannya adalah, rentang usia 12-21 tahun masih tergolong usia anak.

Pernikahan usia anak ditentang oleh banyak pihak karena diyakini bakal menimbulkan berbagai dampak negatif.

Menurut psikolog klinis dewasa Nadya Pramesrani, usia 12-21 tahun bukanlah usia untuk menikah.

Sebab, umumnya dari segi emosional, mental, dan fisik, usia tersebut belum siap untuk pernikahan.

Lebih jauh, ada sejumlah risiko yang bisa terjadi apabila pernikahan dilakukan di bawah umur. Pertama terkait dengan kestabilan pernikahan.

Pada usia 12-21 tahun, secara emosional dan mental, umumnya mereka belum siap dan matang untuk membangun rumah tangga.

"Akibatnya rentan terjadi konflik dan masalah di dalam pernikahan yang bisa berujung pada perceraian," kata Nadya dalam perbincangan dengan Kompas.com, Rabu (10/2/2021).

Kemudian, yang kedua adalah risiko kematian akibat kehamilan. Berdasarkan data, angka kematian ibu dan anak paling banyak terjadi pada mereka yang hamil di usia anak.

Selain itu, usia remaja sebenarnya adalah masa bagi seseorang untuk menemukan jati diri.

Diperlukan waktu untuk menyadari dirinya memiliki identitas yang unik dan berbeda dengan orang lain.

"Bayangkan apa yang terjadi jika seseorang tidak punya identitas tersebut terhadap kelangsungan hidupnya," ujar Nadya.

"Secara psikologis, dia rentan untuk mengalami masalah seperti depresi dan kesulitan menentukan apa yang dibutuhkan dalam hidup," tambah dia.

Lantas, berapakah usia yang tepat untuk seseorang menikah?

Nadya mengungkapkan, tidak ada aturan yang saklek terkait usia tertentu tepat untuk menikah.

Namun, berdasarkan teori perkembangan manusia yang dicetuskan Diane E. Papalia, pernikahan biasanya terjadi di usia dewasa muda, yakni 21-30 tahun.

Nadya menjelaskan, bila di usia remaja tugas perkembangan adalah menemukan identitas diri, maka lain halnya dengan usia dewasa muda.

Di usia dewaasa muda, tugas perkembangan adalah menjalin hubungan dengan orang lain. Oleh karenanya, di periode ini banyak orang yang mencari pasangan hidup.

"Tapi, kalau ditanya soal usia yang tepat, dikembalikan lagi ke individu tersebut. Apakah sudah menyiapkan hal-hal lain seperti mental, finansial, dan biologis," kata Nadya.

Dia menegaskan, menurut teori, baik perempuan maupun laki-laki bisa saja menikah di usia dewasa muda. Tidak ada perbedaan di antara keduanya.

Di sisi lain, kesiapan untuk menikah juga berkaitan dari segi norma dan nilai yang dianut.

Biasanya, laki-laki akan menikah di usia lebih tua karena sejumlah alasan. "Ada norma atau value yaitu tuntutan pada laki-laki untuk mengarahkan keluarga."

"Laki-laki biasanya menikah kalau sudah merasa cukup dari segi finansial," ujar Nadya.

Dia mencontohkan, misalnya laki-laki dan perempuan sama-sama memulai karier di usia 25 tahun. Lalu bila diibaratkan level 1-10, laki-laki siap menikah di level tujuh.

Sedangkan, perempuan mungkin merasa sudah cukup di level tiga. Inilah yang kemudian membuat laki-laki lebih lama untuk menikah.

"Kalau starting point-nya sama, tapi level yang ingin dicapai beda, pasti waktu yang dibutuhkan beda."

"Makanya usia menikah pada laki-laki lebih banyak mundur," cetus Nadya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/02/10/141719720/pahami-sederet-risiko-menikah-pada-usia-anak-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke