Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Efek Samping Vaksin Covid-19 Lebih Mungkin Dirasakan Perempuan, Ini Sebabnya

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan bulan lalu, para peneliti dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) dan Prevention menganalisa data keamanan dari 13,7 juta dosis vaksin Covid-19 pertama yang diberikan kepada masyarakat Amerika.

Di antara efek samping yang dilaporkan, 79,1 persen berasal dari perempuan. Meskipun dari total vaksin, hanya 61,2 persen vaksin yang diberikan kepada perempuan.

Hampir semua reaksi anafilaksis langka terhadap vaksin Covid-19 juga terjadi pada perempuan.

Peneliti CDC melaporkan, ada 19 orang perempuan penerima vaksin Moderna yang mengalami reaksi perempuan, dan 44 dari 47 perempuan penerima vaksin Pfizer mengalami reaksi anafilaksis.

Ahli mikrobiologi dan imunologi dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, Sabra Klein, mengaku tidak terkejut tentang hasil ini.

Menurutnya, perbedaan efek samping berkaitan dengan jenis kelamin benar-benar konsisten dengan laporan terdahulu dari vaksin-vaksin lain.

Dalam sebuah studi tahun 2013, misalnya, para ilmuwan bersama dengan CDC dan lembaga lainnya menemukan bahwa laporan reaksi alergi usai penerimaan vaksin flu pandemi 2009 empat kali lebih banyak dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki. 

Adapun rentang usia penerima vaksin saat itu adalah antara 20 dan 59 tahun.

Padahal, jumlah laki-laki penerima vaksin di waktu tersebut lebih banyak daripada perempuan.

Studi lainnya menemukan bahwa antara tahun 1990 dan 2016, dari semua reaksi anafilaksis orang dewasa terhadap vaksin, 80 persennya terjadi pada perempuan.

"Secara umum, perempuan menunjukkan lebih banyak reaksi terhadap berbagai vaksin," ungkap petugas medis di Kantor Keamanan Imunisasi CDC, Julianne Gee.

Vaksin yang dimaksud termasuk vaksin influenza yang diberikan kepada orang dewasa, serta beberapa vaksin yang diberikan pada masa bayi, seperti vaksin hepatitis B dan campak, gondok dan rubella (M.M.R.).

Namun, ini sebetulnya bukanlah temuan yang merugikan buat perempuan. Sebab, efek samping yang dialami biasanya ringan dan singkat.

Selain itu, reaksi fisik juga merupakan tanda bahwa vaksin bekerja. Meskipun, tidak ada gejala tak lantas dapat diartikan vaksin tidak bekerja.

"Tubuh kita meningkatkan respons kekebalan yang sangat kuat (setelah divaksin) dan sebagai hasilnya kita kemungkinan besar akan terlindungi," kata Dr. Klein.

Untuk diketahui, baik Moderna maupun Pfizer bukanlah jenis vaksin yang sudah didistribusikan ke masyarakat Indonesia saat ini.

Namun, Pfizer adalah salah satu merek vaksin yang nantinya berpeluang digunakan di Indonesia, sehingga hasil studi ini cukup relevan untuk diketahui masyarakat Indonesia.

Selain itu, hasil ini juga ternyata konsisten dengan hasil dari vaksin-vaksin terdahulu, selain vaksin Covid-19.

Untuk itu, ada kecenderungan hasil yang sama juga ditemukan pada penerima vaksin Covid-19, meskipun belum ada penelitian serupa yang membuktikannya.

Penyebab efek lebih dirasakan oleh perempuan

Beberapa alasan yang dapat menjelaskan mengapa lebih banyak perempuan yang cenderung merasakan efek samping vaksin Covid-19, antara lain:

1. Faktor perilaku

Menurut peneliti kesehatan internasional dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, Rosemary Morgan, ada kecenderungan perempuan lebih mungkin melaporkan efek samping yang dirasakan, sekalipun jika efek samping yang dirasakan sebetulnya sama dengan laki-laki.

Tidak ada penelitian khusus yang dapat mendukung klaim ini.

Tetapi, ia meyakini kemungkinan laki-laki melapor ke dokter akibat efek samping vaksin lebih kecil daripada perempuan.

2. Faktor biologis

“Respon imun perempuan berbeda, dalam banyak hal,” kata ahli imunologi dari University of Toronto, Eleanor Fish.

Penelitian menunjukkan bahwa terkadang perempuan memproduksi dua kali lebih banyak antibodi pelawan infeksi sebagai respons terhadap vaksin.

Ini dikhususkan untuk influenza, MMR, demam kuning, rabies, dan hepatitis A dan B, yang penelitiannya telah dipublikasikan.

Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan apakah hal sama berpotensi terhadi pada perempuan penerima vaksin Covid-19.

Ini terutama terjadi pada kelompok dewasa muda. Menurut Gee, kemungkinan ini berkaitan dengan hormon reproduksi.

Hormon seks termasuk estrogen, progesteron, dan testosteron dapat mengikat permukaan sel kekebalan dan memengaruhi cara kerjanya.

Misalnya, paparan estrogen menyebabkan sel kekebalan memproduksi lebih banyak antibodi sebagai respons terhadap vaksin flu.

Sementara testosteron adalah jenis imunosupresif atau menekan sistem kekebalan tubuh.

Vaksin flu cenderung kurang melindungi pada laki-laki dengan banyak testosteron, dibandingkan pada laki-laki dengan testosteron lebih sedikit.

Salah satu alasannya karena testosteron menekan produksi bahan kimia kekebalan tubuh yang dikenal sebagai sitokin.

3. Perbedaan genetik

Selain dua faktor di atas, perbedaan genetik antara laki-laki dan perempuan juga dapat mempengaruhi kekebalan tubuh.

Banyak gen yang berhubungan dengan kekebalan tubuh berada pada kromosom X, di mana perempuan memiliki dua salinan dan laki-laki hanya memiliki satu.

Secara historis, ahli imunologi percaya bahwa hanya satu kromosom X pada wanita yang dihidupkan, dan yang lainnya tidak aktif.

Terlepas dari itu, penelitian saat ini menunjukkan bahwa 15 persen gen lolos dari inaktivasi ini dan lebih banyak diekspresikan pada perempuan.

Respons imun yang kuat ini membantu menjelaskan mengapa 80 persen penyakit autoimun menimpa perempuan.

“Perempuan memiliki kekebalan yang lebih besar, entah itu untuk diri sendiri, untuk antigen vaksin, apakah itu untuk virus,” kata Klein.

4. Dosis vaksin

Sejumlah penelitian menemukan bahwa perempuan menyerap dan memetabolisme obat secara berbeda dari laki-laki.

Perempuan seringkali membutuhkan dosis yang lebih rendah untuk efek yang sama.

Tetapi hingga tahun 1990-an, uji klinis obat dan vaksin sebagian besar tidak melibatkan perempuan.

"Dosis obat yang direkomendasikan secara historis didasarkan pada uji klinis yang melibatkan peserta laki-laki," kata Morgan.

Uji klinis saat ini memang menyertakan perempuan, tetapi dalam uji coba vaksin Covid-19, efek samping tidak cukup dipisahkan dan dianalisis berdasarkan jenis kelamin.

Peneliti juga tidak menguji apakah dosis yang lebih rendah mungkin sama efektifnya untuk wanita tetapi menyebabkan lebih sedikit efek samping.

Itulah mengapa, penting bagi penyedia layanan kesehatan untuk tetap menyampaikan potensi efek samping vaksin kepada penerima vaksin, sehingga mereka lebih siap dan tidak takut, terutama pada perempuan.

Tapi, jika nanti kamu perempuan dan merasa mengalami efek samping sementara laki-laki di sekitarmu tidak, tak perlu mengkhawatirkannya.

"Itu normal, dan kemungkinan mencerminkan kerja sistem kekebalan tubuh," kata Klein.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/03/10/172211420/efek-samping-vaksin-covid-19-lebih-mungkin-dirasakan-perempuan-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke