Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Nasib Seniman Tato Iran yang Tertolak karena Stigma Negatif

KOMPAS.com - Seniman tato di Iran masih terjebak dalam stigma negatif dan intimidasi. Meski bukan hal terlarang, namun para pelaku seni ini kerap dirundung rasa tidak aman dan tidak nyaman.

Belum berapa lama ini, Farshad Mirzaei dan rekan-rekannya memajang berbagai lukisan di sebuah galeri kecil di Tehran. Sekilas gambar yang dipamerkan nampak seram dan gelap.

Misalnya saja lukisan tengkorak dengan pisau warna warni di kepalanya atau wanita dengan kerangka tangan yang keluar dari mulutnya. Jelas bukan gambar yang ramah bagi semua orang di negara Islam itu.

Namun pameran ini bukannya tanpa alasan. Mirzaei yang merupakan seniman tato lokal ini sedang berusaha menghapuskan stigma buruk yang menempel di dirinya dan komunitasnya.

Gerakan ini untuk mengingatkan publik dan komunitasnya bahwa tato adalah ungkapan seni, bukan tindakan kriminal.

Pasalnya selama ini publik Iran masih menyimpan rasa tidak suka yang akut pada orang bertato, apalagi para seniman tato.

Ironisnya, seni tato semakin populer khususnya di kalangan anak muda di bawah 30 tahun. Peminatnya semakin tinggi meski rasa tidak sukanya masih bertahan di muka publik.

Dianggap legal

Sebenarnya tidak pernah ada hukum di Iran yang secara resmi menetapkan jenis kreativitas ini sebagai hal yang ilegal.

Sebaliknya, sejumlah pemimpin Syiah, mazhab Islam utama di Iran, tidak pernah menyatakannya sebagai hal yang haram kecuali jika menggambarkan hal yang cabul.

Pemimpin Agung Iran, Ayatollah Ali Khamenei bahkan pernah menyebutkan jika tato tidak haram dan menghalangi air wudhu. Karena itu, berwudhu dan mengerjakan salat tetap dianggap sah meski memiliki tato di tubuhnya.

Kenyataanya, nasib buruk masih terus dialami komunitas tato. Pihak otoritas menganggapnya identik dengan tren dunia barat, hal yang dipercaya adalah antitesis ajaran Islam.

Fakta pula jika memiliki tato akan menyulitkan proses pembaruan SIM. Ada pemahaman gambar tubuh ini adalah tanda gangguan kesehatan mental sehingga tidak layak berkendara.

Di luar ranah formal, anggapan buruk juga terus terbangun karena tayangan yang kerap menampilkan kriminal bertato. Hal yang kerap disiarkan oleh lembaga penyiaran negara ini.

Sementaraitu, para orang tua masih berharap tato hanya menjadi bentuk kenakalan anaknya dan bukan pilihan hidup. Mirzaei yang sudah 10 tahun berkecimpung dalam bidang ini bahkan belum mendapatkan pengakuan dari ayahnya.

“Ayahku masih bertanya apakah aku tidak ingin mencari pekerjaan. Mereka belum menganggap jika seni tato bisa menjadi pekerjaan, hal yang didedikasikan selama hidup,” ujarnya seperti dikutip Al Jazeera.

Padahal, sudah banyak tato artist yang membuktikan kesuksesan dan pencapaiannya di bidang ini. Namun ia menilai kondisi tersebut sebenarnya bisa lebih baik andai lebih banyak dukungan dan situasi lebih kondusif.

Banyak seniman tato lokal yang sebenarnya bisa berprestasi dalam ajang internasional, hal yang masih jadi mimpi belaka.

Meski demikian, pria yang juga berjualan produk custom artwork ini percaya jika bakat tato bisa mendapatkan pengakuan meski di tengah masyarakat Islam.

Sulit Mengembangkan Bisnis dan Kreativitas

Bukan hanya dalam kehidupan sosial, stigma jelek ini juga menghambat perkembangan bisnisnya. Mirzaei mengatakan jika berbagai peralatan dan tinta yang dipakai untuk tato didatangkan secara impor dari Amerika Serikat.

Sayangnya kondisi yang terjadi belakangan menambah buruk kondisi para seniman tato dari segi keuangan. Penurunan mata uang Rial yang salah satunya diakibatkan sanksi nuklir dari Amerika membuat mereka harus membayar mahal untuk pembelian barang-barang tersebut.

Sebaliknya, bisnis dilalukan dalam mata uang lokal sehingga keuntungan amat sulit didapatkan. Belum lagi rasa tidak aman yang dirasakan ketika menjalankan bisnis ini sehingga kondisinya makin tidak kondusif.

Ava Azad, salah satu seniman tato wanita Tehran menyampaikan rasa frustasinya atas kondisi yang dihadapinya. Sebagai wanita, ia memiliki banyak batasan yang menghambat perkembangannya sebagai seniman.

Meski mendapatkan dukungan penuh dari keluarga, ia belum bisa bebas mengembangkan diri dan menjalankan bisnis. Ia selalu dipenuhi rasa khawatir tiap kali menerima klien di rumahnya.

“Beberapa klien datang ke rumah dan saya harus memastikan dari jauh jika mereka bukan polisi atau seseorang yang menyamar,” katanya.

Rasa tertekannya ini muncul karena khawatir jika kariernya akan mendatangkan bahaya. Bukan hanya pada dirinya namun juga pada teman dan keluarganya.

Rasa takut ini pula yang membuatnya tidak menerima banyak klien karena takut terlalu terekspos. Ia juga berusaha tak tertangkap mata publik termasuk dalam unggahan sosial media dan materi promosi lainnya.

Meski demikian, ini tak menghalanginya untuk ikut serta dalam pameran yang jadi bukti eksistensi industri tato Iran ini.

Di sisi lain, ia masih memendam harapan untuk hijrah ke Jerman. Harapannya negara yang lebih bebas itu bisa mengkomodir mimpinya mengembangkan diri sebagai seniman olah gambar.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/03/10/181132820/nasib-seniman-tato-iran-yang-tertolak-karena-stigma-negatif

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke