Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Belajar dari Atta Halilintar, Apa Perlu Bahas Anak Sebelum Menikah?

KOMPAS.com - Atta Halilintar mendapat banyak kritikan karena menyatakan ingin memiliki 15 anak.

Ungkapannya itu dianggap tidak menghargai perempuan karena menjadikan istri hanya sebagai pabrik anak.

Belum lama berstatus suami, dari si Youtuber ini sudah mendapatkan banyak kritik. Sulung dari 11 bersaudara ini juga menyatakan keinginannya memiliki keluarga besar.

Tak tanggung-tanggung, ia berharap bisa mendapatkan 15 anak dari Aurel Hermansyah. Sang istri juga tidak mempersoalkan hal itu, dan menyatakan kesiapannya.

Meski demikian, warganet heboh dengan pernyataan tersebut. Pasalnya, tuntutan ini dianggap terlalu berlebihan dan tidak bersifat consent.

Sikapnya dianggap melanggengkan ketidakadilan gender yang menempatkan posisi laki-laki di atas perempuan.

Hamil dan melahirkan terlalu sering juga bisa mendatangkan masalah kesehatan bagi ibu. Ada banyak implikasi lainnya yang datang sering dengan tuntutan tersebut.

Sebaliknya, penyanyi Justin Bieber sebelumnya malah kebanjiran pujian karena sikapnya soal anak.

Dalam wawancara pada tahun 2020 lalu, ia menyebut urusan anak sepenuhnya merupakan keputusan istrinya, Hailey Baldwin.

Ia menilai, jumlah maupun kapan saatnya membangun keluarga adalah hak istrinya. Pria asal Kanada ini mengaku siap mempunyai anak, meski tetap bahagia hanya hidup berdua saja.

"Saya akan senang memiliki keluarga kecil. Itu tubuhnya (Hailey) dan apa pun yang dia ingin lakukan," ujar dia.

Dua contoh kasus di atas memunculkan pertanyaan, kapan sebaiknya pembahasan soal anak dilakukan?

Apakah seharusnya dilakukan sebelum pernikahan atau sesudahnya.

Bagi beberapa kalangan, anak adalah pelengkap pernikahan. Beberapa beropini, lebih banyak dan lebih cepat lebih baik.

Sebaliknya, ada yang berpendapat berbeda dan masih perlu mempertimbangkan banyak hal.

Untuk memastikan hal itu, Kristin Davis terapis pernikahan di North Carolina mengatakan ada baiknya mendiskusikan soal anak sebelum menikah.

Pembahasannya bukan hanya soal kesediaan pasangan memiliki anak atau jumlahnya. Penting juga berbicara tentang cara membesarkannya termasuk dari segi finansial.

"Pembahasan ini lebih bermanfaat dalam jangka panjang jika dilakukan sebelum menikah daripada menunggu setelah menikah, yang sayangnya dilakukan banyak orang," ujar dia.

Lesli Doares, pendiri Foundation of Coaching, yayasan yang fokus pada pendampingan pernikahan menyatakan kebanyakan pasangan tidak pernah berdiskusi soal rencana memiliki anak.

Sebagian menilai mereka mempunyai pendapat yang sama dengan pasangannya soal anak.

Beberapa lagi berpendapat, hal ini terlalu sensitif dan tabu untuk dibahas secara terbuka sebelum menikah.

Padahal, hal ini bisa menekan potensi masalah di kemudian hari. Ada banyak kasus menunjukkan bahwa perbedaan pandangan soal anak bisa menjadi sumber keretakan rumah tangga.

Doares menekankan untuk membahas secara jelas soal jumlah anak yang diinginkan, gaya pengasuhan, keterlibatan keluarga besar, dan berbagai aspek lainnya.

"Pembicaraan ini membantu pasangan saling memahami, mendefinisikan masalah, dan membuat pernikahan mereka lebih siap," ujar wanita yang juga berprofesi sebagai konselor pernikahan ini.

Dalam jangka panjang, pasangan yang satu visi soal anak juga bisa menciptakan keluarga yang lebih sehat.

Dampaknya baik untuk kesehatan mental maupun kesejahteraan anak di masa depan.

"Sudah banyak kasus pertengkaran orang tua tentang perbedaan cara asuh," kata dia seperti dimuat di laman Huffington Post.

Umumnya, mereka merasa lebih benar sehingga mengabaikan pendapat dan cara pandang pasangannya.

Jika berkelanjutan, bukan tidak mungkin konflik ini bisa jadi potensi masalah yang lebih besar.

Aspek lain yang juga tidak boleh luput dibahas adalah kemungkinan tidak memiliki anak.

Banyak pasangan belum beruntung dianugerahi buah hati karena berbagai sebab.

Cari tahu dan pendapat sikap pasangan jika menghadapi hal ini. Dunia kesehatan saat ini menyediakan beberapa solusi seperti inseminasi buatan.

Namun tentu saja prosesnya panjang dan biayanya tidak sedikit. Diskusikan mengenai kemungkinan ini tanpa terkecuali, termasuk pula opsi adopsi.

Utarakan dengan jelas semua detail soal kehadiran buah hati dalam pernikahan. Meski awalnya terasa agak kaku, namun ini bisa membuat kita lebih siap memasuki jenjang pernikahan.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/04/08/135413120/belajar-dari-atta-halilintar-apa-perlu-bahas-anak-sebelum-menikah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke