Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Diet 5:2, Amankah Diterapkan?

KOMPAS.com - Popularitas diet intermiten tampaknya terus meningkat di tahun ini. Wajar saja, sebab diet intermiten dinilai lebih mudah untuk dijalani ketimbang diet lainnya.

Jika diet tradisional cenderung harus membatasi kalori setiap waktu, maka diet intermiten atau diet puasa tidak demikian.

Salah satu varian dari diet intermiten yang bisa dicoba adalah diet dengan pola 5:2. Untuk menerapkan diet tersebut, kita hanya perlu membatasi asupan kalori dua hari dalam seminggu.

Sebagai contoh, di hari Senin dan Kamis kita hanya mengonsumsi kalori harian sebanyak 25 persen, atau sekitar 600 kalori untuk pria.

Lalu, lima hari sisanya kita bisa makan secara normal tanpa pembatasan kalori.

Mungkin kita beranggapan bahwa pembatasan kalori selama dua hari adalah hal yang mengerikan, namun bagi mereka yang menjalani diet 5:2 bukanlah masalah.

Bahkan, pelaku diet 5:2 mengaku diet ini bisa meningkatkan fokus dan konsentrasi, serta gaya hidup sehat secara keseluruhan.

Klaim tersebut rupanya juga didukung oleh para ahli, salah satunya Carolyn Williams, PhD, RD, penulis "Meals That Heal".

"Saya adalah pelaku diet intermiten dan sudah mencoba beberapa pendekatan," jelas dia.

Walau begitu, Williams mengaku ia lebih senang menjalani diet intermiten dengan pola 16:8 atau berpuasa 16 jam dan makan selama delapan jam, ketimbang pendekatan 5:2.

"Saya sangat menyukai makanan dan tidak senang menyadari saya hanya mendapatkan 500 kalori untuk satu hari," kata Williams.

Mengenal diet 5:2

Sebagaimana sudah dijelaskan di paragraf awal, pelaku diet 5:2 hanya mengonsumsi 25 persen dari kebutuhan kalori normal selama dua hari, atau sekitar 600 kalori per hari untuk pria.

Sedangkan lima hari sisanya, kita bisa makan seperti biasa tanpa harus membatasi kalori.

Pola diet ini relatif populer bagi orang-orang yang berusaha menurunkan berat badan, karena pengurangan kalori secara drastis membuat upaya penurunan berat badan mereka menjadi efektif.

Juga, orang menyukai diet 5:2 karena ada yang mereka tunggu, yaitu hari di mana mereka bisa mengonsumsi makanan tanpa batasan.

Meski demikian, para ahli menyarankan kita untuk mengonsumsi makanan sehat pada saat kita tidak perlu membatasi kalori, jadi bukan makan berlebihan.

Jika kita menerapkan diet 5:2 dan mengonsumsi kalori berlebihan selama lima hari, usaha kita untuk menurunkan berat badan sulit membuahkan hasil.

Manfaat diet 5:2

Diet intermiten sudah terbukti menjadi cara penurunan berat badan yang efektif dari berbagai studi.

Sayangnya, metode diet 5:2 yang merupakan salah satu varian dari diet intermiten belum dipelajari lebih jauh.

Padahal jenis diet ini sebenarnya sudah banyak dilakukan di Indonesia jaman dulu, dan dikenal sebagai puasa Senin Kamis.

Sebuah temuan studi terbaru menemukan, diet intermiten seperti membatasi waktu makan atau berpuasa penuh dalam sehari sama-sama menghasilkan penurunan berat badan.

Williams mencatat diet intermiten dapat mendukung fungsi insulin, dan dia mengakui diet tersebut bisa menurunkan berat badan.

"Rehat dari makan memungkinkan tubuh beralih dari mode pesta ke mode puasa, yang mendukung berfungsinya insulin dan glukosa, serta berat badan yang sehat dan sensitivitas insulin," tuturnya.

Satu studi mendukung pernyataan Williams, di mana diet intermiten dapat membantu mengurangi HbA1c --pengukuran kadar gula darah selama dua hingga tiga bulan-- pada penderita diabetes tipe 2.

"Waktu istirahat atau jeda asupan kalori ini juga memungkinkan autophagy, pembuangan dan perbaikan limbah seluler yang berperan dalam mengurangi risiko penyakit kronis," tambah dia.

Ada sejumlah bukti yang memerlihatkan bahwa membatasi waktu makan dapat meningkatkan gen autophagy yang membersihkan sel-sel rusak dari tubuh.

Sisi negatif diet 5:2

Ginger Hultin, MS, RDN, pemilik ChampagneNutrition dan penulis Anti-Inflammatory Diet Meal Prep mengatakan, diet 5:2 memiliki sisi negatif.

"Jika Anda memiliki gangguan makan, riwayat gangguan makan, atau tantangan dengan makanan, puasa 5:2 bisa sangat berbahaya," ucap dia.

Hultin menambahkan, diet 5:2 kemungkinan tidak cocok bagi seorang atlet atau mereka yang melakukan aktivitas fisik intens secara teratur, karena tubuh mereka membutuhkan kalori.

Apabila atlet berpuasa dan menjalani olahraga, maka performa atlet tersebut tidak optimal dan akan mengalami kelelahan.

Sementara itu, Williams mengatakan jika kita tidak memilih makanan padat nutrisi selama menjalani diet 5:2, maka kita berpotensi kehilangan nutrisi penting.

Apabila hal itu terjadi dalam waktu lama, kita bisa kekurangan vitamin dan mineral.

Diet 5:2 tergantung kondisi setiap orang

Diet ini bisa berhasil pada satu orang, tetapi belum tentu memberikan efek yang sama pada orang lain.

"Diet 5:2 dapat bekerja sangat baik pada sebagian orang, tetapi tidak untuk semua orang," kata Hultin.

"Saya lebih sering menyarankan klien untuk fokus pada diet satu malam sederhana."

"Biasanya diet 10 hingga 12 jam dan menghindari jadwal diet yang lebih intensif seperti 5:2, karena saya rasa lebih baik untuk kesuksesan dan stabilitas jangka panjang," tambahnya.

Jika kita baru mencoba diet intermiten, para ahli menyarankan kita untuk mengawali diet ini dengan berpuasa selama 10-16 jam dan mengecek respons tubuh kita.

Pola diet terbaik pada dasarnya adalah pola diet yang sesuai bagi kita dan mendorong kita untuk terbiasa makan sehat.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/06/15/151608420/mengenal-diet-52-amankah-diterapkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke