Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Merasa Susah Gemuk padahal Banyak Makan, Begini Penjelasannya

Menghitung Indeks Massa Tubuh (BMI) adalah salah satu cara mengukur berat badan ideal yang cukup baik. Sebab, metode ini akan membandingkan tinggi dan berat badan seseorang.

Melansir Medical News Today, seseorang dikategorikan kekurangan berat badan jika angka BMI di bawah 18,5, sementara BMI normal atau sehat berkisar 18,5-24,9. Sedangkan BMI di 25-29,9 dikategorikan kelebihan berat badan dan BMI di atas 30 dikategorikan obesitas.

Meski dikatakan ideal, namun cara mengukur berat badan ideal menggunakan BMI juga bisa kurang akurat pada individu tertentu, seperti atlet, dengan massa otot yang cukup siginifikan.

Risiko kekurangan berat badan

Seperti kelebihan berat badan, kekurangan berat badan juga memiliki sejumlah risiko kesehatan, di antaranya:

  • Osteoporosis.
  • Masalah gigi, rambut, dan kulit.
  • Mudah sakit.
  • Lelah sepanjang hari.
  • Anemia.
  • Haid tidak rutin.
  • Melahirkan prematur.
  • Pertumbuhan tidak optimal.

Sebuah studi yang dipublikasikan melalui jurnal BMC Public Health juga menemukan bahwa kekurangan berat badan berkaitan dengan peningkatan risiko kematian yang lebih tinggi daripada individu dengan BMI rata-rata.

Para peneliti mengatakan, kekurangan berat badan bisa berdampak pada kemampuan pemulihan seseorang dari kecelakaan atau trauma.

Sudah makan banyak tapi susah gemuk

Tak sedikit orang yang merasa terlalu kurus tapi berat badannya susah naik meskipun sudah banyak makan.

Profesor ilmu gizi dan pangan dari University of Rhode Island, Kathleen Melanson mengatakan, penyebab susah gemuk padahal banyak makan bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti genetik, asupan gizi, hingga faktor perilaku.

"Selain itu, sejauh mana faktor-faktor itu berperan juga bervariasi pada setiap individu," ucapnya, seeperti dilansir LiveScience.

Namun, ini juga berkaitan dengan persepsi. Seseorang menganggap dirinya susah gemuk padahal banyak makan belum tentu sebenarnya makan lebih banyak daripada yang lain.

Contoh, individu tersebut hampir setiap hari minum minuman manis. Minuman tersebut memang tinggi kalori, namun bisa saja individu tersebut menjadi terlalu kenyang karena minuman itu dan akhirnya porsi makannya berkurang atau lebih sedikit ngemil.

Atau, bisa saja individu tersebut makan pizza -makanan yang terbilang tinggi kalori, namun memakannya dengan perlahan sehingga ia cepat kenyang lalu berhenti setelah makan beberapa potong.

"Jadi ketika asupan kalori keseluruhan mereka dihitung, bisa jadi mereka sebetulnya tidak makan sebanyak yang kita pikirkan," ucap Chief Medical Officer dari Pennington Biomedical Research Center, Dr Frank Greenway.

"Mereka bisa saja hanya makan makanan padat kalori, hal yang dianggap oleh sebagian orang lainnya sering kali membuat mereka makan berlebih.

Seseorang yang menganggap dirinya susah gemuk padahal banyak makan mungkin saja sebetulnya melakukan banyak gerak.

Aktivitas fisik yang dilakukannya tak mesti olahraga berat atau menghabiskan waktu lama di gym. Bisa saja mereka punya pekerjaan yang aktif, terbiasa jalan cepat, atau mungkin menghabiskan waktu menjaga anak-anak yang banyak berlari.

Bahkan, Melanson mengatakan, sejumlah bukti menemukan bahwa beberapa orang secara genetik cenderung ingin menggerakkan tubuhnya.

Kecenderungan tersebut dapat meningkatkan metabolisme tubuh seseorang dan membakar banyak energi sepanjang waktu, sekalipun ia tak melakukan aktivitas olahraga.

Melanson menjelaskan, semakin banyak kita bergerak, mitokondria di dalam sel-sel otot akan semakin menggandakan julahnya dan aktivitasnya. Ini adalah yang memicu tubuh kita untuk menciptakan energi dan menggunakannya untuk bergerak.

Jadi, lebih banyak mitokondria, lebih banyak pula kalori yang dibakar.

Sebetulnya, hanya ada sedikit bukti yang mendukung anggapan beberapa orang terlahir mampu membakar kalori secara signifikan dan lebih banyak dari orang lainnya, sekalipun tak melakukan olahraga.

Hal itu diungkapkan oleh peneliti dari University of Cambridge, Dr Ines Barroso, yang meneliti tentang genetik dari seseorang yang obesitas.

Meski begitu, perbedaan fisiologis memungkinkan seseorang secara alami membakar kalori dalam jumlah moderat tanpa melakukan pengendalian yang ketat.

Sebab, sinyal pada sistem saraf dan hormon yang beredar dalam darah kita berinteraksi untuk memberi tahu kita jika merasa lapar atau kenyang.

Nah, sistem ini mungkin lebih sensitif pada beberapa orang daripada yang lain.

Salah satu hormon penting yang terlibat dalam sistem ini adalah leptin, yang membantu tubuh mengatur berapa banyak makanan yang diperlukan dalam jangka waktu lama, bukan hanya sampai waktu makan berikutnya.

Jadi, seseorang dengan sistem saraf dan hormon yang lebih sensitif mungkin akan banyak makan dalam satu waktu, tetapi kemudian merasa kenyang selama beberapa hari berikutnya dan malah makan lebih sedikit.

"Mereka secara otomatis dapat mengalibrasi ulang keseimbangan energi tubuh mereka karena sistem "sinyal" napsu makan mereka mengatakan sudah mendapatkan energi yang cukup," papar Melanson.

Jadi, jawabannya sangat kompleks. Jika kita merasa susah gemuk padahal banyak makan, pahamilah bahwa tendensi untuk mengalami kenaikan atau penurunan berat badan tidak hanya karena faktor genetik, tetapi juga tidak ada di dalam kendali kita sepenuhnya.

Kecenderungan untuk menambah berat badan tidak selalu karena kurangnya kontrol diri.

"Itu tidak sama untuk satu orang dan orang lainnya," kata Melanson.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/07/16/082328120/merasa-susah-gemuk-padahal-banyak-makan-begini-penjelasannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke