Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sehat Mental Melalui Kesejahteraan Spiritual di Era Pandemi

Oleh: Dr Raja Oloan Tumanggor dan Agoes Dariyo, MPsi

SEMENJAK pandemi Covid-19 merebak di seluruh dunia, termasuk Indonesia, pemerintah mencanangkan dua kali pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Saat ini kita juga masih menjalankan perberlakuan pembatasan kegiatan masyarat (PPKM) darurat di Jawa dan Bali untuk menekan penyebaran virus mematikan itu.

Para pegawai dianjurkan untuk bekerja dari rumah. Demikian juga para siswa belajar dari rumah dengan menggunakan sistem pembelajaran jarak jauh.

Akibatnya, ruang gerak masyarakat termasuk para siswa menjadi terbatas. Tidak boleh bertemu dengan rekan-rekannya. Hal ini membuat para siswa mengalami kebosanan, karena harus selalu tinggal di rumah.

Kebosanan ini diperparah lagi dengan informasi melalui televisi dan internet mengenai korban Covid-19. Hal ini menimbulkan kecemasan bagi para siswa.

Rasa cemas yang berlebihan ini kemudian berakibat pada kesulitan untuk tidur, gampang marah dan tersinggung.

Hal ini dialami oleh para guru saat mendampingi para siswa dalam pembelajaran online. Para guru meminta agar siswa selalu membuka kamera saat mengikuti pembelajaran online.

Namun, ada sebagian siswa yang tidak mau mengaktifkan kameranya walaupun hal itu memungkinkan untuk dilakukan.

Selain itu beberapa siswa tidak mau menyahut walaupun sudah disapa oleh para gurunya. Malahan pernah terjadi seorang siswa tidak mau mengikuti pelajaran karena merasa tertekan terhadap sistem belajar online dengan segala tuntutannya.

Guru Bimbingan dan Konseling (BK) harus turun tangan membujuk sang siswa agar mau ikut belajar lagi (wawancara personal dengan guru BK, Miss LTM, 15/07/2021).

Sebenarnya persoalan ini tidak hanya dialami oleh para siswa dan karyawan, tapi semua lapisan masyarakat.

Menjadi tantangan tentunya bagaimana cara agar masyarakat baik siswa, karyawan, maupun para guru dan dosen bisa lepas dari masalah kesehatan mental (psikologis) seperti ini?

Menurut WHO Kesehatan mental adalah keadaan sejahtera secara fisik, mental, dan sosial serta tidak ada penyakit jiwa.

Kesehatan mental ialah keadaan sejahtera (well-being), kondisi saat individu menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan dalam kehidupan, mampu bekerja secara produktif dan berkontribusi bagi masyarakat.

Kesehatan jiwa terdiri dari beberapa jenis kondisi yang secara umum dikategorikan dalam "kondisi sehat", tanpa gangguan kecemasan atau stres/depresi.

Jika kesehatan mental terganggu, maka timbul gangguan mental atau penyakit mental.

Gangguan mental dapat mengubah cara seseorang dalam menangani stres, berhubungan dengan orang lain, membuat pilihan, dan malah bisa memicu hasrat untuk menyakiti diri sendiri.

Solusi apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi persoalan kesehatan mental ini? Dari sekian banyak cara yang bisa dilakukan, salah satunya adalah dengan membenahi kesejahteraan spiritual (spiritual well-being).

Apa itu kesejahteraan spiritual dan bagaimana hubungan antara kesejahteraan spiritual dengan kesehatan mental?

Kesejahteraan spiritual adalah suatu keadaan yang merefleksikan perasaan positif, perilaku dan kognisi dari dalam berelasi dengan diri sendiri (personal), sesama (communal), alam lingkungan (environmental), dan Yang Maha Kuasa (transcedental).

Hal ini memberikan individu suatu identitas, keutuhan, kepuasan, suka cita, keindahan, cinta, rasa hormat, sikap positif, kedamaian dan keharmonian batin, serta tujuan dan arah dalam hidup (Gomez & Fisher, 2007).

Individu yang sejahtera secara spiritual merupakan individu yang dalam kondisi makmur dari segala aspek, baik rohani, mental, keagamaan dll.

Dimensi kesejahteraan spiritual seperti personal, communal, environmental, dan transcedental merupakan kunci bagi setiap individu dalam pencarian makna dan tujuan hidup, sebab setiap dimensi memiliki keterikatan satu dengan yang lain.

Keharmonisan empat dimensi tersebut akan memberikan individu kebahagiaan dan keselarasan hidup.

Individu dikatakan sudah dalam keadaan sejahtera secara spiritual apabila memiliki relasi yang baik dengan keempat dimensi tersebut. Karena keempat dimensi ini merupakan komponen yang membangun kesejahteraan spiritual secara total dan utuh.

Bagaimana hubungan antara kesejahteraan spiritual dengan kesehatan mental? Banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan antara kesejahteraan spiritual dengan kesehatan mental.

Newlin et al. (2010) misalnya meneliti kaitan antara kesejahteraan spiritual dengan kesehatan mental 45 wanita yang menderita diabetes. Ternyata kesejahteraan spiritual berperan penting dalam upaya pemeliharaan kesehatan mental bagi para wanita tersebut.

Hal ini sejalan dengan penelitian Unterrainer, Lewis & Fink (2014) yang melihat bahwa kesejahteraan spiritual berperan penting juga dalam proses penyembuhan sakit mental seperti perilaku adiktif dan keinginan untuk bunuh diri.

Selanjutnya Tumanggor & Dariyo (2017) menemukan bahwa kesejahteraan spiritual berhubungan dengan kesehatan mental para korban konflik sosial di Aceh Singkil.

Para korban konflik sosial mampu mengatasi persoalan traumatis akibat konflik dengan memperdalam spiritualitasnya.

Wahyuni & Bariyyah (2019) menunjukkan bahwa spiritualitas memiliki pengaruh terhadap kesehatan mental pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang.

Aydin, Isik & Kahraman (2020) menemukan bahwa kesejahteraan spiritual punya hubungan signifikan dengan kesehatan mental para lansia yang dirawat di rumah.

Secara mental para lansia lebih sehat secara mental karena mampu memaknai hidupnya dalam kaitan dengan alam dan kegiatan spiritual.

Mengapa orang yang sejahtera secara spiritual bisa memiliki mental yang sehat?

Dengan memiliki kesejahteraan spiritual, seseorang bisa meningkatkan kesehatan mental, karena bila seseorang memiliki relasi yang baik dengan diri sendiri, sesama, lingkungan dan Tuhan, maka dia akan lebih gampang untuk melakukan hal berikut ini.

  1. Membangun kepercayaan diri karena ia punya relasi yang baik dengan diri sendiri. Kepercayaan diri merupakan salah satu unsur penting bagi kesehatan mental,
  2. Bersosialisasi dengan sesamanya, sebab dia memiliki relasi yang harmonis dengan orang lain. Orang yang mampu berkomunikasi dan membina hubungan baik dengan sesama merupakan salah satu ciri orang yang sehat mental,
  3. Mampu menikmati dan memelihara alam semesta dan lingkungannya, sebab dia memiliki relasi yang harmonis dengan alam semesta. Artinya dia tidak mengeksploitasi dan merusak alam lingkungannya,
  4. Mampu bersyukur atas penyelengaraan ilahi dan menerima apa pun situasi dan kondisi saat ini karena punya relasi yang baik juga dengan Tuhan.

Lalu, bagaimana caranya bisa sehat mental melalui kesejahteraan spiritual di era pandemi sekarang ini?

Pertama dengan meningkatkan kesejahteraan spiritual melalui pembenahan relasi yang baik dengan keempat dimensi: diri sendiri (personal), sesama (komunal), alam semesta (lingkungan), dan Yang Ilahi (transcendental).

Konkretnya adalah meningkatkan kesejahteraan spiritual bukan hanya soal kerajinan beribadah dan melakukan aturan agama yang dianut (dimensi transendental).

Namun juga menyangkut kejujuran terhadap diri sendiri (relasi personal), apakah saya memiliki hubungan yang baik dengan sesama manusia (relasi komunal), sejauh mana saya memelihara alam semesta, bukan hanya mengeksploitasi semata (relasi ekologis).

Jadi pada masa pandemi saat ini entah nanti PPKM darurat mau diperpanjang atau diperlonggar, kesempatan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi kembali sejauh mana relasi saya dengan diri sendiri, sesama, alam lingkungan dan Yang Ilahi.

Inilah inti pembenahan kesejahteraan spiritual.

Pembenahan atau restorasi hubungan yang masih kurang harmonis selama ini bisa dilakukan di masa pandemi ini.

Pencapaian kesejahteraan spiritual yang maksimal diharapkan mampu mengatasi persoalan kesehatan mental dalam diri setiap individu.

Dr Raja Oloan Tumanggor dan Agoes Dariyo, MPsi
Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara Jakarta

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/07/29/142155220/sehat-mental-melalui-kesejahteraan-spiritual-di-era-pandemi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke