Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bukti Narsistik Para Politikus di Ucapan Selamat Garuda Muda

Ucapan selamat bertebaran di media sosial, tentunya tak lupa dengan menyertakan foto diri mereka, yang ukurannya bahkan sangat mendominasi.

Alih-alih fokus pada prestasi para atlet muda itu, kita seakan dipaksa untuk memberikan perhatian pada politikus tersebut.

Pola seperti ini agaknya membuktikan, para pejabat maupun politikus ini lebih peduli pada pencitraan diri sendiri dibandingkan ucapan terima kasih yang tulus kepada pahlawan olahraga ini.

Apalagi menjelang tahun politik yang menjadi kesempatan untuk berkampanye mendulang suara.

Firman Kurniawan, pakar komunikasi digital Universitas Indonesia, mengatakan tingkah para tokoh tersebut bisa dimaknai sebagai bentuk perhatian kepada para atlet dan ungkapan bangga serta berbahagia.

Namun dengan pola, gaya tampil dan konteks yang dimanfaatkan dalam kasus ini, penilaian positif dan rasionalisasi itu bisa batal.

Terlihat, motif para pejabat tersebut lebih ingin menonjolkan dirinya dibandingkan subtansi pemberian ucapan selamatnya.

"Jika ini masuk dalam definisi narsis, ya bisa dikatakan narsis," ujar dia kepada Kompas.com, dalam perbincangan Selasa (3/8/2021).

Menurut dia, ungkapan bangga tersebut seharusnya tidak selalu harus menampilkan potret diri atau nama organisasi yang jauh lebih menonjol, dibandingkan si pembuat prestasi.

Kelainan berupa gaya narsistik para pejabat publik ini terjadi, karena keyakinan dan pemahaman dangkal bahwa aspek yang sifatnya kuantitas lebih mengantarkan pesan dibanding aspek estetiknya.

Definisi narsistik adalah kondisi gangguan kepribadian di mana seseorang akan menganggap dirinya sangat penting dan harus dikagumi.

Nah, dalam hal ini berupa ukuran foto yang besar, tulisan nama organisasi yang menonjol, dan corporate color yang mencolok.

Di sisi lain, poster viral ini juga merepresentasikan hasrat diri yang khawatir tidak terbaca kehadirannya oleh publik.

"Ada rasa tidak percaya diri jika dia tidak dikenali tanpa atribut yang berlebihan itu," kata Firman.

Akademisi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI ini mengibaratkan perilaku tersebut seperti orang yang memakai parfum berlebihan.

"Karena sang pemakai khawatir bau parfumnya tidak tercium. Padahal malah bikin pening orang di sekitarnya," kata dia.

Sesungguhnya ketika event dan momentumnya tepat, pesan yang terselip pun jadi perhatian sasaran pesan.

"Ini soal percaya diri pada kekuatan pesan," tambah Firman.

Pentingnya sikap etis dalam komunikasi publik

Poster narsis para pejabat publik itu dianggap sebagai perilaku yang tidak etis oleh warganet.

Namun, agaknya sulit bagi para tokoh tersebut untuk menyadari bahwa pola komunikasi publiknya menyalahi etika.

Firman menerangkan, etis adalah ajaran baik dan buruk tentang sesuatu, panduan moral yang bersifat universal.

Secara tradisional, kita diajarkan untuk tidak berlebihan melakukan sesuatu. Apalagi jika dilakukan dengan tendensi untuk meraup perhatian dan menonjolkan diri atas usaha yang tidak diperjuangkan.

"Yang atlet bertanding siapa, yang berpeluh siapa, dan yang menonjolkan diri siapa. Itu keberatan rasa etis publik," kata pria bergelar doktor ini.

Menurut dia, ada cara elok yang cocok dipertimbangkan jika ingin mendapatkan perhatian publik dan tidak bermasalah dari segi etika.

"Apakah tak lebih baik jika bentuk perhatian para pejabat publik itu diwujudkan dalam bentuk tunjangan kesejahteraan, yang berguna bagi masa depan atlit, dan dimanfaatkan secara bebas oleh sang atlet," ungkap Firman.

Artinya, bukan hanya sekedar menampilkan foto dan atribut organisasi, namun juga bentuk ketulusan yang memikirkan masa depan atlet kebanggaan.

Poster, pesan atau bentuk komunikasi publik para pejabat layak disebut menghantarkan ketulusan apabila tidak memiliki maksud menonjolkan diri.

"Substansi ucapan selamat, turut gembira dan bangga, dengan tanpa maksud menonjolkan diri, merupakan aspek utama," kata dia.

Kembali lagi, dia memberikan perumpaman seperti kita menyumbang atau memberikan kado kepada teman yang menikah.

"Amplopnya kecil, isinya kecil. Maka kita pasti akan bilang: yang penting saya memberikannya dengan ikhlas, tanpa orang tahu jumlahnya. Itulah tulus."

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/08/03/172117020/bukti-narsistik-para-politikus-di-ucapan-selamat-garuda-muda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke