Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dilema Atlet Olimpiade, Dilarang Posting Endorsement Selama Kompetisi

KOMPAS.com - Banyak atlet modern mendapatkan pemasukan dengan kolaborasi bersama sponsor atau menyediakan endorsement dengan menjadi influencer media sosial.

Jumlah pendapatannya ini bahkan bisa jauh lebih besar dibandingkan uang yang didapatkan ketika bertanding di lapangan. Misalnya saja Simone Biles, atlet gimnastik AS atau Naomi Osaka, petenis berdarah Jepang-Amerika yang kerap mempromosikan produk tertentu di akun Instagramnya.

Sayangnya, hal ini agak sulit mereka lakukan selama berkompetisi di Olimpiade Tokyo 2020.

Penyelenggara, International Olympic Committee (IOC) menerapkan aturan khusus yang membatasi para atlet untuk melakukan iklan marketing dengan para sponsor atau endorsement yang telah mereka terima.

Seringkali, perusahaan atau brand yang bersangkutan harus mengirimkan konsep iklan tersebut sebelum disetujui untuk dilakukan. Upaya ini juga tak menjamin permintaan tersebut disetujui oleh penyelenggara.

Terbukti, atlet AS hanya boleh melakukan maksimal tujuh postingan yang berbau iklan sedangkan olahragawan Inggris maksimal hanya 10.

Batasannya juga ketat termasuk tidak boleh ada produk khusus, tidak ada tautan ke video penampilan mereka, dan tidak ada cincin olimpiade yang disertakan.

Tujuannya adalah memastikan gelaran kompetisi olahraga ini bebas sponsor dan tetap fair dari segi finansial.

Aturan ini dibuat berdasarkan sejarah bahwa olimpiade adalah acara amatir dan tidak berorientasi keuntungan semata. Praktiknya seperti tidak ada logo sponsor di kamera selama acara ditayangan.

Namun, uang tetap saja mengalir dengan kontrak sebagai mitra resmi olimpiade, yang kerap diburu brand-brand besar.

Keuntungannya mencapai 1 miliar dollar AS sejak 2016, imbalannya rekanan dapat menayangkan acara televisi yang menampilkan atlet dan simbol Olimpiade. Atlet yang memiliki kesepakatan dengan sponsor resmi juga dapat mengunggah produknya dengan bebas.

IOC sendiri berbagi keuntungan finansial olimpiade ini dengan badan olaharaga nasional negara peserta, bukan atlet yang bersangkutan.

Metode ini diklaim sebagai solidaritas dan dianggap adil bagi banyak negara miskin yang ikut serta. Dikutip dari panduan IOC, semua pihak yang tidak mematuhi aturan dan dalam kasus yang serius ini bisa dikenaan sangksi.

Tidak jelas apakah sanksi seperti itu pernah digunakan terhadap atlet, selain itu belum pernah ada contoh tertentu yang menyeruak ke publik.

“Jelas memberikan sanksi kepada seorang atlet akan menjadi solusi terakhir. Kami bekerja dengan (Komite Olimpiade Nasional) jika ada kasus pelanggaran untuk terlibat langsung dengan perusahaan yang melakukan iklan yang tidak sesuai untuk mendidik dan, jika perlu, meminta perbaikan," demikian pernyataan IOC, dikutip dari AP.

Tidak semua atlet keberatan

Aturan ini mungkin menyulitkan dan merugikan khususnya di era seperti ini. Bayangkan berapa kerugian yang dialami sejumlah atlet yang dibatasi melakukan endorsement atau menjalankan kesepakatan sponsornya.

Meski demikian, Stewart Brown, ayah Sky Brown, atlet skateboard Inggris berusia 13 tahun menganggap aturan itu cukup adil dan lebih suka olimpiade tetap bebas dari sponsor.

"Jika Anda bertanya kepada saya di Olimpiade apakah sayang dia tidak bisa memakai dan mewakili sponsornya, saya agak di tengah. Karena saya pikir apa yang diwakili Olimpiade untuk Sky — dia orang Jepang, setengah Inggris, dan di Jepang — lebih tentang menunjukkan kepada dunia apa itu skateboard dan menyatukan negara," ujarnya soal persoalan ini.

Faktanya, Sky Brown yang meraih medali perunggu merupakan influencer ternama di media sosial dan memiliki sejumlah kontrak besar termasuk dengan Samsung, raksasa teknologi Korea Selatan.

Menurutnya, sejumlah partnet bisnis tersebut tidak keberatan dengan pembatasan di olimpiade itu.

Para sponsor, tambah Stewart, melihat gambaran yang lebih besar dari penyelenggaran olimpiade daripada sekedar momen untuk berpromosi.

Atlet Jerman dapat kebijakan khusus

Aturan yang ditetapkan IOC itu bukannnya tanpa pengecualian. Buktinya, Malaika Mihambo, atlet lompat jauh Jerman tetap boleh mempromosikan produk sponsornya di momen olimpiade.

Ia bahkan menyertakan tag “kemitraan berbayar” dan kode diskon “SummerGames” di Instagram Story miliknya yang berisikan endorsement produk makanan vegan.

Keleluasaan ini adalah hasil kompromi dari IOC dengan badan antimonopoli dan pejabat olimpiade Jerman pada 2019 lalu. Kesepakatan itu memungkinkan atletnya mendapatkan kuasa lebih banyak saat bertanding di olimpiade.

Hasilnya, Malaika dan atlet Jerman lainnya tidak memiliki batas unggahan berbayar dan diizinkan untuk memuji produk sponsornya.

“Segalanya berubah tetapi butuh waktu bagi atlet untuk menyadari bahwa mereka mungkin memiliki lebih banyak hak,” kata Max Hartung, Presiden kelompok atlet Jerman Athleten Deutschland yang memperjuangkan isu ini.

Ia menambahkan, Jerman sebenarnya tidak mau pusing dengan iklan media sosial karena tidak yakin dengan aturannya atau ingin menghindari kritikan publik yang muncul. Namun, hal tersebut dianggap sebagai hak dari atlet yang bersangkutan.

Otoritas olahraga Jerman sendiri tetap menetapkan aturan khusus berkaitan dengan endorsement atletnya selama olimpiade.

Para atlet tidak boleh menyertakan simbol Olimpiade, seragam, atau tagar resmi seperti #tokyo2020 di pos yang sama dengan sponsor. Iklan dalam bahasa Inggris yang ditujukan untuk pemirsa non-Jerman juga dilarang.

Hartung yang juga tampil di Tokyo sebagai atlet anggar mengaku mendapat banyak pertanyaan dari kontingen negara lain soal kiprahnya yang sukses memberikan kemudahan tersebut. Kebanyakan bertanya soal pembentukan kelompok independen seperti Athleten Deutschland dengan staf dan dana mereka sendiri.

Kelompok ini mendukung atlet untuk mengekspresikan diri mereka lebih dari sekadar ikatan komersial.

Atlet Deutschland memiliki staf dan dukungan hukum untuk memperjuangkan anggotanya jika pejabat olahraga menolak, meskipun Hartung menekankan penghargaan untuk pernyataan apa pun hanya milik atlet.

Selain kebebasan di ranah bisnis, kelompok ini juga telah mengkampanyekan sejumlah isu lain yang penting bagi para atlet. Misalnya saja seksualiasi, kesetaraan gender dan menuntut kondisi karantina yang lebih baik bagi para atlet yang dinyatakan positif virus corona.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/08/05/154632820/dilema-atlet-olimpiade-dilarang-posting-endorsement-selama-kompetisi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke