Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Are You Happy?

KEBAHAGIAAN menjadi salah satu hal yang dipersoalkan saat ini. Musibah yang menghampiri secara bertubi-tubi membuat semakin banyak orang yakin bahwa you can’t buy happiness.

Ada yang merasa memiliki beban berat serta terus-menerus mengeluhkan situasi dan orang lain di sekitarnya. Di sisi lain, ada yang menanggapi situasi sulit dengan tertawa keras-keras dan berkata, “Hidup sudah banyak kesusahan, jangan terlalu dipikirkan”.

Apabila Anda bertanya kepada orang lain mengenai kebahagiaan, jawaban yang diberikan juga bisa bermacam-macam. Bahkan, ada orang yang sampai masa tua belum pernah berdialog dengan dirinya sendiri mengenai kebahagiaan. Ia hanya menjalani kehidupan sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Pada dasarnya, kebahagiaan setiap orang memang sangat relatif dan sulit untuk diukur oleh orang lain. Kita terkejut ketika artis seperti Robin Williams yang sering menghibur penggemarnya ternyata menderita depresi hingga mengakhiri hidupnya sendiri.

Lantas, apakah dialog dengan diri sendiri untuk mempertanyakan makna kebahagiaan dapat membawa manusia kepada rasa putus asa?

Kita tahu bahwa kebahagiaan dapat menjamin kesehatan mental. Kebahagiaan juga dapat membuat orang mengontrol kebutuhannya dan memiliki empati untuk memikirkan orang lain.

Di Indonesia, pengukuran indeks kebahagiaan telah dilakukan sebanyak dua kali. Pada 2013–2014, pengukuran dilakukan dengan menggunakan satu dimensi, yaitu kepuasan hidup (life satisfaction). Sementara, pengukuran berikutnya yang dilakukan pada 2017 menggunakan tiga dimensi, yaitu kepuasan hidup, perasaan (afeksi), dan makna hidup (eudaimonia).

Hasil pengukuran tersebut menunjukkan indeks kebahagiaan yang lumayan tinggi pada orang Indonesia, terutama pada aspek kepuasan hidup sosial. Menariknya, indeks kepuasan hidup sosial yang dimiliki masyarakat di perdesaan ternyata menunjukkan poin lebih tinggi dibandingkan masyarakat di kota.

Namun, terlepas dari ukuran indeks kebahagiaan nasional itu, kita perlu kembali pada diri masing-masing. Apakah kita bahagia? Bagaimana cara untuk menaikkan tingkat kebahagiaan kita? Karena, siapa saja tentu mau hidup lebih bahagia.

Kebahagiaan memang menggetarkan. Namun, menggambarkan apalagi menguraikannya, cukup sulit untuk dikerjakan. Sudah banyak filsuf, ahli agama, psikolog, bahkan ahli ekonomi yang berusaha untuk mendefinisikannya.

Pada 1990, gerakan positive psychology berusaha menjabarkan bahwa kebahagiaan bukan sekadar mood positif, melainkan juga keadaan well-being. Adapun well-being yang dimaksud meliputi hidup berkualitas yang memiliki makna dan kedalaman rasa.

Ada orang yang mengira, bila berhasil meraih atau memiliki sesuatu, ia akan merasa bahagia. Misalnya, saat memiliki rumah sendiri. Padahal, manusia terus berubah, begitu pula dengan kebutuhan dan keinginannya.

Bila sudah memenuhi kebutuhan tertentu, kebutuhan lain akan muncul. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan tersebut akan terpantik.

Jadi, sesungguhnya sangat sulit bila kita ingin mengukur kebahagiaan dari terpenuhinya suatu kebutuhan atau keinginan, baik mendapatkan profesi impian, menikahi seseorang, maupun menjadi kaya dan sukses.

Sepanjang seseorang berupaya mengisi hidupnya dengan arti dan kebaikan serta mengembangkan tingkah laku positif, sesungguhnya ia sedang mengembangkan beberapa pilar yang dapat menopang rasa bahagia dalam hidupnya dengan kuat. Tingkah laku positif yang dimaksud adalah optimisme, rasa syukur, cinta kasih, dan kemurahan hati.

Tentunya, setiap individu memiliki resep bahagia masing-masing sehingga langkah yang ditempuh untuk menuju kebahagiaan pun bisa jadi berbeda-beda.

Hal yang terpenting untuk disadari adalah mengambil tanggung jawab pribadi untuk menjadi bahagia dan mengambil tindakan untuk mengubah kehidupan. Kitalah yang harus lebih dulu mempraktikkan hidup bahagia di situasi seperti sekarang. Praktik tersebut bisa dimulai dengan berupaya memberi arti bagi kehidupan kita saat ini.

Tiga pilar yang akan terus menopang rasa bahagia dalam hidup kita adalah spiritualitas, agama, dan mindfulness. Itu semua merupakan senjata pertahanan dalam menghadapi situasi seperti saat ini. Itu juga senjata ketika kita ingin mengobservasi pemikiran dan emosi orang lain tanpa membuat penilaian apa pun.

Agama juga memiliki kapasitas untuk menimbulkan rasa lega dan kegembiraan. Setiap agama pasti mengajarkan tindakan yang baik, seperti berbagi dengan sesama, mengasihi, mengampuni, serta mengembangkan hubungan baik dengan Sang Pencipta, sesama, dan bumi.

Dengan mempraktikkan kebiasaan-kebiasaan tersebut, potensi kita untuk merasa "berisi" akan semakin membesar.

Keterbatasan uang, terganggunya kesehatan, atau proses hidup yang membuat terguncang seyogianya jangan sampai menggoyahkan kita untuk tetap berpegang pada tiga pilar tadi.

Baru-baru ini, di pertunjukan America Got Talent, seorang penyanyi mendapatkan golden buzzer karena penampilannya sangat bagus. Nightbirde, demikian ia menyebut dirinya.

Ia mendapatkan apresiasi tersebut tidak hanya karena bersuara merdu dan menciptakan sendiri lagu yang dinyanyikannya. Ia juga sangat istimewa karena dokter yang merawatnya mengatakan bahwa kesempatannya untuk hidup tinggal dua persen.

Kanker sudah merambah ke hampir semua organ tubuhnya. Namun, ia tidak putus asa. Ia tetap mengikuti kontes dan melakukan apa yang bisa ia lakukan karena menurutnya, dirinya jauh lebih besar dari sakit yang diderita. Ia bahkan menasihati juri untuk tidak menunda merasa bahagia.

Adakah tanda-tanda orang yang sudah hampir mencapai tingkat kebahagiaan?
Orang yang hidup bahagia dengan tujuan hidupnya biasanya menikmati hubungan interpersonal dengan lingkungan sosialnya dan rajin berusaha mencapai sasarannya. Mereka hidup sesuai dengan nilai-nilai pribadinya.

Orang-orang seperti itu biasanya merasa bahagia dengan hal-hal sederhana, seperti memelihara binatang, duduk di bawah pohon, menyeruput kopi, atau membaca buku.

Dampak dari pola pikir yang jelas ini juga terlihat pada energi dan kapasitasnya. Ia lebih mudah belajar sesuatu yang baru, mudah menyesuaikan diri, tidak cepat terganggu oleh masalah-masalah kecil, dan bisa ikut berbahagia atas kebahagiaan orang lain. Anda bisa juga seperti itu, bukan?

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/08/07/080000920/are-you-happy-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke