Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kenali Tanda Remaja Putri Jadi Korban Bullying Emosional

KOMPAS.com - Perundungan emosional (emotional bullying) kemungkinan bukan sesuatu yang kita ketahui. Namun, jika kita memiliki anak perempuan, saudara perempuan, atau teman yang masih muda, mungkin kita pernah melihatnya pulang sekolah dengan perasaan bingung dan kesal.

Jika dipancing dengan pertanyaan yang cermat, kita bisa saja menyadari bahwa dia sedang diganggu. Dan bukan oleh orang asing tapi seseorang yang dia anggap sebagai teman baik.

Bukan hal yang aneh bagi remaja putri mengalami kejadian di mana teman dekatnya tiba-tiba memutuskan untuk mengabaikan mereka dan membicarakannya di belakang mereka.

Terkadang, mereka yang disebut teman akan bersikap baik kepada korban, tetapi tiba-tiba berubah posisi saat berada di sekitar teman sebayanya.

Akibatnya, anak kita menjadi sasaran lelucon, yang dapat sangat memengaruhi harga diri dan kesehatan mentalnya.

Jenis "perundungan emosional" ini dikenal sebagai agresi relasional

Perundungan emosional adalah suatu keadaan di mana penindas menggunakan hubungan, kata-kata, dan gerak tubuh untuk menargetkan korban. Mereka juga agresif secara verbal.

Kadang-kadang, kita sebagai orangtua memutuskan untuk tidak bereaksi berlebihan terhadap situasi tersebut karena mengira putri kita-lah yang "terlalu sensitif".

Kita baru menyadari bahwa ini penting untuk diatasi ketika putri kita menghabiskan lebih sedikit waktu dengan teman-temannya dan tidak lagi ingin pergi ke sekolah.

Perlu diketahui, inilah perilaku umum yang biasanya dilakukan pelaku bully emosional:

  • Sikap silent treatment alias mengabaikan dan mendiamkan.
  • Menyebarkan desas-desus tentang korban.
  • Menggunakan situs media sosial untuk memposting postingan yang memalukan tentang korban.
  • Meminta gadis lain untuk membuat posting anonim yang berkaitan dengan hal menyakitkan tentang korban.
  • Dengan sengaja tidak mengundang korban dan memastikan bahwa dia tahu bahwa dia tidak diundang.
  • Mengolok-olok korban. Ketika dikatakan tindakannya kejam, pelaku intimidasi akan membalikkan keadaan pada korban dengan mengatakan bahwa dia "terlalu sensitif" atau bahwa mereka "hanya bercanda."
  • Manipulasi. Jika korban melakukan sesuatu yang diinginkan pelaku, pelaku setuju bahwa mereka dapat berteman lagi atau diikutsertakan dalam kegiatan kelompok.
  • Mengejek, Menertawakan, atau menyebut-nyebut nama korban dengan jarak yang dekat.

Nah, apabila anak kita menyebutkan salah satu perilaku yang disebutkan di atas, kemungkinan dia telah menjadi sasaran agresi relasional.

Pastikan untuk mendengarkan dengan penuh perhatian semua kekhawatirannya sehingga dia tahu bahwa kita memahami kebutuhan dan kekhawatirannya.

Semua bentuk perundungan tentu berdampak buruk pada kesejahteraan emosional.

Berikut adalah tanda-tanda yang perlu kita perhatikan jika yakin putri kita adalah korban intimidasi emosional dan agresi relasional:

  • Sering mengeluh sakit perut.
  • Sakit kepala.
  • Mengisolasi diri.
  • Menolak mengikuti kegiatan ekstra kurikuler, olahraga, dan kegiatan lain yang sebelumnya disukai.
  • Penurunan harga diri yang signifikan dan seringnya pernyataan negatif tentang diri mereka sendiri.
  • Merasa tidak mampu secara sosial.
  • Menghindari sekolah.

Jika kita melihat salah satu tanda atau gejala yang disebutkan di atas, pastikan untuk segera mengatasinya.

Mengatasi tanda dan gejala bullying sejak dini adalah pilihan terbaik untuk ketenangan pikiran dan kesejahteraan emosional anak.

Untuk membantunya, kita sebagai orangtua dapat memulainya dengan mendengarkan  dan validasikan perasaannya dan hal-hal yang dia katakan kepada kita.

Jangan pernah menganggap dia terlalu sensitif dan jangan pernah membuatnya merasa telah berbuat kesalahan atau bahwa dia harus meminta maaf.

Jangan berasumsi bahwa intimidasi pada akhirnya akan hilang atau membaik dengan sendirinya. Sebaliknya, atasi dan bicarakan.

Setelahnya, kita bisa membicarakan permasalahan ini ke guru, lalu melibatkan para pelaku intimidasi untuk bertanggung jawab atas perbuatannya.

Selain itu, kita juga bisa membawa remaja putri kita untuk menemui konselor untuk membantunya sebagai korban memahami bahwa itu bukan kesalahannya.

Hal ini memungkinkan dia untuk menemukan cara yang aman untuk menegaskan dirinya sendiri dan menerima dukungan yang dibutuhkan.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/08/20/082219020/kenali-tanda-remaja-putri-jadi-korban-bullying-emosional

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke