Menurut Mayo Clinic, mental breatkdown atau nervous breakdown umumnya terjadi ketika tuntutan hidup terasa berlebihan, baik secara fisik maupun emosional.
Dulu, istilah ini sering digunakan untuk mencakup berbagai gangguan mental, tetapi saat ini tidak lagi digunakan oleh para profesional kesehatan mental.
Mental breakdown bukanlah istilah medis dan juga tidak merujuk pada penyakit mental tertentu. Meski begitu, mental breakdown bukanlah respons yang normal atau sehat terhadap stres.
Kondisi yang diyakini sebagian orang sebagai mental breakdown mungkin mengindikasikan masalah kesehatan mental mendasar yang membutuhkan perhatian, seperti depresi atau kecemasan.
Efek domino pandemi Covid-19 juga berdampak nyata pada kesehatan mental. Situasi ini juga memicu mental breakdown pada sebagian orang.
Adapun menurut WebMD, beberapa pemicu mental breakdown antara lain tragedi mendadak, perubahan hidup yang besar, stres berkelanjutan di tempat kerja (burnout), kecemasan, depresi, pola tidur yang buruk, mengalami pelecehan, dan masalah finansial.
Melansir Nature, para peneliti di seluruh dunia terus menyelidiki penyebab dan dampak dari stres ini, dan beberapa peneliti khawatir bahwa penurunan kesehatan mental akan bertahan lama bahkan hingga setelah pandemi mereda.
Lebih dari 42 persen orang yang disurvei oleh Biro Sensus AS pada bulan Desember, misalnya, melaporkan gejala kecemasan atau depresi pada bulan Desember. Mereka mengalami peningkatan kecemasan atau depresi sekitar 11 persen dari tahun sebelumnya.
Data dari survei lain menunjukkan bahwa gambarannya serupa di seluruh dunia dan ini patut menjadi perhatian.
Apa yang memenuhi syarat sebagai berfungsi normal atau "berfungsi penuh" berbeda pada setiap orang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, sepert asal daerah, budaya, dan bahkan keluarga.
Ciri-ciri mental breakdown tergantung pada masalah kesehatan yang mendasarinya dan bagaimana orang tersebut umumnya mengalami stres.
Namun, berikut ini beberapa ciri-ciri mental breakdown yang mungkin dapat dikenali:
Beberapa orang juga mungkin mengalami ciri-ciri mental breakdown seperti psikosis, yang mungkin melibatkan halusinasi, paranoia, delusi, dan kurangnya wawasan.
Cara mengatasi mental breakdown dapat bervariasi pada setiap individu. Mendiskusikannya dengan profesional tentu menjadi langkah yang paling tepat. Namun, beberapa perawatan umum meliputi:
1. Perubahan gaya hidup
Kelelahan mental adalah ciri umum dari mental breakdown.
Bagi sebagian orang, istirahat dan menghilangkan stres bisa menjadi pengobatan rumahan yang efektif.
Perubahan gaya hidup yang bisa dilakukan dapat mencakup hal-hal seperti:
Berbicara dengan teman, keluarga atau pasangan terkadang juga bisa membantu mengurangi ketidaknyamanan ketika mengalami mental breakdown.
2. Pengobatan
Dokter mungkin akan meresepkan obat antidepresan atau anti-kecemasan untuk membantu mengatasi gejala yang menyertai mental breakdown.
Jika kondisi stres menyebabkan insomnia, dokter juga mungkin akan meresepkan obat tidur.
Gangguan tidur dapat memperburuk stres dan kecemasan, yang hanya akan memperburuk insomnia.
Penggunaan alat bantu tidur dapat membantu memutus siklus sulit tidur sekaligus membantu mengurangi stres.
3. Psikoterapi
Psikoterapi juga dikenal sebagai "terapi bicara", yang dilakukan untuk membantu mengatasi gejala yang dirasakan ketika mengalami mental breakdown.
Berbicara dengan profesional dapat membantu memproses pikiran dan menciptakan solusi untuk mengurangi stres dan kecemasan.
https://lifestyle.kompas.com/read/2021/10/12/114603020/jangan-sepelekan-21-ciri-ciri-mental-breakdown-dan-cara-mengatasinya
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan