Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kenali, 3 Tanda Orang Terdekat jadi Korban Kekerasan Domestik

KOMPAS.com – Kasus kematian influencer asal Amerika Serikat Gabby Petito yang diduga kuat dibunuh oleh kekasihnya sendiri membuat topik tentang kekerasan domestik dalam hubungan kembali mencuat.

Petito yang berusia 22 tahun itu diketahui tengah melakukan perjalanan lintas negara dengan kekasihnya, Brian Laundrie. Namun, pada 12 Agustus lalu, petugas menghentikan perjalanan keduanya setelah mereka terlibat dalam pertengkaran.

Orangtua Petito pun melaporkan dia hilang pada 11 September. Lebih dari seminggu kemudian, gadis itu ditemukan tewas karena dicekik. Pada minggu lalu, Laundrie juga dipastikan tewas.

Setelah kejadian itu, keluarga Petito membangun Yayasan Gabby Petito pada bulan Oktober ini guna menyalurkan dukungan kepada kasus orang hilang dan menawarkan bantuan keuangan kepada korban kekerasan domestik.

Bicara soal kekerasan domestik dalam hubungan, banyak pakar yang mengatakan bahwa jenis kekerasan ini sulit dideteksi.

"Pelaku adalah manipulator, dan tentu saja korban yang selamat tidak memilih untuk berada dalam hubungan kejam itu. Namun, begitu Anda mulai dimanipulasi dan menjadi korban gaslight, hubungan itu asulit dilepaskan karena korban cenderung dicuci otaknya,” ujar pakar hubungan Jaime Bronstein kepada Insider.

Kendati demikian, tetap ada beberapa tanda bahwa orang yang kita cintai mungkin menjadi korban kekerasan domestik. Berikut tandanya agar kita juga semakin peka.

Memutuskan hubungan dari teman dan keluarga

Jika orang terdekat kita mulai berhenti membalas pesan percakapan, telepon, dan memutuskan hubungan, itu bisa menjadi tanda bahwa mereka mengalami kekerasan domestik.

Selain itu, psikoterapis Babita Spinelli berpendapat bahwa korban mulai mengabaikan hal-hal yang menjadi minatnya selama ini.

Pelaku kekerasan domestik sering berusaha keras untuk memisahkan pasangan mereka dari keluarga dan temannya. Bahkan, ada banyak kasus pelaku mengubah nomor kontak korban di telepon mereka.

Menarik diri dari teman dan aktivitas juga dapat terjadi karena korban merasa malu dengan situasi mereka dan bermaksud melindungi keluarganya.

"Mereka benar-benar tak ingin merepotkan keluarganya,” ujar psikoterapis Ashley McGirt.

Mulai membuat komentar yang mencela diri sendiri

Spinelli mengatakan para korban kekerasan domestik bisa berubah dari bersemangat dan percaya diri menjadi pemalu, cemas, dan takut untuk membuat keputusan sendiri.

"Ketika seseorang mengatakan bahwa kita tidak berharga secara terus menerus, tentu kita mulai meyakininya," kata McGirt.

Selain itu, karena mereka terputus dari hubungan lain, mereka tidak mendapatkan validasi lain. Apalagi saat pandemi, korban bisa terjebak dengan pelakunya di rumah.

Penelitian juga menunjukkan stres dan isolasi pandemi sangat erat kaitannya dengan meningkatnya kekerasan domestik.

Melindungi pasangannya

Jika temanmu jarang membicarakan tentang pasangannya, hati-hatilah.

"Itu bisa menjadi tanda bahwa mereka dalam bahaya dan mereka melindungi pelakunya karena takut mereka akan lebih disalahgunakan jika seseorang mengetahui apa yang sedang terjadi," kata Bronstein.

Sementara itu, Spinelli mengatakan bahwa orang yang dilecehkan bisa saja mulai memandang perilaku toksik pasangannya masuk akal. Mereka akan mengalihkan pembicaraan dengan mengatakan hal-hal baik tentang pasangannya.

Jika kasus di atas terjadi, McGirt berpendapat bahwa kemungkinan besar korban benar-benar percaya bahwa mereka berada dalam hubungan yang baik karena pelaku telah mencuci otak mereka, memberi gagasan yang salah tentang arti dari “cinta.”

Kemungkinan besar, mereka sulit membedakan antara cinta dan pelecehan, sehingga terus-menerus “memaafkan” pasangan mereka.

Apa yang harus dilakukan?

Jika kita menyadari bahwa teman atau keluarga kita mungkin mengalami kekerasan domestik, usahakan terus terhubung dengan korban.

McGirt menyarankan untuk tetap menjaga komunikasi dengan sering menelepon, mengunjungi jika situasi aman, dan mengobrol melalui video sehingga kita dapat memantau situasi atau melihat adanya tanda-tanda kekerasan fisik.

Jangan takut untuk memanggil penegak hukum jika perlu.

McGirt juga merekomendasikan untuk mendorong korban untuk terapi atau berbagi cerita tentang hubungan bermasalah yang pernah kita atau orang lain alami.

"Jika Anda memiliki pengalaman pribadi, biasanya itu bisa sangat membantu, sehingga mereka memahami bahwa bukan kekerasan itu nyata dan bukan cuma dia yang mengalaminya," katanya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/10/24/184018120/kenali-3-tanda-orang-terdekat-jadi-korban-kekerasan-domestik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke