Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Kita Mudah Terjebak Tren Medsos dan Mengumbar Data Pribadi?

KOMPAS.com - Netizen sedang gaduh dengan pembahasan tren challenge di media sosial yang berisiko pada kerahasiaan data pribadi.

Hal ini berawal dari tren berbagi variasi nama panggilan, yang belakangan disadari termasuk dalam data pribadi. Terlebih lagi, muncul pengakuan netizen yang jadi korban penipuan akibat gegabah ikut serta dalam challenge tersebut.

Sebelumnya, tren serupa juga menantang pengguna media sosial untuk berbagi tanggal lahir, tampilan rumah dan berbagai informasi penting lainnya.

Pakar Komunikasi Digital dari Universitas Indonesia (UI), Dr. Firman Kurniawan menilai masyarakat seharusnya melek dan waspada akan berbagai tindakannya dalam menggunakan media sosial.

Sayangnya, aktivitas di dunia maya seringkali dimaknai sebagai hal yang tidak serius, pengisi waktu luang atau pelepas penat dari rutinitas harian.

"Anggapan luas macam inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak yang berupaya memperoleh keuntungan secara ilegal, untuk melancarkan maksud jahatnya," jelasnya kepada Kompas.com, Rabu (24/11/2021).

Peluang manipulasi secara massal untuk mengungkap data pribadinya juga terbuka lebih luas pada masyarakat yang terlena dan asyik mengikuti tren.

Masyarakat itu tidak sadar, pengungkapan informasi di era digital, jadi pintu masuk untuk mengakses data pribadi lainnya, jelas Firman.

Minim kesadaran pentingnya data pribadi

Instagram, TikTok, Twitter dan berbagai platform memang sudah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Indonesia. Fungsinya bukan hanya sebagai hiburan namun juga informasi dan aktualisasi diri.

Medsos kemudian digunakan dengan kurang bijaksana sehingga membahayakan kerahasiaan data pribadi. Padahal informasi penting ini bisa disalahgunakan untuk melakukan berbagai kejahatan digital.

Firman berpendapat ada ada dua hal yang menyebabkan masyarakat tidak menyadari konsekuensi asal mengikuti tren terbaru di medsos.

Pertama, masyarakat masih belum paham makna data pribadi dan rentetan akibatnya ketika diungkap ke ranah publik.

Alasan kedua, belum terjadi peralihan pola pikir di masyarakat bahwa relasi dengan media digital selalu diikuti dengan produksi data pribadi.

"Keduanya membutuhan pemahaman dan kewaspadaan yang berbeda dibanding ketika berelasi dengan media analog," jelas Firman yang juga akademisi di berbagai perguruan tinggi ini.

Data pribadi dengan mudah diperoleh dan diolah oleh pihak lain secara mudah, melalui teknologi digital. Oleh sebab itu, kita harus lebih waspada agar informasi penting tersebut tidak tersebar begitu saja.

Data pribadi juga tidak hanya terbatas pada nama lengkap atau nomor identitas saja.

Firman menyebutkan, denah rumah, rekam medis dan nomor rekening juga termasuk dalam data pribadi yang wajib untuk dirahasiakan.

Selain berbagai platform media sosial, Firman juga mengingatkan pentingnya kewaspadaan ketika menggunakan aplikasi chatting seperti Whatsapp, Telegram dan Line.

"Justru di tempat inilah, seperti WA, telegram, kita bisa lengah," ujarnya.

Pasalnya, informasi yang disampaikan lewat aplikasi tersebut bisa di-capture atau di-screen shot untuk kemudian dipindahkan ke media sosial.

Oleh sebab itu, kita dituntut benar-benar selektif dalam hal urusan pribadi untuk mencegah risikonya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/11/24/144200320/mengapa-kita-mudah-terjebak-tren-medsos-dan-mengumbar-data-pribadi-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke