Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

9 Tanda Pekerjaan "Overload", Jangan Sepelekan!

Memikul pekerjaan yang overload memiliki dampak terhadap kesehatan.

Melansir BBC, sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal Environment International, misalnya, meninjau secara sistematis data tentang jam kerja yang panjang, yang didefinisikan sebagai 55 jam atau lebih per minggu.

Makalah tersebut juga meninjau durasi kerja tersebut dengan dampak kesehatan dan tingkat kematian pekerja di beberapa negara besar di dunia, selama 2000 hingga 2016.

Studi ini menemukan bahwa terlalu banyak bekerja adalah satu-satunya faktor risiko terbesar (sekitar sepertiga) untuk penyakit akibat kerja.

Ada dua dampak utama yang dihadapi jika pekerjaan overload, yakni mengurangi kesehatan dan umur panjang.

Salah satu kerugian biologis dari stres kronis karena pekerjaan adalah peningkatan hormon stres yang menyebabkan tekanan darah dan kolesterol.

Seseorang yang menghadapi pekerjaan overload juga mungkin mengalami perubahan perilaku.

Bekerja selama berjam-jam mungkin berdampak pada kurang tidur, jarang olahraga, mengonsumsi makanan tidak sehat, serta merokok dan minum alkohol untuk menghadapi stres itu.

Sayangnya, memikul pekerjaan yang overload mungkin tak disadari. Terlebih pada orang-orang yang beranggapan bahwa sibuk sering kali diasosiasikan dengan kesuksesan.

Menyadari tanda pekerjaan overload bisa menjadi langkah awal untuk mencegah dampak kesehatan jangka panjang yang mungkin dialami.

Tanda pekerjaan overload

Berikut beberapa tanda pekerjaan overload yang perlu diperhatikan dan dicari solusinya jika sudah mengganggu fungsi kita sehari-hari:

Misalnya, kita melihat ada ratusan email masuk dan tumpukan pekerjaan yang belum selesai. Semuanya membuat kita sulit fokus.

Jika menghadapi situasi ini, pelatih karir Jacqueline Twillie mengatakan kepada US News & World Report pentingnya meluangkan waktu untuk memikrikan setiap langkah dari sebuah proyek sebelum terlibat langsung.

Ini akan menghemat waktu yang mungkin selama ini kita habiskan hanya untuk memutuskan apa yang perlu dikerjakan terlebih dahulu.

Apalagi jika kita sebelumnya tak terlalu sering menggunakan media sosial selama kerja.

Menurut konsultan produktivitas, seseorang yang merasakan beban kerja overload cenderung membuang-buang waktu dan tidak bisa memutuskan pekerjaan mana yang perlu dilakukan berikutnya.

Misalnya, ketika kita terus menerima email masuk di pagi hingga malam hari. Saat itu kita mungkin merasa delapan jam kerja saja tidak cukup dan kita akan mulai tertekan untuk menyelesaikannya di luar jam kerja.

Pada situasi tersebut, kita mungkin melakukan beberapa kesalahan yang sebetulnya sepele.

Misalnya, seorang pekerja yang selalu masuk kerja tepat waktu, memberikan kualitas hasil kerja yang memuaskan, dan menyelesaikan proyek tepat waktu mungkin sedang merasakan overwork jika pada suatu waktu dia menjadi datang terlambat, kualitas kerjanya menurun, dan sulit menyelesaikannya tepat waktu.

Menurut anggota Forbes Coaches Council, Lisa Marie Platske dari Upside Thinking, Inc, jika menghadapi situasi tersebut, cobalah meninjau kembali proyek yang ada dan memprioritaskan mana yang lebih penting dari segikeuntungan dan pengembalian investasi.

Ini dilakukan untuk memastikan operasionalnya efektif.

Sementara itu, senior vice president Adecco Staffing US, Kristy Willis menyarankan untuk berbicara pada atasan kita jika merasa pekerjaan overload dan menyebabkan kita tidak bisa mengerjakannya secara efisien.

Hal itu akan membantu atasan memahami kondisinya dan menyesuaikan beban pekerjaan yang ada.

Belajarlah untuk berkata "tidak" pada tawaran proyek. Menyanggupi semua tawaran pada akhirnya akan membuat pekerjaan kita terlalu banyak.

Buatlah skala prioritas dan selesaikan pekerjaan yang penting terlebih dahulu, sehingga kepala kita menjadi lebih tidak terbebani dan bisa fokus untuk pekerjaan berikutnya.

Menurut jajak pendapat Gallup di 2014, kurang dari sepertiga karyawan yang memiliki engagement baik.

Data dari Press Ganey bahkan menunjukkan angka yang lebih rendah pada kelompok perawat dengan hanya 15 persen yang terlibat secara aktif.

Untuk menghindarinya, anggota Forbes Coaches Council, Lee Eisenstaedt dari Leading with Courage Academy menyarankan untuk membuat daftar proyek atau target yang kita kerjakan. Kemudian, cobalah menjawab pertanyaan seperti "berapa besar dampaknya terhadap bisnis perusahaan?", "apakah kita punya sumber daya untuk menyelesaikannya?", dan "bagaimana kemungkinan suksesnya?"

Eliminasi proyek yang sekiranya punya nilai paling rendah dalam tiga pertanyaan tersebut.

Ini juga bisa menjadi tanda pekerjaan overload.

Memiliki terlalu banyak tanggung jawab sering kali membuat seseorang tidak punya cukup waktu untuk tidur atau merawat diri.

Tanpa tidur cukup dan merawat diri, fisik dan mental kita bisa menderita.

Pada akhirnya, kondisi ini seperti lingkaran setan. Pekerjaan overload bisa membuat seseorang lebih rentan stres dan kelelahan. Ketika mereka merasakan stres dan kelelahan, kualitas kerja juga berpotensi menurun dan berdampak pada pekerjaan yang tak kunjung selesai, begitu seterusnya.

Ini adalah salah satu tanda pekerjaan overload.

Sebuah studi yang dipublikasikan melalui Psychosomatic Medicine pada 2014 menemukan bahwa pekerja yang mengalami ketegangan kerja lebih tinggi memiliki risiko pengembangan diabetes tipe 2 lebih tinggi 45 persen daripada yang tidak.

Jika sudah menyadari bahwa selama ini kita memikul pekerjaan overload, cobalah untuk melakukan sejumlah perubahan.

Hal ini bisa berupa menyusun skala prioritas, menawarkan alternatif ketika menerima proyek sehingga tugas itu tak terlalu membebani, dan belajar berkata "tidak" pada tawaran proyek yang kira-kira tidak bisa kita selesaikan tepat waktu.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/12/02/121146620/9-tanda-pekerjaan-overload-jangan-sepelekan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke