Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penderita Kanker Ovarium Lebih Suka Pergi ke Dukun, Apa Alasannya?

KOMPAS.com - Kesadaran masyarakat di Indonesia akan penyakit kanker ovarium masih sangat rendah.

Belum banyak yang memahami soal risiko, tanda, ataupun gejala salah satu jenis kanker yang hanya dialami perempuan ini.

Padahal, riset membuktikan bahwa satu dari 78 perempuan berisiko menderita kanker ovarium dalam hidupnya.

Selain itu, rendahnya kesadaran ini juga membuat banyak penderita kanker ovarium enggan menjalani pengobatan yang tepat.

Presenter sekaligus penyintas kanker ovarium, Shahnaz Haque mengatakan, ada banyak informasi tidak bertanggung jawab yang berkembang di masyarakat.

Akibatnya, orang yang didiagnosis menderita kanker ovarium malah memilih pengobatan yang tidak sesuai ilmu kesehatan.

Sebagai contohnya, banyak penderita kanker ovarium yang lebih memilih pergi ke dukun dibandingkan ke dokter.

"Orang banyaknya malah ke dukun, takut kalau ke dokter nanti malah ovariumnya diambil jadi tidak bisa punya anak," jelasnya dalam jumpa media virtual kampanye 10 jari, Kamis (13/1/2022).

Tindakan lain yang juga banyak diambil adalah menjalani pengobatan alternatif yang cenderung tidak masuk akal.

Misalnya menjalani praktik yang mengeklaim dapat memindahkan kanker ke batu, hewan, atau barang lainnya.

Sesat pikir ini membuat banyak pasien kanker ovarium akhirnya tidak tertolong dan meninggal dunia.

Padahal, ketika pertama kali didiagnosis menderita kanker ovarium, sangat penting untuk berkonsultasi dengan ahli medis dan menjalani terapi yang tepat.

Pembedahan dan kemoterapi yang kini menjadi pengobatan umum untuk kanker ovarium masih memiliki keberhasilan tinggi jika dilakukan di stadium awal.

"Jangan takut dengan pengobatannya, takutlah pada penyakitnya," tandas istri musisi Gilang Ramadhan.

Perempuan penderita kanker nekat ke dukun karena takut diangkat rahimnya atau tak bisa memiliki anak jika memeriksakan diri ke dokter.

Dr. dr. Brahmana Askandar, SpOG(K), K-Onk, Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI), mengatakan, kekhawatiran ini seharusnya tidak beralasan.

Penderita kanker ovarium tetap masih bisa punya anak, bahkan jika salah satu rahimnya terpaksa diangkat.

Rahim yang tersisa, jika dalam kondisi sehat, tetap bisa menjalankan fungsi reproduksi untuk hamil.

Demikian pula untuk penderita kanker ovarium yang menjalani kemoterapi.

"Orang dikemo masih bisa punya anak, enggak rusak kok ovariumnya," jelasnya.

Maka dari itu, ia mengimbau masyarakat untuk menemui dokter secara rutin dan menemukan terapi yang tepat untuk menyembuhkan penyakitnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/01/14/132003620/penderita-kanker-ovarium-lebih-suka-pergi-ke-dukun-apa-alasannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke