Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Angka Kanker Paru Masih Tinggi, Apa yang Perlu Dilakukan?

KOMPAS.com - Kanker paru masih menjadi jenis kanker penyebab kematian nomor 1 di dunia, termasuk di Indonesia.

Data WHO melalui Global Cancer Observation mencatat 34.783 kasus baru kanker paru di Indonesia dengan jumlah kematian mencapai 30.843 selama tahun 2020.

Bahkan jumlah kasus kanker paru di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya.

Fakta itu diungkap oleh dr. Evlina Suzanna, Sp. PA, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Onkologi Indonesia.

Dalam media brief "Kesintasan Pasien Kanker Paru melalui Deteksi Dini, Diagnosis, dan Tata Laksana yang Berkualitas" secara virtual, Selasa (8/2/2022), dia menyebut kanker paru juga dialami generasi muda.

"Pasien kanker paru perlu mendapatkan pelayanan yang komprehensif," katanya.

Pelayanan bisa dimulai dari penyuluhan soal bahaya kanker paru, deteksi dini, diagnosis, dan pengobatan dini yang tepat.

Hal itu ditujukan untuk meningkatkan peluang bertahan hidup dan mengurangi beban biaya kesehatan penyintas kanker paru.

Adapun, tingginya angka penderita kanker paru di Tanah Air paling banyak disumbang oleh kaum laki-laki.

Laki-laki berkontribusi sebanyak 25.943 kasus atau sekitar 14,1 persen kasus kanker paru di Indonesia.

Kendati jumlah kasusnya masih tinggi, sayangnya angka harapan hidup penderita kanker terbilang rendah.

Data dari jurnal The Lancet Oncology, sebuah jurnal penelitian dari Eropa tahun 2014 memperlihatkan sekitar 13,7 persen pasien kanker paru masih bertahan dalam 5 tahun setelah diagnosis.

Sementara rata-rata usia harapan hidup pasien kanker paru setelah diagnosis adalah selama 8 bulan.

Pelayanan bagi penderita kanker paru

Berdasarkan penelitian Japanese Journal of Clinical Oncology tahun 2014, pasien dengan kanker paru memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan pasien kanker lainnya.

Hal ini disebabkan tekanan mental yang dirasakan pasien, ditambah biaya pengobatannya yang besar dan juga berpotensi memengaruhi produktivitas keluarga.

Oleh sebab itu, dr. Elvina mendorong kolaborasi aktif antar pihak, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Tujuanya agar tercipta payung kebijakan yang terintegrasi untuk mendukung penatalaksanaan kanker paru yang komprehensif.

"Hal ini mencakup tersedianya sumber daya manusia yaitu tim ahli yang multidisiplin, kemudahan akses terhadap fasilitas kesehatan, ketersediaan obat-obatan, alat kesehatan, dan pembiayaan untuk pelayanan berkualitas."

Dengan begitu diharapkan semakin banyak pasien kanker yang dijangkau dan meningkatkan usia harapan hidup penyintasnya di Indonesia.

Penanganan kasus kanker baru

Selain partisipasi aktif berbagai pihak, penanganan kasus paru perlu didorong oleh pengendalian faktor risiko.

Hal itu dikatakan Elisna Syahruddin, Direktur Eksekutif Research of Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (IASTO).

"Ini merupakan salah satu langkah penting untuk mencegah dan menurunkan jumlah insiden kanker paru di Indonesia," ujar Elisna.

Faktor risiko kanker paru biasanya disebabkan oleh kebiasaan merokok dan terpapar asap rokok secara terus menerus.

Pemicu kanker paru lainnya termasuk paparan zat karsinogen di tempat kerja atau riwayat kanker paru dalam keluarga.

Maka dari itu, dia menyarankan skrining dan deteksi dini agar penderita kanker paru ditemukan pada stadium awal.

Tujuannya agar penderita kanker paru memiliki untuk meningkatkan usia harapan hidupnya.

“Banyak negara telah menerapkan kebijakan skrining dengan menggunakan low-dose CT scan (LDCT) untuk deteksi dini kanker paru," imbuh Elisna.

"Kebijakan tersebut didukung oleh hasil studi di AS, Kanada, dan Eropa yang menunjukkan efektivitas biaya dalam program skrining kanker paru," tambahnya.

Elisna berharap kanker paru di Indonesia bisa segera masuk ke dalam program deteksi dini dari Kementerian Kesehatan.

Skrining pada kanker paru penting dilakukan agar masyarakat mengetahui faktor risiko tinggi.

Terutama bagi orang-orang yang terpapar asap rokok, menjadi perokok berat, dan mempunyai riwayat kanker paru dalam keluarga.

“Pilihan terapi di Indonesia juga harus sesuai dengan karakteristik kanker paru orang Indonesia," kata Elisna.

"Metode diagnosis dan kemajuan teknologi medis juga memungkinkan pemeriksaan molekuler untuk pasien yang telah terdiagnosis kanker paru, guna memberikan pilihan terapi target yang tepat."

"Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan luaran klinis dan menghemat biaya perawatan secara menyeluruh."

"Berdasarkan hasil penelitian ditemukan peran gen EGFR, AlK dan PD-L1 untuk pilihan terapi target yg optimal," lanjut Elisna.

Pencegahan kanker paru oleh pemerintah

Karena pencegahan kanker perlu mendapat payung hukum, maka peran pemerintah dalam hal ini sangat dibutuhkan.

dr. Else Mutiara Sihotang, Koordinator RS Pendidikan menyampaikan pemerintah menyadari besarnya pengaruh kanker bagi pembangunan bangsa.

Hal itu kemudian dituangkan melalui RPJMN 2019-2024 yang diharapkan mampu mengurangi 1/3 angka kematian dini akibat penyakit tidak menular, termasuk kanker pada tahun 2030.

Bahkan, Rencana Strategis Kemenkes tahun 2019-2024 juga menetapkan target 100 persen kabupaten/ kota melakukan deteksi dini penyakit kanker.

Langkah ini berlaku untuk 80 persen populasi berusia 30-50 tahun pada tahun 2024, terutama untuk kanker payudara, kanker serviks, kanker paru, dan kanker kolon.

"Walaupun saat ini sudah ada program deteksi dini untuk kanker, secara khusus untuk kanker paru memang belum ada," tambah dr. Else.

Karenanya, dia mengungkapkan bahwa pemerintah berupaya menjalankan program pengendalian tembakau dan rokok yang menjadi salah satu faktor utama kanker paru.

Namun dengan prevalensi perokok aktif sebesar 33.6 persen atau 1/3 dari seluruh populasi dewasa, dibutuhkan kerja sama berbagai pihak.

“Dalam beberapa dekade terakhir, kemajuan nyata dalam perawatan kanker telah berhasil dicapai, mulai dari skrining, diagnosis hingga pengobatan," ucap dr. Else.

“Kami mengapresiasi kolaborasi bersama dalam mengedukasi masyarakat dan membangun ekosistem tata laksana perawatan kanker yang lebih menyeluruh," tambah dia

"Dengan begitu, diharapkan juga dapat terbangun keyakinan dan kepercayaan masyarakat untuk melakukan pengobatan kanker paru di Indonesia,” pungkas dr. Else.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/02/09/125927220/angka-kanker-paru-masih-tinggi-apa-yang-perlu-dilakukan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke