Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Meragukan Kemampuan Diri, Hati-hati Impostor Syndrome

Namun, bagaimana ketika kita mencapai kesuksesan, bukan perasaan senang atau bangga yang kita rasakan, melainkan perasaan “tidak pantas”.

Terasa familiar? Mungkin kamu mengalami Impostor Syndrome.

Mengenal Impostor Syndrome

Impostor Syndrome adalah fenomena psikologis di mana seseorang secara internal memercayai bahwa dirinya tidak kompeten seperti yang orang lain pikirkan.

Pengertian ini biasanya dikaitkan pada kecerdasan dan pencapaian semata. Hal ini sebenarnya terkait dengan sikap perfeksionis dan juga berhubungan dengan konteks sosial.

Impostor Syndrome dikenal juga dengan istilah sindrom penipu atau fraud syndrome. Namun, Impostor Syndrome bukanlah penyakit mental.

Seseorang yang mengalami hal ini biasanya akan menganggap pencapaian yang ia dapatkan bisa jadi karena keberuntungan semata.

Mereka tidak memercayai kesuksesan yang mereka raih karena usaha mereka sendiri, meski orang lain sudah mengakui pencapaian tersebut.

Selanjutnya, seseorang yang mengalami sindrom ini akan merasa takut jika orang lain pada akhirnya menyadari hal yang sama seperti yang ia yakini.

Akibatnya, kita akan memaksa diri untuk bekerja lebih keras dan menuntut kesempurnaan atas setiap pekerjaan.

Mengenal lima jenis Impostor Syndrome

Dr. Valerie Young dalam bukunya berjudul "The Secret of Successful Women: Why Capable People Suffer from the Impostor Syndrome and How to Thrive in Spite of It", menggambarkan lima jenis utama dari sindrom ini.

1. The perfectionist

Jenis pertama ini menggambarkan bagaimana seseorang melakukan sesuatu dan menuntut dirinya untuk melakukannya secara sempurna.

Namun, karena kesempurnaan adalah hal yang tidak realistis, pada akhirnya ia akan mengkritik pekerjaannya sendiri, meski karena kesalahan kecil sekalipun, dan berujung pada perasaan malu untuk “gagal”.

Akibatnya, ia akan menjadi ragu untuk mencoba hal-hal baru karena meyakini dirinya tidak akan bisa melakukannya secara sempurna, meski itu adalah pengalaman pertamanya.

2. The Natural Genius

Jenis kedua adalah perasaan yang muncul ketika seseorang mencoba sesuatu yang baru, lalu merasakan kesulitan untuk memahami atau menguasainya.

Pada jenis ini, seseorang meyakini bahwa orang yang “berkompeten” seharusnya tidak menemui kesulitan untuk menguasai atau memahami sesuatu.

Pada akhirnya, seseorang pada jenis ini akan merasa dirinya tidak kompeten karena mengalami kesulitan untuk mencoba sesuatu yang baru.

Sederhananya, kita meyakini bahwa jika sesuatu yang kita lakukan tidak terasa mudah atau bahkan gagal di percobaan pertama, artinya tidak kompeten.

3. The Rugged Individualist (Soloist)

Pada jenis ini, seseorang meyakini bahwa untuk mencapai kesuksesan, ia harus melakukannya seorang diri, jika tidak maka artinya gagal.

Seseorang pada jenis ini meyakini bahwa dirinya harus dapat menangani segala sesuatu seorang diri.

Seseorang pada jenis ini merasa bahwa meminta bantuan orang lain atau menerima dukungan yang ditawarkan orang lain, bukan hanya berarti gagal memenuhi standar tinggi yang mereka buat, melainkan juga secara tidak langsung mengakui kekurangan diri dan menunjukkan kegagalan.

4. The Expert

Seseorang pada jenis ini menganggap pekerjaan yang sukses adalah ketika ia mempelajari semua hal yang perlu diketahui tentang suatu topik.

Ia akan menghabiskan waktu begitu banyak untuk mencari tahu seluk beluk terkait topik tersebut.

Kepercayaan orang-orang yang berada pada jenis ini adalah, ia harus memiliki semua jawaban terkait topik tersebut.

Ia akan merasa “menipu” atau gagal ketika tidak dapat menjawab pertanyaan terkait topik yang ia pelajari, atau ketika ada sesuatu yang terlewatkan oleh dirinya tentang topik tersebut.

5. The Superhero

Pada jenis ini, seseorang merasa sukses jika ia bisa menjalankan semua perannya secara sempurna, entah itu sebagai seorang anak, teman, karyawan, atau orang tua, dll.

Jika ia gagal dalam menavigasi masing-masing peran ini, ia akan merasa gagal. Sehingga seseorang pada jenis ini akan terus mendorong dirinya sampai ke titik batas dan mengeluarkan energi besar untuk setiap perannya.

Apa yang harus dilakukan?

Jika kamu merasa memiliki sindrom ini, ada beberapa hal yang bisa kamu lakukan untuk menanganinya:

1. Membangun koneksi. Biasakan diri untuk mengerjakan sesuatu dengan orang lain, karena pada dasarnya kita adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan. Tidak semua hal bisa kita lakukan seorang diri.

2. Berbagi keluh kesah dengan orang yang dipercaya. Dengan menceritakan keluhan yang dirasa pada orang yang tepat, kita akan merasa lebih lega dan bisa mendapatkan sudut pandang lain dari mereka.

3. Hargai pencapaian yang telah diri kita raih. Ingat kembali semua perjuangan yang dilakukan untuk mendapatkan kesuksesan itu.

Akui perjuangan yang telah diri kita lakukan untuk meraih kesuksesan tersebut.

4. Berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Apa yang bisa kita lakukan belum tentu bisa dilakukan oleh orang lain dan sebaliknya.

5. Tidak ada hal yang sempurna, sukses pun bukan berarti sempurna. Jangan merasa gagal atau “menipu” hanya karena kita tidak berhasil mencapai kesempurnaan.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/02/13/080000320/meragukan-kemampuan-diri-hati-hati-impostor-syndrome

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke