Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

4 Tips Menghadapi Anak yang Sensitif

Anak yang terlalu sensitif cenderung lebih cepat dalam menanggapi berbagai tekanan emosional.

Ketika mendapat kritikan atau penolakan, anak memikirkan dan merasakan kesedihan yang mendalam.

Makanya, anak menjadi lebih mudah marah, frustasi, mengamuk, hingga menangis.

Lalu, bagaimana cara orangtua menghadapi anak yang sensitif dalam mengelola emosinya?

Dilansir dari Psychology Today, berikut empat langkah membantu anak yang sensitif.

1. Mengatur ekspektasi pada anak

Banyak orangtua merasa gagal dan bersalah karena tidak dapat mencegah perilaku anak yang mudah emosi.

Orangtua sudah melakukan berbagai cara yang menurut mereka benar dalam menenangkan anak, seperti mengajari anak teknik pernapasan dalam atau memeluk anak dengan erat.

Namun pada beberapa kasus, langkah-langkah ini justru semakin meningkatkan emosi anak, bukan meredakannya.

Di sinilah kita merasa gagal sebagai orangtua. Pada saat bersamaan, kita juga prihatin dengan reaksi berlebihan dari anak.

Satu yang menjadi masalah adalah kesenjangan antara ekspektasi orangtua terhadap anak dengan kemampuan anak untuk mengelola emosinya.

Jika kita menerima kondisi anak yang kesulitan mengelola emosi, dan menyadari kita tidak dapat mencegah atau menghentikan hal itu, maka perasaan lega akan datang pada kita.

Dengan penerimaan tersebut, amarah kita berkurang dan kita menjadi lebih berempati kepada anak.

Kita juga dapat menjadi pelindung yang jauh lebih baik bagi anak di masa-masa sulit ini.


2. Jangan menutup mata pada apa yang dirasakan anak

Ketika anak tertekan, seringkali orangtua bereaksi spontan dengan mengesampingkan perasaan anak.

Mungkin, kita mengatakan "jangan sedih, kita akan segera bertemu nenek kembali" di saat anak masih ingin bermain dengan sang nenek.

Cara seperti ini tidak membuat kesedihan anak menghilang begitu saja. Perasaan sedih itu justru menjadi lebih kuat dan emosi anak bisa meledak.

Misalnya, Agung akan pergi makan malam bersama istrinya, Dina. Agung lantas mengatakan pada anaknya, Dimas agar tidak bersedih dan bermain di rumah dengan pengasuhnya, Mbak Siti.

Di sini, Dimas menjawab "aku sebel sama Mbak Siti! Aku akan berbuat jahat pada dia kalau ayah ibu keluar."

Dari contoh di atas, Agung membuang kesempatan untuk membantu Dimas memahami perasaannya.

Apa yang dibutuhkan anak ketika merasa tertekan adalah seseorang yang mau mendengarkan, menerima perasaan, tidak menghakimi, dan tidak mengarahkan anak mengenai tindakan yang harus mereka lakukan.

Jika kita mengesampingkan seperti apa perasaan anak, itu seolah-olah menunjukkan kita tidak nyaman menghadapi emosi anak dan tidak ingin mendengar apa yang dia rasakan.

Hasilnya, anak tidak mau membagikan apa yang dirasakannya dengan kita dan masalah tidak akan pernah selesai.

Sedih, senang, marah, cinta, cemburu, dan empati merupakan bagian dari emosi kompleks yang ada pada diri manusia.

Tugas orangtua bukanlah menyingkirkan emosi negatif pada anak, melainkan membantu memahami emosi anak dan menangani semua perasaan mereka.

Langkah terbaik bagi Agung dan Dina adalah mengakui bahwa Dimas tidak senang jika ayah dan ibunya pergi makan malam tanpa dirinya.

Agung dan Dina juga perlu memahami, mengapa Dimas ingin selalu bersama mereka di rumah.

Dengan demikian, risiko Dimas untuk bertindak jahat pada pengasuhnya, Mbak Siti juga berkurang.


3. Tetap hadir dan memberi ruang pada anak

Saat tertekan, otak anak akan dipenuhi emosi dan tidak dapat menerima informasi.

Maka, jangan mencoba memecahkan masalah atau memberikan saran apa pun pada anak.

Di waktu ini, anak membutuhkan orangtua sebagai pelindung yang mau memberikan ruang bagi mereka.

Sayangnya, banyak orangtua mengulangi kalimat yang sama seperti "sekarang adalah waktu yang sulit dan saya ada bersamamu" ketika emosi anak sedang memuncak.

Kita berasumsi cara ini efektif untuk menenangkan anak, namun faktanya anak bisa lebih tertekan.

Semakin sering kita mengatakan kalimat tersebut, semakin besar emosi yang ditunjukkan anak.

Menyadari kesulitan yang dialami anak dalam satu kali ucapan dan hadir menemani mereka dengan memberi ruang sampai mereka tenang adalah solusi yang bijak.

4. Menyelesaikan masalah setelah anak tenang

Jika emosi anak sudah mereda, katakan betapa hebatnya usaha yang dilakukan anak untuk menenangkan diri. Lalu, ceritakan apa yang sudah terjadi.

"Kamu benar-benar marah ketika ibu tidak mengizinkanmu menonton televisi sebelum sekolah dan melempar remote televisi ke arah saya."

"Ibu tahu kamu tidak bermaksud menyakiti ibu. Ibu akan membantumu mengelola emosi, dan itulah tugas saya sebagai ibu. Apa kamu punya usul?"

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/03/07/080000920/4-tips-menghadapi-anak-yang-sensitif

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke