Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

11 Alasan Seseorang Sulit Terbebas dari Toxic Relationship

KOMPAS.com - Ada pepatah yang mengatakan cinta itu buta. Buktinya, kita mungkin tetap bertahan dengan pasangan meski mengetahui dia tidak memperlakukan kita dengan baik.

Menjalin hubungan dengan sosok yang benar-benar kita cintai memang menyenangkan. Namun jika pasangan berubah dan sering membuat kita sakit hati, tandanya kita terjebak dalam toxic relationship atau hubungan beracun.

Biasanya, bukan kurangnya kesadaran yang membuat seseorang terjebak dalam toxic relationship.

Jauh di lubuk hati, mereka ingin meninggalkan hubungan yang beracun itu. Namun banyak ketakutan yang mereka rasakan nantinya.

Dilansir Psychology Today, inilah 11 alasan kita sulit merelakan toxic relationship.

1. Takut sendirian

Bagi banyak orang, rasa takut akan kesendirian dan harga diri yang rendah adalah pemicu yang kuat untuk tetap menjalin hubungan kendati hubungan itu tidak lagi harmonis.

Sayangnya, ketika kita mengencani pasangan yang tidak cocok, kita akan sering merasa kesepian karena kita tidak dicintai dan diperhatikan.

2. Merasa terancam

Seseorang yang tidak terpenuhi kebutuhan emosionalnya sewaktu kecil, lebih cenderung takut kehilangan orang yang dicintainya.

Bagi orang seperti itu, mengakhiri hubungan akan menjadi suatu ancaman. Sebab, hal itu memaksa kita untuk melepaskan harapan kita pada pasangan, yang dapat menimbulkan  kecemasan.

Individu dengan gaya keterikatan cemas (anxious attachment) seperti ini lebih sulit melepaskan toxic relationship.

3. Merasa udah berkorban dan takut membina hubungan baru

Istilah sunk-cost fallacy mengacu pada fenomena di mana seseorang ragu-ragu untuk menghentikan sesuatu yang mereka mulai karena mereka sudah menghabiskan banyak waktu dan energi.

Padahal, bisa jadi berhenti merupakan keputusan terbaik untuk mengubah hidup.

Sunk-cost fallacy berperan dalam kesulitan kita meninggalkan toxic relationship jika kita sudah mengorbankan banyak waktu dan energi, dan rasa takut untuk memulai hubungan baru dari awal.

4. Berharap pasangan akan berubah

Berharap pasangan kita akan berubah dapat menimbulkan kekecewaan sekaligus menurunkan kemampuan kita untuk melihat bahaya di depan mata.

Jika kita berpegang teguh pada harapan semu seperti itu, sama saja kita mengunyah remah-remah makanan dan berharap kita bisa merasa kenyang dari remah-remah tersebut.

5. Lebih mementingkan status hubungan

Beberapa faktor seperti budaya di lingkungan masyarakat sekitar, pendidikan keluarga, atau usia yang sudah tak lagi belia memaksa kita untuk berkencan dengan seseorang.

Akibatnya, status hubungan menjadi sesuatu yang berharga bagi kita, meskipun hubungan itu tidaklah sehat.

Perlu diketahui, status hubungan tidak menggambarkan siapa diri kita.

Ketika kita mementingkan status hubungan, kita tidak dapat membuat keputusan yang selaras dengan nilai-nilai yang kita anut.

Dampaknya, kita lebih cenderung memertahankan hubungan tersebut dengan mengorbankan diri sendiri.

6. Kita tidak tahu siapa diri kita di luar hubungan itu

Jika kita kehilangan identitas atau tidak mendapatkan support system selama menjalani hubungan yang beracun, kita akan kesulitan melepaskan hubungan itu karena kita tidak mengenali siapa diri kita tanpa adanya pasangan.

7. Merasa semua salah kita

Pasangan yang licik secara emosional bisa membuat kita mempertanyakan naluri dan meragukan diri kita.

Apabila pasangan sering memanipulasi kita, maka pasangan bukanlah orang yang memiliki tanggung jawab dan sering membuat kita merasa bersalah.

Pada akhirnya, kita cenderung menyalahkan diri sendiri atas hubungan yang tidak berjalan dengan semestinya.

Kita menganggap diri kitalah yang menjadi sumber masalah dalam hubungan, padahal bisa saja hubungan itu sudah salah dari awal.

8. Mengorbankan diri sendiri

Jika kita dibesarkan di keluarga yang tidak harmonis dan sering terjadi pertikaian, mungkin kita atau anggota keluarga lain berperan sebagai pembawa damai demi menyelesaikan masalah.

Akibatnya, kita mengasosiasikan cinta sebagai sesuatu yang harus didapatkan dan diperjuangkan, agar cinta itu nyata.

Nah, apabila kita dan pasangan memiliki pemahaman demikian, hubungan yang beracun semakin sulit untuk dilepaskan karena kita merasa harus mengalah demi mempertahankan hubungan.

9. Tidak dapat membedakan chemistry dan kecocokan

Ketika kita merasakan chemistry yang kuat pada pasangan, seringkali kita menganggap diri kita memiliki kecocokan dengannya dan mengabaikan segala sesuatu yang buruk darinya.

Hal ini menyebabkan kita terikat pada fantasi mengenai siapa dia, ketimbang menyadari sifat pasangan sebenarnya.

10. Tertarik pada pasang surut suatu hubungan

Ada kalanya pasangan menunjukkan sisi romantis kepada kita dan menganggap kita istimewa di matanya. Namun di lain hari, ia bersikap acuh tak acuh seolah kita ini bukan orang penting dalam hidupnya.

Kita tidak tahu kapan mode "cuek" pasangan akan kembali datang. Namun ketika itu terjadi, kita menilai hal itu terasa menyenangkan.

Ketertarikan pada pasang surut hubungan seperti ini menyebabkan kita semakin sulit meninggalkan toxic relationship.

11. Selalu meyakini setiap hubungan itu sulit dijalani

Banyak yang menyebut bahwa dalam hubungan kita harus selalu berkorban. Padahal tidak selamanya seperti itu. Hubungan asmara yang sehat seharusnya tidak membuat kita mengorbankan nilai-nilai atau perasaan kita.

Hubungan yang kita jalani harus menjadi kekuatan yang stabil dalam hidup kita, bukan penyebab stres atau pemutusan hubungan dari diri kita yang sebenarnya.

Bila kamu tidak bahagia, itu sebenarnya menjadi petunjuk bahwa kamu terjebak dalam hubungan beracun.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/03/13/080800120/11-alasan-seseorang-sulit-terbebas-dari-toxic-relationship

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke