Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

3 Alasan yang Sering Bikin Salah Paham dengan Pasangan

Penelitian telah berulang kali menunjukkan bahwa apa yang tidak kita ketahui tentang pasangan dapat menyakiti pasangan dan hubungan itu sendiri.

Dalam kasus yang cukup serius, jika kesalahpahaman yang muncul dari ketidaktahuan terus-menerus terjadi, hal tersebut bisa saja menyebabkan perpisahan atau perceraian.

Jadi, semakin banyak pengetahuan yang kita peroleh tentang pasangan, maka semakin baik pula kemampuan kita untuk mencegah atau menyelesaikan masalah yang terjadi.

Profesor psikologi di Queens College (CUNY) and Cleveland State University, Leon F. Seltzer,  membagikan tiga asumsi yang mungkin saja menyebabkan sebagian besar masalah kesalahpahaman dalam sebuah hubungan.

Berikut adalah beberapa alasan yang sering membuat kita salah paham dengan pasangan sebagai berikut.

1. Mengabaikan kehidupan masa lalu pasangan

Banyak dari kita mungkin beranggapan bahwa mengabaikan atau tidak terlalu peduli pada masa lalu pasangan adalah hal yang terbaik.

Namun sebaliknya, menurut Seltzer, mengetahui tentang masa lalu pasangan kita sangat penting untuk dapat memahaminya sepenuhnya.

Dan kita juga perlu menjadi lebih cerdik secara psikologis jika kita ingin secara akurat memahami berbagai cara untuk mengetahui masa lalu pasangan.

Apabila kita ingin mendapatkan wawasan tentang masa lalu pasangan kita — terutama yang berasal dari masa kanak-kanak dan remaja — Seltzer pun merekomendasikan untuk bertanya beberapa hal ini:

• Seperti apa pola asuh orangtuanya saat kecil?

• Seberapa cocok dia dengan keluarganya?

• Apakah dia merasa dimengerti oleh orangtuanya?

• Apakah orangtuanya benar-benar peduli dan mendukungnya?

• Apakah dia diabaikan atau pernah dilecehkan secara emosional, fisik, atau seksual?

• Apakah dia terlalu dimanjakan atau dilindungi?

• Pernahkah dia mendapatkan informasi yang atau bahkan dibohongi?

• Dan apa lagi yang menurut pasangan kita mungkin telah memengaruhi perkembangannya secara negatif?

Semua pertanyaan ini dapat membantu kita memahami dengan lebih baik masalah apa pun yang mungkin kita miliki dalam memahami bagaimana pasangan kita bereaksi terhadap sebuah masalah.

"Trauma masa lalu yang tidak ditangani secara baik dan efektif bisa membawa hubungan kita saat ini menjadi berantakan," terangnya.

"Selain itu, banyak faktor lain yang mungkin berperan dalam menjadikan pasangan kita menjadi seperti sekarang ini," ujar dia.

Jadi, jika kita benar-benar tertarik untuk mempelajari perilaku pasangan kita saat ini, sebaiknya ajukan pertanyaan tentang pengalaman (buruk) di masa lalu seperti sekolah, pertemanan yang bermasalah, dan mungkin riwayat kencan.


2. Berasumsi sudah tahu apa yang dibutuhkan pasangan

Meskipun di masa pacaran kita mungkin sudah mulai sedikit tahu siapa pasangan kita sebenarnya, kita tidak boleh mengevaluasi kembali kebutuhan dan keinginannya, serta nilai-nilai dan cita-cita dasar pasangan.

"Ketika kita pertama kali jatuh cinta, kita akan menonjolkan yang positif dan menghilangkan yang negatif," kata Seltzer.

Sebenarnya sudah menjadi hal yang lumrah jika dalam sebuah hubungan romantis kita akan cukup selektif untuk memberikan informasi tentang kita.

Sebab, kita hanya ingin menunjukkan segala hal yang positif atau mungkin menjadi pasangan yang didambakan.

"Faktanya, kita semua ingin terlihat istimewa dan hal itu biasanya mendorong kita untuk menghadirkan versi diri kita yang yang lebih ideal tanpa memunculkan kesan yang buruk," ungkapnya.

"Dan begitu hal buruk muncul karena kita telah berasumsi pasangan kita itu baik-baik saja atau ideal, maka perasaan kecewa bisa muncul dan secara serius merusak realitas dalam hubungan," kata dia.

3. Menganggap pasangan akan berperilaku sama

Saat kita berpikir kita dapat memahami tindakan pasangan dengan menyamakannya dengan apa yang kita lakukan, maka kita cenderung menipu diri sendiri.

Kecuali, jika kita adalah profesional kesehatan mental yang berpengalaman atau memiliki intuisi yang luar biasa, kita mungkin dapat memahami perilaku dan reaksi pasangan kita.

Artinya, kita dapat memproyeksikan motif-motif perilakunya sejalan dengan kesukaan dan kebiasaan kita sendiri.

Namun, menurut Seltzer, banyak orang yang dengan ketidaktahuannya justru mengabaikan fakta sederhana bahwa tidak ada dua orang yang benar-benar identik atau memiliki pemikiran yang sama.

"Seperti yang telah saya tekankan dalam membahas banyak cara biologi dan biografi pasangan, kita dapat sangat berbeda dari kita sendiri," kata dia.

"Sehingga, membuat asumsi yang fasih tentang keakuratan persepsi kita dapat dengan mudah membawa sial dalam hubungan kita," ujar dia.

Itulah sebabnya banyak buku self-help yang berkaitan dengan perselisihan perkawinan menekankan perlunya melakukan verifikasi dengan pasangan kita anggapan kita tentang motif perilaku pasangan.

Bahkan jika pasangan kita tidak dapat, atau tidak mau, mengakui tujuan sebenarnya di balik perilakunya, tetap yang terbaik adalah berdiskusi dengannya tanpa bersikeras bahwa dia tidak jujur.

Selain itu, jika kita telah mengembangkan bias negatif terhadap pasangan kita, kita mungkin salah memahami apa yang dia katakan, salah menafsirkan maksudnya, dan menjadi jengkel karenanya.

"Pada akhirnya, mendapatkan kejelasan yang lebih besar tentang situasi apa pun dengan pasangan kita adalah hal yang diperlukan," saran Seltzer.

"Dan itu tidak bisa terjadi kecuali — dengan tegas dan empatik — kita tetap berpikiran terbuka dan mengundang pasangan untuk memberi kita reaksinya (yang tentunya berbeda dengan kita," imbuh dia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/03/27/200000520/3-alasan-yang-sering-bikin-salah-paham-dengan-pasangan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke