Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Benarkah Milenial dan Gen Z Lebih Lemah dari Generasi yang Lebih Tua?

KOMPAS.com - Saat ini, tak sedikit generasi milenial (lahir pada tahun 1981 hingga 1996) dan Gen Z (kelahiran 1997-2012) yang dicap malas, lebih memilih jajan kopi dibanding menabung untuk membeli rumah, dan tak mau bekerja keras.

Namun, benarkah begitu?

Dilansir dari BBC, bukti memang menunjukkan bahwa generasi yang lebih muda menunjukkan perilaku yang dianggap sebagai “kelemahan” oleh para generasi yang lebih tua.

Kendati demikian, para ahli juga meyakini bahwa para Baby Boomers (yang dilahirkan antara 1946 hingga 1964) dan Gen X (lahir antara1965 hingga 1980) mungkin terlalu keras dalam menilai generasi yang lebih muda.

Bahkan, generasi yang lebih tua ini mengukur perilaku generasi yang lebih muda dengan standar yang tak lagi berlaku.

Perilaku memandang rendah generasi lain ini juga sebenarnya telah berlangsung sejak dulu, bahkan, telah menjadi bagian dari sifat alami manusia.

“Perilaku orang dewasa yang menilai karakter mereka yang lebih muda telah terjadi sejak berabad-abad lalu,” ujar Peter O’Connor, seorang profesor manajemen di Queensland Institute of Technology, Australia.

Menurutnya, hal itu terjadi hingga saat ini, dibuktikan dengan penelitian bahwa ribuan orang Amerika meyakini “anak zaman sekarang” tak memiliki kualitas yang sama dengan generasi pendahulunya.

Namun, ia mengatakan hal itu sebenarnya bukan terjadi karena anak-anak muda benar-benar kekurangan kualitas tersebut, namun karena generasi yang lebih tua memproyeksikan dirinya saat ini pada dirinya di masa lalu.

Dengan melakukan ini, secara tak sadar, mereka akan membandingkan dirinya dengan anak muda saat ini, memberi kesan bahwa anak muda saat ini “kurang.”

Lantas, bagaimana pendapat para ahli tentang hal ini? Apakah perilaku generasi muda saat ini bisa diukur?

Dalam sebuah studi yang dilakukan pada 2010, dikatakan bahwa milenial yang lulus universitas antara tahun 2004 hingga 2008 menunjukkan perilaku ketahanan yang lebih rendah dibandingkan mereka yang lulus sebelum tahun 1987.

Penelitian lain menunjukkan bahwa bahwa neurotisisme dan kebutuhan akan pengakuan memang meningkat pada generasi muda, sementara satu studi di tahun 2012 menunjukkan bahwa remaja saat ini lebih mementingkan diri sendiri dibandingkan remaja di masa lalu.

Namun bagi banyak peneliti, standar tersebut tak berarti bahwa generasi muda lebih lemah dibanding generasi yang lebih tua.

Menurut mereka, itu hanyalah cara generasi tersebut menilai generasi yang dibentuk oleh masyarakat modern dan berfokus pada teknologi dengan beberapa dekade lalu sebagai standarnya.

“Generasi sebelumnya diajari untuk menindas, bukan mengekspresikan, tetapi untuk generasi yang lebih baru justru sebaliknya,” kata Dr Carl Nassar, seorang profesional kesehatan mental di LifeStance Health yang bekerja dengan remaja dan keluarga yang berjuang dalam perpecahan generasi.

“Hal ini menyebabkan keretakan persepsi, dengan generasi yang lebih tua melihat ekspresi ini sebagai tanda kelemahan, karena mereka diajari bahwa kerentanan adalah kelemahan dan bukan kekuatan,” ujarnya.

Nassar meyakini bahwa kiasan generasi muda yang lebih lemah mayoritas bersifat anekdot dan didasarkan pada ketidakcocokan antara bagaimana generasi yang berbeda mengekspresikan masalahnya.

“Gen X dan Boomers juga memiliki masalah, tetapi bagi mereka, menyuarakannya terasa tidak profesional,” ujar Jennifer Robison, editor senior di perusahaan analisis dan polling AS Gallup.

Nah, masalah kepemilikan properti menjadi salah satu bukti nyata dari masalah tersebut.

Boomers yang memiliki rumah mungkin tumbuh dewasa saat ekonomi tengah makmur, membuatnya dapat menabung untuk membeli rumah pertamanya.

Hal itulah yang membuat mereka mulai meyakini bahwa generasi muda yang tak dapat melakukannya lebih lemah darinya.

Namun, Boomers melupakan masalah melonjaknya harga rumah, gaji yang stagnan dan kondisi pekerjaan yang tidak aman. Semua itu membuat pembelian rumah menjadi sulit.

Lalu, generasi yang lebih tua juga kerap mengatakan bahwa Gen Z adalah generasi yang paling tertekan dan cemas akibat ketahanan yang minim.

Namun, mereka lupa bahwa Gen Z adalah generasi yang tumbuh dewasa selama pandemi global, dalam periode kesepian yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan membuat ketidakpastian ekonomi semakin tinggi.

Intinya, tantangan yang dihadapi kedua generasi ini tidak sebanding.

“Kenyataannya, Gen Z semakin dewasa menghadapi berbagai tantangan yang belum pernah dihadapi generasi lain pada tahap kehidupan yang sama, terutama pandemi Covid-19 dan tekanan media sosial,” kata Jason Dorsey, presiden Center for Generational Kinetics, sebuah firma riset generasi yang berbasis di Austin, Texas.

“Tambahkan tantangan kesehatan mental dari social distancing dan isolasi selama pandemi, tantangan pembelajaran jarak jauh dan semua elemen formatif dewasa muda lain, mudah untuk melihat bahwa generasi ini ada dalam waktu yang menantang,” tambah Dorsey.

Beda generasi, beda masalah

Intinya, setiap keyakinan dan tindakan generasi dibentuk dari masalah dan tantangan yang mereka hadapi.

Misalnya, Boomers dan Gen X tumbuh tanpa smartphone, namun keuntungannya mereka tak perlu menghadapi masalah di dunia maya.

Lalu, generasi yang lebih tua juga lebih mungkin untuk mendapatkan pekerjaan yang baik tanpa perlu menjadi lulusan S1 atau lebih, berbeda dengan generasi saat ini.

Untuk mengatasi masalah kesenjangan generasi ini, Dorsey meyakini bahwa kuncinya adalah memahami fakta dan menghapuskan mitos tentang suatu generasi.

“Itu adalah kesadaran tentang apa yang dilalui setiap generasi dan mengapa mereka seperti itu,” ujarnya.

“Cara terbaik untuk membuat generasi yang lebih tua berhenti menghina generasi yang lebih muda adalah dengan menciptakan percakapan jujur yang belum ada saat ini,” tambahnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/04/07/105259520/benarkah-milenial-dan-gen-z-lebih-lemah-dari-generasi-yang-lebih-tua

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke