Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

La Sape di Kongo Vs “BPJS” di Indonesia

LA SAPE mungkin samar di telinga masyarakat Indonesia. Apa itu La Sape? La sape adalah akronim dari bahasa Perancis La Socit des Ambianceurs et des Personnes lgantes yang artinya masyarakat yang berpakaian elegan.

Sebutan untuk sebuah komunitas di Kongo – Afrika Tengah yang begitu bangga dengan busananya.

Sapeurs (sebutan untuk anggota La sape) dalam kesehariannya mengenakan busana mewah, rancangan desainer Eropa ternama, brand asli bukan palsu (KW).

Kelompok ini pantang menggunakan barang KW. Bagi mereka menggunakan barang KW sama dengan penghinaan.

Menggunakan busana buatan desainer kenamaan Eropa adalah segalanya bagi para Sapeur.

Sekilas tidak ada yang salah dengan gaya hidup para Sapeur ini. Namun, pada kenyataannya para Sapeur ini rela tidak makan, meminjam uang, hingga mencuri demi berpakaian mewah.

Kerap kesulitan makan, hidup susah, namun membeli busana yang harganya rata-rata tiga kali lipat dari penghasilan.

Gaya hidup boros dan mahal. Padahal sebagian besar berasal dari daerah miskin dan ekonomi sulit. Para Sapeur digambarkan lebih mementingkan pakaian dari pada makan.

Keberadaan La Sape di Kongo tentunya adalah sebuah ironi. Kongo termasuk dalam daftar 10 negara termiskin di dunia. Dengan 46,5 persen (hampir setengah dari populasi) masyarakatnya hidup pada garis kemiskinan

Bagaimana dengan di Indonesia ? Di Indonesia sendiri mungkin tidak ada komunitas seperti ini. Tetapi di Indonesia ada istilah “kaum BPJS”.

BPJS yang seharusnya adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial diplesetkan menjadi “Budget Pas-pasan Jiwa Sosialita”, sebutan untuk orang dengan dana terbatas, tetapi bergaya sosialita, bergaya hidup mewah.

Pendapatan yang mestinya pas-pasan cukup untuk hidup, dipaksa digunakan untuk tampil hedon, glamor, membeli barang mewah, nongkrong di cafe-cafe mahal, dll, demi gengsi, penampilan dan dianggap sebagai kaum sosialita.

Mereka yang masuk dalam kekompok ini, rela mengurangi pemenuhan kebutuhan pokok secara extrem, “rela tidak makan demi barang mewah” dan tidak jarang juga menghalalkan segala cara. Mirip juga kan dengan para Sapeur di Kongo?

Tidak ada yang salah dengan keinginan hidup mewah, glamour, membeli barang mewah, tetapi tentunya harus diimbangi dengan kemampuan finansial.

Tanpa kemampuan finansial yang kuat, seseorang dapat terlibat dalam berbagai kesulitan apabila memaksakan diri.

Kesulitan ekonomi, terlilit hutang, bermasalah dengan orang sekitar, bahkan terlibat tindak kriminal.

Orang dalam kelompok ini biasanya juga tidak memiliki tabungan, investasi, dan cadangan dana. Semua habis hanya untuk membiayai gaya hidup. Perilaku yang jelas merugikan.

Lebih baik bergaya semampunya saja. Jangan hidup dalam kepura-puraan, pura-pura miskin atau pura-pura kaya.

*Meike Kurniawati, Dosen Psikologi UNTAR

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/04/15/094313620/la-sape-di-kongo-vs-bpjs-di-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke