Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Memahami Risiko Bunuh Diri di Kalangan Pria, Masih Jarang Disorot

American Foundation for Suicide Prevention (AFSP) menyatakan ada lebih dari 48.000 orang di Amerika Serikat meninggal karena bunuh diri pada 2018.

Data  AFSP juga mencatat bahwa pria 3,56 kali lebih mungkin meninggal karena bunuh diri daripada wanita tahun itu.

Sedangkan data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada 2015 menjadikan bunuh diri sebagai penyebab utama kematian ke-7 untuk pria Amerika.

Penelitian juga membuktikan, wanita lebih sering mencoba bunuh diri namun pria lebih banyak yang akhirnya mati bunuh diri dengan memilih cara yang lebih fatal.

Dikutip dari Very Well Mind, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bunuh diri mewakili setengah dari semua kematian akibat kekerasan laki-laki di seluruh dunia.

Pemicu risiko bunuh diri pada kaum pria

Upaya bunuh diri bisa dipicu oleh berbagai alasan, baik dilatarbelakangi kasus kesehatan mental yang parah maupun kondisi kehidupan yang dialaminya.

Faktor risiko yang paling umum terjadi pada pria antara lain:

  • Menjadi korban bullying di sekolah, kampus, atau tempat kerja
  • Perceraian atau hubungan pribadi yang gagal
  • Riwayat kekerasan fisik dan seksual
  • Menjalani hukuman penjara
  • Kehilangan orang yang dicintai karena trauma atau penyakit
  • Penyakit mental, terutama jika ini terkait dengan depresi dan penyakit atau kondisi yang menyakitkan atau melemahkan
  • Tidak mampu membentuk atau mempertahankan hubungan
  • Isolasi sosial atau hidup sendiri
  • Pengangguran
  • Menggunakan obat-obatan dan/atau alkohol untuk membantu mengatasi emosi, hubungan, tekanan pekerjaan, atau masalah lainnya

Pada pria yang lebih tua, bunuh diri seringkali dipicu oleh depresi, rasa sakit atau penyakit fisik, hidup sendiri, dan perasaan putus asa serta rasa bersalah.

Pria lebih memilih cara penuh kekerasan yang lebih mematikan seperti senjata api, gantung diri, melompat, menabrakkan diri ke kendaraan bergerak, penggunaan benda tajam, atau sesak napas.

Faktor sosial yang berpengaruh

Tingginya kasus bunuh diri pada pria juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor sosial yang berlaku di masyarakat.

Misalnya tradisi jika pria diharuskan lebih tegar, tidak perlu meminta bantuan orang lain sehingga menghambat diri mereka mengekspresikan emosi dan beban perasaannya.

Mereka dilarang bersedih, apalagi bersikap lemah atau menangis, apapun kondisi yang dihadapi.

Norma gender yang kaku itu kemudian menyulitkan pria ketika ingin meminta pertolongan ketika merasa kesulitan, depresi dll.

Kaum Adam juga cenderung kurang terbuka pada dokternya, ketika melakukannya, sering digambarkan dalam hal memiliki masalah di tempat kerja atau dalam hubungan.

Pria juga cenderung menggambarkan perasaan mereka sebagai "stres" belaka daripada kesedihan atau keputusasaan.

Kondisi yang membuat risiko bunuh diri pria makin tinggi juga kebiasaan mereka untuk tidak mencari bantuan soal masalah emosional.

Penelitian menunjukkan, depresi lebih jarang didiagnosis pada pria karena kecenderungan untuk menyangkal penyakit, gejala pemantauan diri, dan pengobatan sendiri.

Maka dari itu, kepedulian ini perlu lebih ditingkatkan dengan saling memberikan perhatian, apapun jenis kelaminnya.

Baik pria maupun wanita, sama-sama berhak mengekspresikan emosinya agar lebih sehat fisik dan mentalnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/05/10/100337320/memahami-risiko-bunuh-diri-di-kalangan-pria-masih-jarang-disorot

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke