Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Space Viral Jaemin-Renjun Bawa-bawa Kapolda, Ini Tanggapan Sosiolog...

KOMPAS.com – Akun Twitter @Berflowerrr ramai dibahas di jagat Twitter usai rekaman space-nya yang membawa-bawa Partai Golkar dan kapolda viral.

Hal itu terjadi ketika akun tersebut mengancam pengguna Twitter lainnya bernama Safa yang diduga menghina dua member NCT Dream, Renjun dan Jaemin.

Akun Berflowerrr yang tidak terima idolanya dihina lantas mengancam memperkarakan Safa ke meja hijau.

Tidak berhenti sampai di situ, orang di balik akun tersebut juga mengancam menurunkan pangkat ayah Safa yang merupakan polisi lewat relasi calon suaminya dengan kapolda.

“Safa, saya ini perwakilan Na Jae Min dan Hwang Renjun. Saya sudah panggil advokat saya untuk bawa kasus ini ke meja hijau. Jadi, kamu jangan macem-macem,” ujarnya.

“Kamu lupa ya? Dosen saya ini kader Golkar. Hati-hati nak nanti papahmu bisa diturunin pangkatnya. Calon suami saya, juga kakaknya polisi. Dia kapolda.”

Sosiolog ikut buka suara soal space Twitter Safa

Perseteruan tersebut rupanya mengundang banyak perhatian dari pengguna Twitter lainnya.

Kata kunci "Safa" bahkan menduduki trending topic di Twitter selama dua hari berturut-turut.

Selain itu, viralnya rekaman Space Twitter Safa tersebut juga membuat banyak orang geleng-geleng kepala, khususnya soal ancaman yang disampaikan.

Sampai-sampai, sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono, merespons ucapan akun @Berlflowerrr yang membawa-bawa Partai Golkar dan kapolda.

Saat dihubungi Kompas.com, Jumat (20/5/2022), ia mengatakan, kejadian itu merupakan gambaran ketimpangan besar dalam masyarakat.

“Dalam artian tidak sekadar ketimpangan ekonomi tapi juga ketimpangan kuasa,” ujar Drajat.

Drajat mengibaratkan ucapan yang menyeret pihak besar dan punya pengaruh untuk “mengintimidasi” itu layaknya hubungan patron-klien ketika zaman feodal.

Hubungan itu merupakan relasi antara kelompok yang memiliki kuasa (patron) dan kelompok yang menjadi bawahan atau pesuruh (klien).

“Sehingga untuk memengaruhi orang-orang yang tidak berkuasa, itu akan digunakan namanya, terutama nama patron atau nama orang tuanya,” jelas Drajat.

“Nama-nama itu dipakai untuk mempengaruhi orang lain dengan maksud untuk menunjukkan bahwa saya adalah bagian dari kelompok, penguasa, dan rezim ini.”

“Ini memang relasi kultur masyarakat yang punya ketimpangan dalam kuasa dan kehormatan pada sekelompok orang tertentu.”

“Dan dimanfaatkan dalam relasi-relasi patron-klien itu untuk mengatur yang lain,” sambungnya.

Apalagi kehidupan manusia di zaman modern sudah berbasis hukum. Jadi, siapa pun yang tidak patuh tentu akan dijerat hukum.

“Kalau sekarang ‘kan bekingan-bekingan itu (harusnya) tidak ada. Walaupun hierarki tetap ada, tapi tidak digunakan dalam relasi pengaruh patron-klien,” ujarnya.

Kalau pun kejadian serupa masih terulang, ia menyebut masalah ini masih dipengaruhi ketimpangan kuasa, kehormatan, dan ekonomi dalam masyarakat.

“Biasanya memang yang punya kuasa besar adalah pejabat tinggi pemerintah, orang yang kaya, yang sangat berpengaruh, atau juga yang besar, dan yang ditakuti oleh banyak orang itu,” pungkasnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/05/20/174403820/space-viral-jaemin-renjun-bawa-bawa-kapolda-ini-tanggapan-sosiolog

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke