Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penyebab Kekerasan Psikis pada Anak, Benarkah Karena Relasi Kuasa?

Oleh: Nika Halida Hashina dan Ristiana D. Putri

KOMPAS.com - Hampir setiap hari kita jumpai kasus-kasus kekerasan yang dilakukan orangtua kepada anaknya. Kekerasan sendiri memiliki dua bentuk, yaitu fisik dan psikis.

Salah satu psikolog dari Lawrence Lovell mengatakan kekerasan emosional ditandai dengan kondisi ketika seseorang berperilaku atau mengutarakan kata-kata yang konsisten bertujuan merusak harga diri orang lain dan memengaruhi kesehatan mental mereka.

Sayangnya, hal ini sering terjadi pada pola pengasuhan orangtua yang buruk. Padahal, dampak perilaku ini sangat negatif untuk perkembangan anak di masa depan.

Gangguan mental yang bisa timbul di antaranya rasa malu, putus asa, merasa tidak berharga, takut, marah, bingung, cemas, hilangnya rasa kepercayaan, sulit mengendalikan emosi, dan masih banyak lagi.

Pola pengasuhan yang salah dapat disimak melalui drama audio siniar Obrolan Meja Makan “Aku Dianggap Parasit Pt. 2” yang menceritakan kekerasan emosional ayah yang hanya bangga kepada anaknya saat mereka berprestasi.

Untuk memperbaiki atau menghindari kekerasan emosional, kita perlu mengetahui tanda-tandanya.

Tanda-tanda Kekerasan Psikis Pada Anak

Sering kali, tanpa disadari orangtua menggunakan kuasanya sebagai “orang dewasa” untuk memaksa anak. Ketidakseimbangan kekuatan ini secara emosional dapat membuat anak merasa kecil, tidak didengar, bahkan tidak disayangi.

Memori yang tertanam dalam diri anak mengenai masa kecilnya akan hancur. Hal ini jelas akan membuat inner child mereka mengalami trauma berkepanjangan.

Untuk menghindarinya, berikut adalah lima tanda kekerasan emosional dalam hubungan orangtua-anak menurut para ahli.

1. Merasa Emosi Anak Tidak Valid

Penyampaian emosi yang hanya berjalan satu arah ini sangat fatal. Terkadang orangtua merasa bahwa mereka melakukan yang terbaik untuk membentuk pribadi anak, namun mereka luput memerhatikan perasaannya.

Misalnya saja ketika orangtua mengkritik anak dengan cukup keras, ia akan mulai menangis. Akan tetapi, orangtua malah menganggapnya berlebihan. Jika berlangsung terus, anak akan sangsi dengan emosinya sendiri. Ia juga akan sulit untuk mengerti cara mengontrol emosi.

Penyepelean pendapat seperti berkata, “Ah, anak kecil tahu apa sih,” juga sebaiknya dihindari. Mungkin anak kecil belum mengenal konsep harga diri, tapi di lubuk hatinya ia merasakan itu.

Jika orangtuanya sendiri yang melakukan ini, anak akan mulai berpikir untuk menarik diri sejauh mungkin dari mereka dan menjadi lebih tertutup.

2. Orangtua Sering Merendahkan Anak

Terdapat orangtua yang secara tega menghina anak berulang kali. Padahal, pengucapan kata-kata menyakitkan akan membuat anak mempertanyakan eksistensi dirinya.

Contoh kalimat kasar membandingkan, seperti "Kayak dia dong, selalu peringkat lima besar. Kamu males banget sih." atau bahkan “Kamu nggak berguna banget, sih, jadi anak.” justru tidak akan mengubah mereka menjadi lebih baik. Hal itu hanya membuat anak mengingat sosok orangtua sebagai orang jahat.

3. Orangtua Manipulatif Secara Emosional

Orangtua tanpa sadar sering menggunakan jurus, “Kamu nggak sayang mamah/papah lagi, ya?” ketika anaknya tidak mau menuruti perkataannya. Tumbuh dengan pertanyaan ini hanya akan membuat anak merasa hidupnya didominasi dan dikendalikan oleh orangtua.

Berdasarkan penelitian, anak-anak dengan pola asuh emosional yang manipulatif ini biasanya akan dihukum jika mereka menunjukkan kemandirian emosional. Hal ini disebabkan karena orangtua mereka tidak menyukai jika sang anak berani mengambil keputusan sendiri.

4. Orangtua Memiliki Harapan yang Tidak Pantas Pada Anak

Sering kali anak dijadikan wadah balas dendam mengenai impian masa muda orangtua yang belum bisa terwujud. Misalnya seperti orangtua yang mengikutsertakan anak ke berbagai tempat les dengan dalih agar anak menguasai banyak hal. Padahal, belum tentu ia menikmati itu.

Hal ini nyatanya riskan menyakiti anak, seperti kelelahan fisik maupun mental. Mereka mengharapkan anak-anak memikul tanggung jawab atas realitas emosional dan keadaan kehidupan orang dewasa.

5. Orangtua Tidak Meminta Maaf

Orangtua yang kasar secara emosional, biasanya selalu menganggap dirinya benar sehingga sering menolak untuk meminta maaf atau mengakui kesalahannya. Namun, saat kata maaf sudah terucap pun, mereka tidak mengubah perilaku mereka.

Dengarkan lebih lanjut audio drama seputar pola pengasuhan yang salah dalam siniar Obrolan Meja Makan bertajuk “Aku Dianggap Parasit Pt. 2”. Di sana, orangtua dapat melihat dari sudut pandang anak yang terkena dampak kekerasan emosional.

Ikuti terus kisah atau pengetahuan seputar parenting lainnya hanya melalui siniar Obrolan Meja Makan di Spotify!

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/05/26/135417020/penyebab-kekerasan-psikis-pada-anak-benarkah-karena-relasi-kuasa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke