Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Batasi Konsumsi Garam dengan MSG, Apakah Bisa?

KOMPAS.com - Garam biasa digunakan sebagai penyedap masakan. Komposisinya terdiri dari 60 persen klorida dan 40 persen natrium.

Garam yang kita konsumsinya membantu mengendurkan dan mengontraksikan otot, membantu impuls saraf, dan menyeimbangkan mineral serta cairan di dalam tubuh.

Tentu, manfaat konsumsi garam dapat kita rasakan ketika dikonsumsi dengan takaran yang tepat. Tapi masalahnya, hal ini menjadi kebiasaan sulit yang kita terapkan. Sebab, hampir semua makanan olahan mengandung garam.

Seperti dilansir WebMD, Selasa (31/5/2022), kelebihan konsumsi garam dapat mengganggu kesehatan tubuh. Seperti tekanan darah tinggi, obesitas, tubuh membengkak, rasa haus yang intens, meningkatkan risiko kanker perut dan penyakit jantung.

Mengingat risiko kesehatan jika berlebihan mengonsumsinya. Penting bagi kita untuk memerhatikan asupan nutrisi sehat dengan bijak membatasi konsumsi garam.

Batasi konsumsi garam dan mengganti dengan MSG

Berdasarkan data dari Kemenkes.go.id, 22 persen masyarakat Indonesia mengalami obesitas.

Selain asupan gula dan lemak, membatasi asupan garam juga dapat berkontribusi dalam meminimalisir risiko tersebut.

Produsen penyedap masakan, PT Ajinomoto Indonesia menginisiasi kampanye bijak garam yang menjadi langkah untuk mengurangi asupan garam dalam kehidupan sehari-hari.

Caranya adalah dengan mengurangi takaran garam saat mengolah makanan, kemudian menambahkan monosodium glutamat (MSG) tanpa membuat rasa masakan menjadi hambar.

"Apa yang terjadi kalau kita mengurangi garam ke dalam makanan? Ya, makanan akan terasa hambar."

"Tapi, kalau kita menambahkan MSG, penggunaan garam bisa dikurangi dan rasa masakan jadi tetap enak."

Demikian papar Grant Senjaya, Head of Public Relations PT Ajinomoto Indonesia, di Cianjur, Jawa Barat, Senin (31/5/2022).

Mengurangi konsumsi garam dapat dilakukan dengan menambahkan MSG ke dalam masakan. Misalnya, dalam satu resep dibutuhkan dua sendok teh garam. Kemudian penggunaan garam itu bisa dikurangi dengan satu sendok teh saja.

Kemudian penambahan MSG bisa diberikan sesuai takaran yang dibutuhkan. Seperti memasukkan setengah sendok teh MSG ke dalam masakan.

Dengan cara seperti ini, kita dapat mengurangi konsumsi garam tanpa membuat rasa masakan berubah dan tetap terasa lezat jika dikonsumsi.

"Konsumsi bijak garam ini paling tidak bisa mengurangi asupan sodium atau garam sekitar 30 persen yang masuk ke dalam tubuh," lanjut Grant.

Untuk diketahui, produsen penyedap rasa tersebut telah bekerja sama dengan pakar kesehatan termasuk dokter dan ahli lainnya untuk mengkaji bagaimana mengurangi asupan garam dengan penambahan MSG agar tetap sehat.

Pandangan masyarakat terhadap MSG atau biasa disebut micin masih diselimuti oleh stigma negatif.

Melansir Healthline, Selasa (31/5/2022) reputasi buruk MSG terjadi pada tahun 1960-an ketika dokter berdarah China - Amerika Serikat, menulis di surat kabar kepada New England Journal of Medicine dan menjelaskan dia jatuh sakit setelah mengonsumsi chinese food.

Dia menulis bahwa gejalanya diakibatkan oleh konsumsi alkohol, natrium atau MSG. Ini memicu sejumlah informasi yang salah tentang MSG, yang kemudian berdampak pada kebiasaan orang-orang dalam penggunaannya.

Kemudian beberapa penelitian kecil mendukung reputasi buruk MSG yang menyatakan bahwa kandungan MSG bersifat aditif dan beracun.

Padahal, penelitian tersebut tidak disertai bukti yang valid, karena diketahui tidak adanya kelompok kontrol yang memadai, ukuran sampel yang kecil, kelemahan metodologis, akurasi dosis, hingga tidak ada relevansi dengan asupan makanan oral atau disuntikkan ke dalam tubuh.

Dalam kunjungan Ajimonomoto Indonesia di The Learning Farm (TLF), Cianjur, Jawa Barat, Grant Senjaya menambahkan, ada salah satu stigma yang menyebut bahwa MSG bisa menyebabkan kematian.

Disebutkan bahwa salah satu penelitian itu dilakukan pada obyek berupa tikus, kemudian MSG langsung membuat si tikus itu mati. Padahal faktanya tidak seperti itu.

"Dari penelitian itu, ada suatu hal yang tidak relevan yang terjadi pada tikus itu. Dia (si peneliti) menyuntikkan micin yang dicampur dengan air dan langsung disuntikkan ke otak tikus."

"Takaran itu tidak wajar dan jauh melebihi apa yang kita makan sehari-hari. Intinya micin tidak berbahaya dan semua mitos yang beredar di masyarakat, itu tidak benar karena MSG ada penelitian bahwa aman dikonsumsi," sambung Grant.

Otoritas kesehatan seperti FAO/WHO, Comitee on Food Additivies (JECFA), Food and Drug Administration (FDA) dan European Food Safety Association (EFSA) bahkan menganggap MSG secara umum diakui sebagai bumbu masakan yang aman dikonsumsi.

Di Indonesia sendiri, batas penggunaan MSG dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang diatur dalam peraturan Kepala BPOM RI N0. 23 Tahun 2013 mengenai batas maksimum penggunaan bahan tambahan penguat rasa.

Pada keseluruhan peraturan tersebut dinyatakan bahwa tidak ada batas aman accectable daily intakes (ADI) yang spesifik atas penggunaan asam glutamat, Mononatrium L-Glutamat maupun Monokalium L-Glutamat.

Manfaat MSG

MSG adalah penambah rasa yang berasal dari asam L-glutamat. Secara alami kandungan ini banyak terdapat pada makanan dan terbuat dari tetesan tebu serta molase.

MSG juga memiliki rasa khusus yang dikenal sebagai umami, rasa dasar kelima selain manis, asam, asin dan pahit.

MSG dapat dijadikan sebagai penambah rasa karena umaminya. Efek tersebut dapat menginduksi sekresi saliva (air liur) yang dapat meningkatkan rasa makanan.

Penelitian menunjukkan bahwa zat umami dapat menurunkan keinginan untuk mengasinkan makanan.

Dalam hal ini, fakta membuktikan mengganti garam dengan MSG dapat mengurangi asupan natrium tanpa mengorbankan rasa masakan dengan takaran yang tepat.

Berdasarkan data dari Healthline, takaran MSG yang dapat diterima tubuh adalah 30 mg per kilogram (berat badan manusia).

Akan tetapi, sebenarnya tubuh dapat merasakan ketika MSG itu dirasa terlalu berlebihan.

"Menurut pakar-pakar kesehatan setelah kami melakukan webinar. Takaran MSG yang aman itu secukupnya saja. Masing-masing dari kita memiliki taste tersendiri," sambung Grant.

"Ketika lidah merasakan kalau masakan kelebihan MSG, maka rasanya akan cenderung tidak enak dan terasa getir," pungkas dia.

 

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/05/31/124248620/batasi-konsumsi-garam-dengan-msg-apakah-bisa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke