Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cara Sikapi Turbulensi di Pesawat Agar Tak Picu Trauma

KOMPAS.com - Video yang menampilkan detik-detik pesawat Garuda Indonesia mengalami turbulensi viral di media sosial, pada Selasa (31/5/2022).

Dalam video itu, terdengar teriakan histeris para penumpang. Suasana di kabin pesawat pun terasa menjadi menegangkan, karena kursi penumpang berguncang hebat.

Setelah dikonfirmasi Kompas.com, peristiwa itu ternyata terjadi saat pesawat hendak mendarat di Palu, Sulawesi Tengah.

Kendati demikian, pesawat yang berangkat dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar itu mendarat dengan selamat.

Trauma naik pesawat karena mengalami turbulensi

Turbulensi merupakan kondisi ketika kecepatan aliran udara berubah drastis dan membuat pesawat terguncang.

Intensitas guncangannya bisa berbeda-beda tergantung faktor eksternal dan cuaca. Pada dasarnya kondisi ini tergolong normal ketika kita naik transportasi udara.

Menurut laporan dari jurnal Research in Transportation Economics, perjalanan udara cenderung lebih aman dalam hal risiko kematian dibandingkan moda transportasi lainnya, seperti kapal feri, mobil, kereta api, kereta bawah tanah, dan bus.

Bagi kebanyakan orang yang takut naik pesawat, beberapa faktor penyebabnya antara lain mendengar berita kecelakaan pesawat, trauma lepas landas, trauma saat landing dan pernah mengalami turbulensi.

Tak jarang hal itu pun membuat penumpang merasa cemas serta takut dalam penerbangan dan kerap disebut aviophobia.

Bicara soal cara menyikapi turbulensi, sebenarnya tak ada yang bisa kita lakukan selain berdoa dan berpasrah kepada Tuhan.

Akan tetapi, kita bisa menyikapi turbulensi dengan bijak untuk mengurangi kecemasan yang dialami.

Pengalaman sejumlah orang berikut ini dalam menghadapi turbulensi mungkin bisa membantu kita merasa lebih tenang ketika kejadian itu dialami.

Seperti Ashwin Fernandes, seorang direktur perusahaan regional yang sering bepergian setidaknya 200 penerbangan setiap tahun ke berbagai negara untuk urusan bisnis.

Turbulensi baginya tidak menjadi suatu hal yang menakutkan. Sampai dia merasakan pengalaman terbang terburuk pada 2013 yang membuatnya trauma naik pesawat.

"Kami berada di atas Teluk Benggala selama musim hujan dan pesawat mulai bergetar hebat dan kemudian jatuh tiba-tiba," kenang dia.

"Saya tidak tahu harus berbuat apa, kecuali bertanya-tanya seberapa buruk keadaannya dan kapan itu akan berakhir."

Sejak saat itu, dia mencoba melawan rasa takut naik pesawat dengan mengambil penerbangan di siang hari jika memungkinkan.

Konon, penerbangan di malam hari bisa memicu kecemasan karena kita berada dalam kondisi lelah setelah beraktivitas.

Selain itu, ada seorang perempuan bernama Ashley Nicholls yang sering terbang ke banyak tempat untuk urusan bisnis juga.

Dia mengatakan, ketika turbulensi dia mengalihkan pikirannya dengan matematika.

"Saya memulai berhitung pengurangan 3 dari angka 100. Pada saat saya mencapai 1, turbulensi sudah selesai. Jika tidak, saya mulai dari awal," kata dia.

Lalu Adam Bluestein, seorang jurnalis lepas yang juga sering naik pesawat saat bertugas.

Adam pernah merasakan turbulensi ketika pesawat berada di atas ketinggian 100 kaki di atas permukaan laut.

Kala itu, lengannya terangkat ketika pesawat tiba-tiba turun dengan cepat sampai pesawat kembali stabil.

Dia punya cara khusus mengalihkan kekhawatirannya saat cuaca buruk atau turbulensi dengan menulis ulang naskah berita di pikirannya.

Selain itu, dia juga berusaha untuk berdoa dan membawa seperangkat alat spiritual sesuai agama yang dianut selama penerbangan.

Menurut dia, ini adalah cara terbaik mengusir kecemasan dalam pikiran saat menghadapi situasi buruk saat naik pesawat.

Kebiasaan itu membuatnya lebih tenang dalam menghadapi penerbangan yang memicunya merasa cemas.

"Sekarang saya naik pesawat dengan pikiran tenang. Saya mengamati apa yang terjadi, tapi saya tidak bereaksi."

"Ketika sayap pesawat mulai menekuk, saya tahu itulah yang seharusnya dilakukan penumpang," sambung Adam.


Tips dari psikolog menyikapi turbulensi

Dr Martin N. Seif, seorang psikolog yang berbasis di New York dan Connecticut, AS memberikan sejumlah tips menghadapi situasi turbulensi.

Dia mengatakan, ada tiga hal yang bisa kita lakukan, yaitu mengharapkan, terima dan izinkan. Tiga kata itu mengacu pada pola pikir kita ketika dalam situasi sulit.

Saat mengalami turbulensi, Dr. Seif menyarankan untuk mengubah pola pikir "bagaimana jika" dengan "apa adanya".

"Kecemasan didorong oleh pikiran soal kecelakaan dan dipertahankan oleh upaya untuk menghindarinya," kata dia seperti dilansir Nytimes, Kamis (2/6/2022).

Dalam hal ini, kita perlu menyingkirkan pikiran yang mengganggu dan tidak diinginkan untuk terjadi.

"Dengan kata lain, turbulensi adalah peristiwa biasa dan harus diterima dan tidak ditakuti. Belajar untuk mengikuti arus." tandas dia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/06/02/123831120/cara-sikapi-turbulensi-di-pesawat-agar-tak-picu-trauma

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke