Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kenapa Orang Enggan Meminta Maaf?

Dengan meminta maaf, kita bisa mendapatkan pengampunan, menyelesaikan konflik, serta menjaga hubungan dengan orang lain.

Memang sejak kecil kita sudah diajarkan orangtua untuk berani meminta maaf saat melakukan kesalahan. Namun nyatanya, mengucapkan maaf sangat sulit bagi sebagian orang.

Ada banyak orang yang merasa enggan meminta maaf, padahal merekalah yang melakukan kesalahan.

Lantas, apa yang membuat orang-orang tidak mau meminta maaf?

Hal ini dijelaskan dalam studi terbaru yang digarap Joshua R. Guilfoyle dan tim di York University.

Dalam studi tersebut, orang yang tidak mau meminta maaf dinilai memiliki kebutuhan akan kekuasaan.

Mereka tidak menyukai gagasan, ada orang lain yang membuat keputusan, bukan mereka.

Hubungan antara haus kekuasaan dan tidak mau meminta maaf

Menurut Guilfoyle dan rekan penelitinya, orang-orang yang senang berkuasa berusaha memenuhi penghargaan dan mencapai tujuan mereka.

Pola ini disebut sistem pendekatan perilaku atau behavioral approach system (BAS).

Ketika seseorang menerapkan BAS, mereka berfokus pada diri mereka untuk memimpin dan terlibat dalam cara tanpa hambatan demi mencapai tujuan.

Sementara itu, orang-orang yang tidak berdaya akan berupaya menghindari apa pun yang membuat mereka terancam dan menjadi korban.

Orang-orang tanpa kekuasaan atau power ini menerapkan sistem penghambatan perilaku atau behavioral inhibition system (BIS), yakni membaca sinyal yang dikirimkan orang lain secara terus-menerus.

Guilfolye beserta tim peneliti mengatakan, ada atau tidaknya kekuatan akan mengaktifkan BAS atau BIS pada seseorang, dan memusatkan perhatian pada diri sendiri atau orang lain.

Individu dengan orientasi BAS cenderung tidak memerhatikan korbannya daripada diri mereka, sehingga mereka tidak sadar jika sudah menyakiti orang lain.

Mereka memiliki keinginan tinggi yang berfokus pada diri sendiri untuk menghindari ancaman terkait permintaan maaf.

Para peneliti dari York University juga menyebutkan istilah non-apology atau pernyataan dalam bentuk permintaan maaf tanpa penyesalan atau pengakuan kesalahan.

Istilah ini menggambarkan "pelanggar" atau pembuat kesalahan ingin melindungi citra mereka dengan tampak tidak bersalah, atau mencari cara untuk melimpahkan kesalahan kepada orang lain.

Mereka yang memiliki kekuasaan tinggi harus menghindari kesalahan langsung sehingga mereka bisa memertahankan citra diri mereka sebagai "orang suci".

Meminta maaf vs non-apology

Guilfoyle dan rekan peneliti menguji hipotesis bahwa individu dengan orientasi BAS kurang termotivasi untuk meminta maaf secara tulus.

Sebaliknya, mereka akan menggunakan pendekatan non-apology jika sudah melakukan kesalahan.

Tim peneliti membandingkan pola permintaan maaf antara peserta yang diminta menggunakan salah satu dari dua pendekatan: merasa memiliki kekuasaan (BAS) atau merasa orang lain memegang kendali atas mereka (BIS).

Sebanyak 128 peserta yang dilibatkan merupakan mahasiswa, dengan rata-rata usia 20 tahun.

Dalam pendekatan BAS, peserta diinstruksikan untuk memikirkan situasi di mana mereka memiliki kendali atas orang lain.

Kemudian pada pendekatan BIS, pihak yang memegang kendali diubah (bukan peserta), sehingga peserta mengingat saat mereka menerima perlakuan dikendalikan orang lain.

Berikutnya, setiap peserta membaca skenario di mana mereka diminta membayangkan posisi sebagai pelanggar (orientasi BAS).

Dalam sebuah pesta, mereka meninggalkan teman kencan untuk bermesraan dan menari dengan orang lain.

Pasangannya yang melihat perilaku tersebut mengusir mereka pergi.

Dari situ, peserta menilai diri mereka terkait kemungkinan untuk meminta maaf pada pasangan dengan poin-poin seperti mengakui tindakan, menyesal, mengaku bertanggung jawab, dan mengucapkan maaf.

Sedangkan, poin-poin yang mendeskripsikan respons non-apology termasuk kemungkinan menjadi defensif, membuat alasan, dan menyalahkan korban.

Sesuai dengan prediksi peneliti, individu yang merasa memiliki kekuatan cenderung tidak meminta maaf dibandingkan individu yang mengingat situasi saat orang lain berkuasa atas mereka.

Eksperimen yang juga dilaporkan peneliti di York University menggunakan paradigma serupa, yaitu menyelidiki efek tambahan dari individu yang berfokus terhadap orang lain.

Ditemukan, individu dengan kekuasaan tinggi akan berfokus pada diri sendiri dan lebih mungkin menggunakan pendekatan non-apology ketimbang meminta maaf.

Hasil tersebut dibandingkan dengan individu yang merasa tidak memiliki kekuasaan atau beriorientasi BIS.

Kembali ke contoh di awal yang menggambarkan seseorang mengganti konsep pesta tanpa meminta maaf kepada kita, bisa dipahami tindakan orang itu merupakan upaya untuk mendapatkan kekuatan.

Tetapi kita tidak perlu menggunakan pendekatan BIS yang membuat kita merasa terancam. Sebab, tindakan orang tersebut tidak ada hubungannya dengan perilaku kita.

Dengan berpegang teguh pada pendirian kita dalam situasi itu, kita bisa melihat betapa pentingnya meminta maaf secara tulus ketika kita salah.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/06/14/065125120/kenapa-orang-enggan-meminta-maaf

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke