Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Endometriosis, Penyakit yang Picu Risiko Stroke pada Wanita

KOMPAS.com - Penyakit endometriosis menjadi masalah reproduksi yang ditandai dengan kondisi mirip nyeri haid bagi perempuan. 

Sekitar 10 persen perempuan pada usia reproduksi matang berisiko menderita penyakit yang satu ini.

Bahkan dalam studi terbaru yang diterbitkan oleh Jurnal American Stroke Association, perempuan yang mengidap endometriosis memiliki risiko mengalami stroke.

Lantas apa itu endometriosis?

Dikutip dari laman Medical News Today, endometriosis adalah gangguan pada jaringan yang melapisi bagian dalam rahim, tumbuh di luar rahim.

Gangguannya sering melibatkan ovarium, saluran tuba dan jaringan yang melapisi bagian panggul.

Penyakit ini membuat jaringan mirip endometrium bertindak seperti jaringan yang menebal dan mengakibatkan "pendarahan" setiap kali siklus menstruasi.

Ketika itu terjadi, maka jaringan itu seolah terjebak dan terperangkap di dalam tubuh. Sehingga pengangkatan melalui operasi menjadi salah satu cara memulihkannya.

Meski penyebabnya belum banyak diketahui, namun faktor genetik, sistem kekebalan tubuh, sel endometrium yang menyebar diduga menjadi penyebab utama.

Akibat pertumbuhannya yang abnormal, endometriosis telah dikaitkan dengan beberapa gangguan penyakit lain yang tak cuma nyeri. 

Pada penelitian sebelumnya di tahun 2016, para peneliti telah menemukan endometriosis dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner.

"Penelitian sebelumnya dari tim kami mengamati hubungan antara endometriosis dan peningkatan risiko hipertensi, kolesterol tinggi dan infark miokard."

Demikian kata Leslie Farland, Sc.D., seorang asisten profesor epidemiologi dan biostatistik dari University of Arizona.

Kemudian yang terbaru, kata peneliti, ada keterkaitan antara endometriosis dan risiko stroke.

Para peneliti telah merancang studi mereka dengan berbagai model penelitian untuk menemukan keterkaitan antara endometriosis dengan risiko lainnya. 

Salah satunya melihat respons dari pasien yang dirawat di Nurses' Health Study II (NHSII) pada 116.429 peserta perempuan yang berusia 25-42 tahun pada 1989.

Para peserta kemudian dikirimi kuesioner setiap dua tahun sampai tahun 2017 yang kemudian diberi pertanyaan tentang penyakit itu dan faktor risikonya.

Selanjutnya, peneliti mengecualikan peserta NHSII yang memiliki riwayat stroke, infark miokard, kanker atau pencangkokan bypass arteri koroner sebelum Jumi 1989.

Dari 112.056 peserta, 5.244 di antaranya menderita endometriosis. Lalu ada 893 kasus stroke selama 28 tahun penelitan berlangsung.

Para peneliti lalu menggunakan metode yang disesuaikan dengan kemungkinan faktor risiko stroke, termasuk konsumsi alkohol, pola dan siklus menstruasi dan aktivitas fisik.

Beberapa faktor risiko stroke lainnya juga ditinjau, seperti tekanan darah tinggi, menjalani prosedur histerektomi (pengangkatan rahim) hingga terapi hormon pascamenopause.

Hasil penelitian menyebutkan, perempuan dengan riwayat endometriosis memiliki risiko 34 persen terkena stroke dibandingkan perempuan tanpa riwayat penyakit tersebut.

Para peneliti juga menemukan hubungan antara endometriosis dan peningkatan risiko stroke sebagian disebabkan oleh kejadian histerektomi atau ooforektomi (pengangkatan ovarium).

"Kami dapat menghitung bahwa sekitar 40 persen dari itu bisa disebabkan oleh prevalensi pengangkatan rahim."

"Akan tetapi pasti akan ada faktor lain yang menyertainya."

Begitu kata Stacey Missmer, Sc.D, seorang profesor kebidanan, ginekologi dan biologi reproduksi di Michigan State University College of Human Medicine.

Di sisi lain, Dr. Ken Sinervo, direktur medis untuk Pusat Perawatan Endometriosis di Atlanta mengatakan, penyakit endometriosis sebenarnya masih bisa dievaluasi kembali untuk mencegah terjadinya stroke.

Misalnya dengan perbaikan gaya hidup, pengaturan siklus menstruasi melalui sejumlah terapi, sampai tindakan mengatasi endometriosis.

"Penyakit ini terlalu sering dikelola dengan buruk akibat pengangkatan rahim, yang mungkin tidak begitu diperlukan dalam banyak kasus," kata dia.

"Hasilnya adalah peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, yang sebenarnya dapat dihindari dengan metodel lain."

"Seperti Eksisi Laparoskopi yang tepat," ungkap Dr. Sinervo.

Prosedur eksisi laparoskopi mengacu pada prosedur di mana seorang ahli bedah membuat sayatan kecil di perut bagian bawah pasien.

Melalui itu, ahli bedah akan memasukkan kamera untuk mencari lesi endometriosis yang akan diangkat menggunakan laparoskop.

"Penelitian ini membangun hubungan antara tindakan dan risiko tertentu."

"Perempuan harus lebih sadar bahwa mungkin ada dampak lain dari operasi dan dokter juga perlu menyadarinya," papar Prof. Missmer.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/07/25/080000520/mengenal-endometriosis-penyakit-yang-picu-risiko-stroke-pada-wanita

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke