Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita Wanita Berhenti Diet Ketat, Hasilnya Mengejutkan

Namun, segala sesuatu yang dilakukan secara berlebihan bisa memberikan dampak negatif. Begitu juga dengan diet sehat.

Hal ini dialami oleh seorang wanita bernama Rachel Hosie. Dia membagikan pengalaman masa lalunya sebagai penganut diet ketat.

"Sejak remaja, saya sudah tertarik dengan nutrisi. Saya selalu mencoba makan sehat dan mengikuti berbagai diet, dari sup kubis hingga diet 5:2," jelas Hosie, seperti dikutip laman Insider.

Keinginan Hosie untuk mengadopsi pola makan sehat mencapai puncaknya ketika dia memasuki awal usia 20-an.

"Seorang wanita dengan tubuh ramping, putih, dan bercahaya menyarankan saya mengurangi gluten, susu, gula, karbohidrat olahan dan makanan lain yang tidak alami dalam diet agar saya menjadi sehat dan bisa menurunkan berat badan," ujar dia.

"Maka saya melakukan itu, meskipun tidak memiliki alergi makanan."

Aturan ketat ini membuat wanita tersebut mengelompokkan makanan menjadi dua, yakni makanan "baik" dan makanan "buruk".

Sekitar empat tahun yang lalu, Hosie menyingkirkan pola pikir tersebut, dan mulai makan segala jenis makanan ketika dalam kondisi defisit kalori.

Hasilnya, ia berhasil menurunkan berat badan 15 kilogram dan mampu mengendalikan berat badannya.

"Mendewakan" makanan sehat dalam waktu lama

"Selama bertahun-tahun, saya pikir jika saya makan makanan yang disebut sehat seperti zoodles (zucchini spiral) dibandingkan spageti dan kurma yang ditambahkan mentega almond, saya membuat pilihan diet yang baik dan sehat," ungkap Hosie.

Ia memilih quinoa (sejenis biji-bijian yang teksturnya menyerupai kacang) daripada beras biasa dan memasak makanan dengan minyak kelapa, bukan mentega.

"Saya tidak makan granola selama bertahun-tahun karena saya pikir itu terlalu manis, dan membuat versi saya sendiri dengan kacang, biji-bijian, dan sirup agave yang lebih berkalori dan kurang enak," sambung wanita tersebut.

Di usia pertengahan 20-an, berat badannya mengalami fluktuasi. Terkadang naik, terkadang turun.

"Jika saya hanya bisa berpegang pada makanan 'baik', saya bisa menurunkan berat badan dan tampak seperti wanita yang bercahaya di Instagram," aku Hosie.

"Ketika saya pergi, saya makan makanan padat energi seperti kentang goreng, pizza dan burger."

Keesokan harinya, ia kembali mengonsumsi alpukat dan salad hummus, brownies ubi jalar bebas gula, dan energy ball vegan dengan sedikit perasaan bersalah.

Hosie tidak mengetahui, makanan yang selama ini dianggapnya sebagai makanan "sehat" justru mengandung kalori yang tinggi.

"Makanan ini digabungkan dengan makanan yang memanjakan di kehidupan sosial saya, berat badan saya perlahan-lahan meningkat," kata dia.

Menghitung kalori memperbaiki kondisi Hosie

Pada penghujung tahun 2018, Hosie dikejutkan oleh angka timbangan yang menunjukkan berat badannya.

Ia pun mulai mencoba sesuatu yang berbeda, yakni menghitung asupan kalori.

"Ketika saya pertama kali mencoba menghitung asupan kalori di masa remaja, saya menjadi obsesif, jadi saya ragu untuk mencoba lagi."

"Tapi satu dekade kemudian, saya lebih bijaksana dan lebih sadar diri," cetus Hosie.

Rupanya, langkah itu mampu memperbaiki "hubungan" Hosie dengan makanan.

Ia pun memahami, pada dasarnya tidak ada satu pun jenis makanan yang dianggap buruk.

Pola pikir tersebut membuatnya merasa lebih nyaman mengonsumsi makanan yang sebelumnya dihindari, seperti roti.

Seiring berjalannya waktu, Hosie juga dapat menghilangkan lemak tubuhnya.

"Saya menyadari saya sudah makan berlebihan secara teratur, dan saya mengetahui ini karena saya masih memandang sebagian makanan sebagai makanan 'baik' dan 'buruk'," kata dia.

Dengan menghitung kalori dan melacak protein serta menambahkan segala jenis makanan dalam diet secara moderat, Hosie meyakini jika ia dapat mengonsumsi apa pun sembari menurunkan berat badan.

Ia menyebut, ayam, beras merah dan brokoli dengan total 300 kalori jauh lebih mengenyangkan ketimbang donat 300 kalori.

"Kita bertambah gemuk ketika mengonsumsi lebih banyak energi daripada yang kita butuhkan," imbuh dia.

"Sekarang saya paham, karbohidrat yang sering dipandang buruk adalah bahan bakar olahraga yang sangat baik, susu merupakan sumber protein yang hebat, serta pasta, pizza, dan keju terlalu enak untuk dilewatkan."

Pandemi mengubah pola pikir Hosie tentang diet

Selama enam bulan awal pandemi Covid-19, ia harus menghabiskan waktu di rumah bersama orangtua dan saudara perempuannya.

Di masa-masa inilah, pola pikir Hosie terkait diet berubah.

"Saya mengira karbohidrat adalah makanan yang membuat gemuk," kata dia.

"Tetapi keluarga saya makan makanan berkarbohidrat lebih tinggi daripada makanan yang saya masak sendiri, dan saya masih kehilangan berat badan."

"Saya masih makan quinoa, kurma, dan salad kadang-kadang, bukan karena saya pikir makanan itu lebih baik daripada yang lain. Tetapi karena saya ingin makan itu," sambung Hosie.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/07/26/065659020/cerita-wanita-berhenti-diet-ketat-hasilnya-mengejutkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke