Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Waspada Predator Online, Ini Risiko Unggah Konten Anak di Media Sosial

KOMPAS.com - Seorang TikTokers cilik berusia 3 tahun menginspirasi gerakan di media sosial untuk menghapus konten yang berkaitan dengan anak.

Gerakan tersebut kemudian diterapkan seorang pengguna TikTok lainnya bernama Makayla Musick, yang baru-baru ini mengumumkan bahwa dia akan berhenti memublikasi aktivitas sehari-hari yang dilakukan anaknya.

"Saya baru saja melihat unggahan di Tiktok dan benar-benar terkejut dengan ceritanya dan telah memutuskan bahwa saya perlu melindungi putri saya," katanya, seperti dilansir Foxnews.

TikTokers cilik dengan akun @wren.eleanor sebelumnya sukses mencuri perhatian warganet sampai memiliki 17 juta followers di media sosial berbasis video singkat itu.

Melalui akun yang dikendalikan oleh ibunya, Jacquelyn. Dia sering membagikan berbagai aktivitas keseharian yang dilakukan Wren seperti balita normal lainnya. Beberapa di antaranya pun terdapat konten bersponsor.

Setelah gerakan itu viral, Jacquelyn, sang ibu mulai menghapus beberapa konten yang berkaitan dengan Wren. Begitu pula pada ibu-ibu lain yang sering membagikan aktivitas anaknya di media sosial.

Itu semua karena ada rasa khawatir tentang kejahatan online yang mungkin bisa menerpa sang anak melalui fitur "simpan" yang tersedia di TikTok.

Seorang TikTokers dengan akun @hashtagfacts telah mencatat bahwa video Wren mengenakan kemeja oranye telah disimpan lebih dari 45.000 kali oleh pengguna TikTok lainnya.

Sebuah video Wren makan hotdog disimpan hampir 375.000 kali.

Dia juga menyoroti komentar yang meresahkan pada video Wren dan menunjukkan bahwa pencarian populer untuk Wren termasuk frasa seperti "hotdog Wren Eleanor" atau "Acar Wren Eleanor".

Itu berarti pengguna sering mencari video anak berusia tiga tahun yang makan hotdog atau acar. Pencarian populer serupa untuk Wren juga beberapa kali muncul di Google.

Mengingat fitur "simpan" di TikTok tersebut, dia berpikiran bahwa mungkin ada predator anak yang bisa dengan mudah mengakses video Wren.

Pelaku kejahatan itu pun dapat menyimpan atau membagikan ulang video Wren untuk tujuan tertentu yang sulit untuk dilacak.

Tersadar akan begitu banyak pengguna TikTok lain yang sangat mudah mengakses video artis TikTok itu, Musick pun mengambil tindakan untuk menghapus foto dan aktivitas anaknya, termasuk pada foto profil akunnya.

Musick mengatakan, meski akunnya tidak sebesar Wren, sebagai seorang ibu, menjaga dan melindungi anaknya adalah kewajibannya.

"Kisah Wren membawa banyak pencerahan bagi semua orang di dunia."

"Jadi, saya memutuskan untuk menghapus foto putri saya sendiri dari siapa pun yang bukan keluarga dekat atau teman dekat."

"Tugas saya sebagai ibunya adalah melindunginya dari hal-hal seperti ini. Saya berinisiatif untuk menghapus fotonya sebelum situasi seperti Wren terjadi pada putriku sendiri," kata dia.

Musick pun melihat ada sejumlah cara pandang berbeda mengenai media sosial zaman sekarang. Sebab, kejahatan online bisa saja terjadi di luar dugaannya.

Dia pun memutuskan untuk tidak lagi mengunggah aktivitas anaknya sampai anaknya tumbuh lebih dewasa.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif National Center for Missing & Exploited Children (NCMEC) John Walsh mengiyakan bahwa mengunggah aktivitas anak di media sosial berisiko memicu kejahatan online.

Meskipun media sosial telah menjadi bagian yang meresap dalam hidup kita, kebanyakan orang yang menggunakan platform sosial seperti TikTok, Facebook, Instagram, dan lainnya cenderung merasa aman karena prasangka baik.

Misalnya, akun mereka dikunci atau menggunakan fitur "closed friends" yang hanya bisa diakses oleh orang-orang terpilih. Itu mencakup teman dekat, keluarga, dan orang-orang baik di sekitarnya.

Namun, ada satu hal yang perlu diingat bahwa tidak semua orang di media sosial itu memiliki niat yang baik.

Ada kemungkinan "predator" yang berkeliaran di media sosial dan jarang disadari.

"Tetapi, orangtua harus memahami bahwa ketika Anda menyebarkan informasi ini ke publik, Anda membuka dunia Anda ke seluruh dunia luar," kata Walsh.

"Dan siapa pun di platform media sosial ini, terutama jika halaman Anda bersifat publik, siapa saja di seluruh dunia dapat melihat dan mengonsumsi konten yang Anda taruh di sana.”

Hal itu tentu dapat membuat para predator anak mencari konten yang mungkin digunakan untuk tujuan buruk.

Kejadian-kejadian seperti penculikan, pemerasan, dan pelecehan seksual bahkan memenuhi hasrat seksual abnormal bisa menjadi risikonya.

"Dan karena Anda memasang konten itu di media sosial, dan Anda yang membagikannya, bukan berarti mereka yang membuat... jenis konten itu. Mereka hanya mengonsumsinya."

Setelah "predator" dengan mudah mengonsumsi konten secara online, akan lebih mudah bagi mereka untuk melakukan tindak kejahatan.

Kata Walsh, tindak kejahatan itu motifnya sangat beragam, bahkan sulit diprediksi. Itu bisa merugikan orangtua bahkan anak-anak mereka yang baru saja aktif di media sosial.

Salah satu saran dari NCMEC pada anak-anak yang mulai aktif di media sosial ini adalah dengan tidak mengunggah data atau informasi pribadi terlalu banyak.

Informasi pribadi dapat mencakup semuanya, mulai dari lokasi anak hingga foto dan video "polos" dari anak yang sering dimanfaatkan oleh "predator" online.

Satu contoh kasus yang sering ditemukan adalah para "predator" dapat memaksa anak di bawah umur tersebut untuk berbagi foto dan video diri mereka sendiri.

Kemudian mempersiapkan mereka untuk mulai berbagi konten yang lebih proaktif dari waktu ke waktu, bahkan sering kali menyamar sebagai anak di bawah umur lainnya.

"Semuanya dilakukan di telepon. Dan seperti kita tahu, smartphone itu dibawa bersama anak-anak kita di kamar tidur pada malam hari dan kamar mandi," Walsh menjelaskan.

"Jadi apakah itu konten yang dikeluarkan orang tua atau di mana orang tua membiarkan anak mereka membuat sendiri jenis konten apa pun, itu sangat berbahaya karena kita melihat individu yang "memangsa" anak-anak."

"Mereka bisa memaksa anak itu untuk membuat konten seksual eksplisit, konten yang diproduksi sendiri, dan mengirimkannya ke pengeksploitasi itu," jelas dia.

Hal tersebut dapat membuka celah tindak kejahatan dan bisa mengancam kondisi kesehatan mental anak.

"Pikirkan dua kali. Percayai nalurimu. Pahami ada orang jahat di luar sana. Cobalah untuk menjaga anak-anakmu tetap aman," tutupnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/07/27/100519820/waspada-predator-online-ini-risiko-unggah-konten-anak-di-media-sosial

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke