Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dikritisi, Wacana "Ciduk" Pria Berpakaian Wanita di Citayam Fashion Week

Rencana tersebut sebenarnya sudah mendapat dukungan dari sejumlah pihak, seperti MUI maupun PBNU.

Keduanya secara terpisah kompak mengatakan, keberadaan Citayam Fashion Week sudah meresahkan masyarakat dan melanggar norma agama.

Bahkan, MUI dan PBNU juga mengkhawatirkan ajang tersebut dimanfaatkan oleh kelompok LGBTQ untuk promosi.

Meski begitu Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Ida Ruwaida, mengingatkan setiap pihak untuk tidak reaktif dalam menyikapi fenomena Citayam Fashion Week ini.

Dia juga mengatakan, Dinsos Jakpus sebaiknya tidak langsung melabeli pria berpakaian wanita sebagai bentuk penyimpangan sosial atau pun menganggapnya sebagai obyek "patologi".

Sebab, mungkin mereka melakukannya karena pengaruh situasi atau teman untuk tampil beda sehingga menarik perhatian publik demi menviralkan dirinya.

Maka, aparat berwenang disarankan untuk melakukan pendekatan persuasif terhadap pria yang demikian.

Tujuannya supaya diketahui apakah motivasi dan latar belakang mereka yang melakukannya karena fashion atau alasan lain.

Lebih lanjut, Ida mengatakan, pria berpakaian atau berperilaku seperti wanita layaknya di Citayam Fashion Week bukanlah fenomena baru, apalagi di dunia hiburan.

Fenomena tersebut sebenarnya sudah terjadi sejak lama, jauh sebelum era digital, era media sosial menguasai masyarakat, khususnya di kalangan anak muda.

Di dunia hiburan atau lawak misalnya, dulu Srimulat ada peran Tessy di Srimulat atau Emon di film layar lebar Catatan Si Boy.

Figur yang tidak jauh berbeda juga bisa dilihat pada anak laki-laki yang didandani wanita pada pergelaran tradisional Reog.

Pada era Orde Baru, kata Ida, turut muncul kebijakan yang melarang televisi (TVRI) menampilkan pria yang berperan sebagai wanita.

Larangan tersebut diambil lantaran terdapat kelompok masyarakat yang mengkhawatirkan dampak buruknya bagi anak.

Namun sejak kebijakan Open Sky, keberadaan stasiun TV swasta menyebabkan tidak semua hal bisa dikontrol oleh negara.

Apalagi di era digital seperti saat ini ketika media sosial berkembang secara masif dan mudah diakses oleh masyarakat.

Ida mengatakan, beragam konten yang mengalir dan dikonsumsi masyarakat menjadi tidak bisa dibendung.

Bahkan setiap orang dapat ikut memproduksi konten dan menviralkan diri sendiri.

Berkaitan dengan hal itu, pria berpenampilan wanita dengan beragam jenis outfit-nya mungkin juga dipelajari atau ditiru dari medsos.

"Medsos menandai peradaban yang semakin tanpa sekat (borderless society), juga cair," kata Ida.

Namun, -sekali lagi, Ida mengingatkan, pria yang berpakaian wanita di Citayam Fashion Week bisa jadi semata karena mereka ingin tampil eksis di medsos, termasuk berharap bisa viral.

"Sebagian remaja mengaku mendapat uang selama di CFW karena penampilan atau gaya berpakaiannya, selain ada yang juga yang dibayar saat diwawancara, divideokan, dan lainnya," tutur Ida.

Bagi muda-mudi yang biasa nongkrong di kawasan Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta Pusat pendapatan yang mereka kantongi tentu dianggap rejeki dan berkah.

Apalagi, kata Ida, mereka umumnya berlatar ekonomi menengah ke bawah, bahkan putus sekolah.

Sehingga tidak mengherankan apabila mereka menjadikan ajang fashion show jalanan tersebut sebagai ladang mencari untung.

"Karena kalau kita bicara tentang media sosial, di era digital ini seolah melekat pada kehidupan anak, remaja, kaum muda," kata dia.

"Jika di kawasan SCBD mereka eksis, kemudian di medsos, maka follower dan like-nya banyak, jadi viral. " tutur Ida

"Kalau sudah viral, bisa dapat endorse, sehingga memang potensial jadi sumber pendapatan (dimonetisasi) sebagaimana para youtuber, selebgram, dan lain-lain, yang selama ini malang melintang di medsos dan jadi rujukan mereka," tegas Ida.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/07/28/162849020/dikritisi-wacana-ciduk-pria-berpakaian-wanita-di-citayam-fashion-week

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke