Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pembubaran Citayam Fashion Week, Buntut Pembiaran Pemerintah

KOMPAS.com - Citayam Fashion Week yang belakangan ini tengah viral kembali menjadi sorotan warganet di media sosial.

Itu bermula ketika petugas gabungan dari kepolisian, Dinas Perhubungan, dan Satpol PP melakukan pembubaran terhadap Citayam Fashion Week pada Rabu (27/7/2022).

Pembubaran dilakukan karena kerumunan massa di kawasan Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta Pusat dinilai mengganggu lalu lintas.

Terlebih zebra cross yang seharusnya digunakan sebagai tempat penyeberangan malah dialihfungsikan menjadi catwalk.

Menanggapi Citayam Fashion Week yang dibubarkan petugas gabungan, sosiolog Universitas Indonesia (UI), Ida Ruwaida, ikut buka suara.

Dia mengatakan, polemik yang kian hari melanda Citayam Fashion Week tidak bisa dilepaskan dari pembiaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

"Lebih karena faktor pembiaran, sekali lagi pemerintah yang mungkin mengasumsikan ini (Citayam Fashion Week) musiman," ujar Ida kepada Kompas.com, Kamis (28/8/2022).

"Kalau dibiarkan berminggu-minggu tiap hari siapa yang nggak terganggu?"

"Siapa yang disalahkan? Masa anak-anak itu yang disalahkan? Kan nggak bisa disalahkan karena nggak ada ketegasan dan kemudian sikap tegas," tambah dia.

Ida mengutarakan, Pemprov DKI Jakarta seharusnya sejak awal segera bergerak cepat ketika ajang fashion show jalanan tersebut makin viral.

Apalagi muda-mudi yang berasal dari luar Citayam, Bojonggede, dan Depok mulai memadati kawasan Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta Pusat saban sore.

"Ini 'kan sudah selesai liburan sekolah, tapi ternyata makin ramai. Harusnya pemerintah bersikap tegas udah selesai liburan, ya udah," tutur Ida.

"Kalau pun mereka mau diberi ruang ya boleh Sabtu-Minggu, weekend di Dukuh Atas sebetulnya bisa (diatur) kayak CFD, ada jam-jamnya."

Apalagi muda-mudi yang berkerumun di Dukuh Atas, Sudirman berhadapan dengan Satpol PP.

Ia menilai kehadiran Satpol PP di kawasan tersebut seolah-olah sedang menertibkan gelandangan, pengemis, dan pedagang kaki lima.

Dalam hal ini, Ida menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta tidak mengambil pendekatan kekerasan terhadap muda-mudi yang nongkrong di Citayam Fashion Week.

"Memang, ini mereka kan anak pinggiran yang nongkrong di daerah elite bisnis, hotel, dan sebagainya," ungkap dia.

"Sehingga lebih melihatnya dari kacamata negatif," sambung Ida.

Dia mencontohkan kebijakan untuk menggelar CFD yang bisa diterapkan untuk menangani Citayam Fashion Week.

Ida juga meminta Pemprov DKI Jakarta tidak menjadikan bocah Citayam Fashion Week sebagai kambing hitam atas kemacetan yang terjadi.

"Enggak pakai itu (Citayam Fashion Week) juga macet tiap hari gitu. Dulu aja becak yang disalahin 'kan," kata Ida.

Lebih lanjut, dia menyarankan Pemprov DKI Jakarta untuk tidak membubarkan Citayam Fashion Week.

Menurut Ida, berkumpulnya muda-mudi di sana merupakan cerminan kurangnya ruang berkumpul dan untuk menyalurkan ekspresi.

Ida mencontohkan dimulainya pembangunan ruang publik terpadu ramah anak (RPTA) pada masa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.

Sayangnya pembangunan ruang terbuka itu malah dihentikan ketika Anies Baswedan menduduki kursi DKI-1.

Padahal, menurut Ida, fasilitas seperti itu berguna untuk masyarakat marginal, terlebih yang kurang mampu atau tinggal di kawasan padat penduduk.

"Ini sebetulnya (juga) masalah akses terhadap ruang publik bagi remaja marginal yang terbatas," imbuh Ida.

"Makanya saya sering suka ditanya kenapa kok anak-anak suka (nongkrong) di jembatan flyover," cetus dia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/07/29/105435520/pembubaran-citayam-fashion-week-buntut-pembiaran-pemerintah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke