Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apakah Selingkuh Itu Wajar atau Termasuk Gangguan Mental?

KOMPAS.com - Ada banyak alasan mengapa orang yang sudah menikah berani selingkuh.

Bahkan menurut laman Psych Central, lebih dari 40 persen pasangan yang sudah menikah pernah terdampak oleh perselingkuhan, meski diakibatkan oleh micro cheating.

Penyebabnya pun dapat dipicu oleh banyak faktor, mulai dari gangguan kepribadian, pengalaman di masa lalu, hingga perkembangan zaman seperti media sosial.

Apa itu selingkuh?

Selingkuh adalah bentuk dari ketidaksetiaan seseorang terhadap pasangan dan hubungannya.

Melansir laman Glamour, perselingkuhan dapat dikategorikan menjadi empat jenis, seperti perselingkuhan emosional, fisik, digital, hingga mental cheating (selingkuh yang melibatkan mental).

Perselingkuhan emosional

Jenis perselingkuhan yang satu ini melibatkan hubungan emosional yang "menodai" hubungan atau kehidupan pernikahan.

Hal ini dapat digambarkan dengan kondisi salah satu pasangan atau bahkan keduanya memiliki ketertarikan secara emosional dengan orang lain.

Namun kondisi tersebut beda cerita dengan sekadar kagum atau mengagumi.

Dalam banyak kasus, selingkuh secara emosional dimulai dari hubungan persahabatan, rekan kerja, dan merambah ke ranah yang lebih intens dan pribadi.

Contohnya adalah jika ada suatu hal yang melibatkan perasaan dan seseorang cenderung menyembunyikannya dari pasangan, maka kemungkinan hal ini dapat disebut sebagai selingkuh secara emosional.

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa perselingkuhan emosional cenderung membentuk ikatan perselingkuhan lain, dalam banyak kasus mengarah ke perselingkuhan fisik.

Selingkuh secara fisik

Perselingkuhan semacam in paling mudah dikategorikan sebagai selingkuh yang nyata karena melibatkan hubungan fisik dan intim, termasuk hubungan seks dengan seseorang yang bukan pasangan.

Megan Fleming, Ph. D, seorang pakar hubungan dan konselor pernikahan mengatakan, biasanya perselingkuhan fisik cenderung disembunyikan dari pasangan aslinya. Sebab, tidak banyak orang yang berani mengakui bahwa mereka telah berselingkuh.

Dalam kasus lain, Megan juga berpendapat bahwa definisi dari perselingkuhan secara fisik ini dapat bervariasi.

Salah satunya adalah ketika seseorang yang sudah memiliki pasangan rela melakukan segalanya demi orang yang dia taksir, meski tidak melibatkan hubungan seks.

Selingkuh virtual (e-cheating)

Di era digital seperti sekarang, selingkuh virtual dikategorikan sebagai definisi selingkuh model baru.

Biasanya perselingkuhan terjadi ketika seseorang dengan sengaja mencari kenalan baru di media sosial, aplikasi kencan, pesan singkat hingga email.

Dalam banyak kasus, pelakunya melibatkan percakapan yang lebih intim dan intens.

Mental cheating

Mental cheating atau selingkuh yang berkaitan dengan mental merujuk pada sebuah fantasi yang kemungkinan bisa mengarah ke hal-hal yang memengaruhi hubungan.

Menurut Megan, fantasi yang dimaksud adalah perilaku atau aktivitas yang lebih intim dan dapat membuat seseorang merasa bergairah dan merasa lebih berhasrat kepada orang lain daripada melakukannya dengan pasangan.

Megan pun menyarankan berhati-hatilah dengan sebuah fantasi karena otak akan berusaha keras melalui alam bawah sadar untuk mewujudkan fantasi tersebut.

Misalnya ketika ada seseorang yang selalu membayangkan betapa sempurnanya sosok idola, maka kemungkinan hal tersebut bisa membuat diri sendiri menghindari kenyataan dan hubungan yang sebenarnya.

Oleh karena itu, mengetahui batas-batas fantasi dalam hal yang wajar diperlukan agar tidak berpotensi membuat seseorang tidak fokus dengan pasangannya.

Melihat akan jenis-jenis perselingkuhan, lantas apakah selingkuh masih dikatakan satu hal yang wajar? Berikut penjelasannya.

Jika dilihat dari kacamata psikologi, peselingkuhan dalam bentuk apapun, apalagi seseorang sudah terikat dengan hubungan yang sakral seperti pernikahan tidak dapat dibenarkan.

Meskipun ada yang beranggapan bahwa selingkuh itu wajar karena dilandasi sejumlah alasan, coba simak beberapa alasan berikut yang seringkali dianggap sebagai "perselingkuhan itu wajar".

Dengan begitu, kita akan lebih mudah melihat apakah perselingkuhan karena alasan tersebut bisa dikatakan wajar atau tidak.

1. Selingkuh karena balas dendam

Selingkuh dibalas dengan selingkuh seringkali terjadi dalam hubungan pernikahan. Tujuannya tak lain agar pasangan yang berselingkuh merasakan bagaimana rasanya diselingkuhi.

Lantas apakah selingkuh yang dilandasi dengan motif balas dendam ini wajar? Tentu jawabannya adalah tidak.

Menurut pakar, membalas dendam dengan perlakuan yang sama, itu artinya sama saja merusak hubungan pernikahan.

Hal itu tidak akan memperbaiki apapun, justru yang ada masalah dalam hubungan menjadi semakin rumit dan sulit menemukan titik terangnya.

2. Selingkuh meski tanpa hubungan seks

Esensi dari perselingkuhan sebenarnya adalah sebuah pengkhianatan, dilakukan secara tersembunyi dan perasaan cinta diberikan untuk orang lain, bukan pada pasangan.

Sehingga dapat diartikan seperti apapun bentuknya, itu sama saja seperti mempertaruhkan pernikahan dan berkompromi dengan perselingkuhan.

3. Perselingkuhan karena merasa hubungan pernikahan sudah berakhir

Selama hakim di persidangan belum ketuk palu tentang hubungan pernikahan, perselingkuhan yang didasari dengan anggapan bahwa "pernikahan sudah berakhir" adalah bukan keputusan yang tepat.

Menurut pakar psikologi, hal tersebut tidak dapat dibenarkan sebagai perselingkuhan yang wajar.

Sebab dalam sebuah pernikahan, ada yang namanya janji sehidup semati dalam situasi apapun. Sehingga tidak ada alasan yang membenarkan ketika berpaling ke lain hati.

Lebih baik, mulailah hubungan yang baru ketika hubungan pernikahan benar-benar berakhir.

Mungkin banyak orang bertanya, apakah selingkuh dapat dikategorikan sebagai gangguan mental?

Menurut laman Very Well Health, rupanya selingkuh masuk ke dalam kategori tersebut.

Hal itu merujuk pada faktor risiko penyebab orang selingkuh yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Berikut sejumlah alasan selingkuh termasuk gangguan mental. 

Akibat pengalaman masa kecil

Beberapa penyebab selingkuh akibat pengalaman masa kecil adalah trauma di masa kanak-kanak.

Dalam hal ini, anak-anak yang memiliki riwayat trauma pada masa kecilnya seperti pelecehan, pengabaian secara fisik dan emosional, dikaitkan risiko tinggi orang tersebut akan selingkuh pada saat dewasa.

Sebuah studi di tahun 2015 juga menemukan fakta bahwa anak-anak yang mengalami dan melihat kasus perselingkuhan dari orangtuanya juga memiliki risiko yang sama.

Gangguan mental

Beberapa penyakit mental seperti gangguan bipolar dikaitkan sebagai faktor risiko perselingkuhan di dalam pernikahan.

Selain itu, ada perilaku yang menyatakan bahwa "Sekali selingkuh maka, akan selingkuh terus menerus", ternyata itu bukanlah sebuah anggapan semata.

Pada sebuah studi di tahun 2017 menunjukkan bahwa mereka yang terlibat dalam perselingkuhan, kemungkinan untuk selingkuh lagi tiga kali lebih tinggi untuk mengulangi perilaku yang sama.

Hal ini erat kaitannya dengan masalah psikologis atau gangguan mental seperti narsisme.

Pada gangguan tersebut, perselingkuhan didorong oleh rasa ego dan perasaan harus dikagumi.

Selain mementingkan diri sendiri, pengidap gangguan ini seringkali tidak memiliki empati, sehingga tidak menghargai kehadiran pasangan dan dampak dari tindakannya terhadap sebuah hubungan.

 

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/09/16/210719420/apakah-selingkuh-itu-wajar-atau-termasuk-gangguan-mental

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke