Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tak Mungkin Klaim Kebaya Cuma Milik Indonesia, Mengapa?

Menurut Dewan Warisan Nasional Singapura (NHB), ini adalah pendaftaran multinasional pertama oleh Singapura yang melibatkan empat negara.

Kendati demikian, NBH juga mempersilakan negara-negara lain untuk ikut mendaftarkan kebaya sebagai warisan budaya takbenda ke UNESCO.

Bukannya tidak diajak, beberapa pihak masih merasa bahwa kebaya adalah kebudayaan asli Indonesia, sehingga mereka lebih memilih agar Indonesia tidak ikut bergabung dengan negara lain.

Sejarah singkat masuknya kebaya di Indonesia

Jika ditelusuri sejarahnya, masuknya kebaya ke Indonesia itu melalui jalur perdagangan rempah-rempah di Nusantara.

"Literatur yang beredar menyebutkan bahwa ada banyak versi mengenai masuknya kebaya ke Indonesia. Ada yang bilang kebaya masuk ke Nusantara sejak abad 12, ada pula yang bilang sejak abad 15."

Demikian penuturan aktivis kebaya sekaligus Ketua Bidang Kegiatan Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), Atie Nitiasmoro kepada Kompas.com, Jumat (25/11/2022) malam.

Atie juga mengatakan, beberapa literatur menyebut kebaya berasal dari budaya Arab.

"Karena pada saat itu perempuan di Nusantara masih bertelanjang atau hanya memakai kemben saja, akhirnya dipakaikan selendang untuk menutup bagian dada yang berasal dari kata abaya," terangnya.

"Ada pula literatur yang menulis bahwa kebaya itu dari berasal dari Portugis, bahkan kata kebaya sendiri merupakan kata serapan dari kata 'kabaja'. Itu juga ada yang bilang masuknya dari China," jelas dia.

Seiring berjalannya waktu, kebaya yang masuk ke Indonesia mulai berakulturasi dengan masyarakat lokal yang kemudian menyebar ke berbagai daerah, paling banyak di Jawa atau kerajaan Majapahit.

"Dari yang awalnya dipakai oleh keluarga raja atau bangsawan, kebaya kemudian juga bisa dipakai oleh rakyat biasa," kata Atie.

"Hanya yang membedakan itu dari bahan kebayanya saja. Kalau untuk kalangan bangsawan bahannya lebih bagus ada yang dari bludru dan sutera, tapi kalau masyarakat biasa pakai katun atau kain mori," jelas dia.

Kemudian, lanjut Atie, orang Belanda yang datang ke Indonesia juga mengenakan kebaya.

Namun karena kebaya itu akhirnya disesuaikan lagi dengan gaya mereka yang dipakaikan renda di pinggir kebaya atau yang sering disebut sebagai kebaya noni.

Kebaya merupakan culture sharing

Atie mengungkapka, kebaya sebenarnya merupakan culture sharing dari berbagai negara di wilayah ASEAN

"Negara-negara di ASEAN ini kan semua serumpun ya. Jadi yang namanya kebudayaan juga cair, sehingga tidak mungkin kita bisa mengklaim bahwa kebaya itu hanya milik Indonesia," terangnya.

Menurut dia, pendaftaran kebaya ke UNESCO itu bukan nation identity atau nation pride, tapi soal culture sharing supaya budaya itu tidak punah.

"Secara pribadi, saya tidak masalah kalau Indonesia bisa ikut bergabung dengan negara lainnya untuk mendaftarkan kebaya, karena kita tidak bisa mengklaim bahwa kebaya itu hanya milik Indonesia," ujar Atie.

Meskipun penggunaannya tidak sebanyak atau semasif di Indonesia, namun keempat negara tersebut terbukti memiliki kebaya.

Bahkan, di Malaysia dan Singapura sudah ada museum kebaya yang memiliki informasi lebih mendalam dibandingkan Indonesia.

"Jangankan museum, yang namanya literatur atau jurnal mengenai kebaya itu Malaysia jauh lebih lengkap."

"Di Indonesia ada tapi lebih banyak ditulis oleh orang asing, yang ditulis oleh orang kita sendiri jumlahnya masih sangat terbatas," imbuhnya.

Melestarikan kebaya melalui media sosial

Selain ikut mendaftarkan kebaya ke UNESCO, Atie juga berharap lebih banyak generasi muda yang bisa melestarikan kebaya saat ini melalui media sosial.

"Prosedur untuk mendaftarkan kebaya atau elemen budaya ke UNESCO itu membutuhkan waktu yang lama"

"Kalau pun kita ikut mendaftarkan, paling hanya dua kebaya yang bisa dibawa yakni kebaya labuh dan kebaya kerancang yang sudah terdaftar di warisan budaya tak benda Indonesia (WBTB)," ungkap Atie.

"Jadi, cara mudah untuk melestarikan kebaya ke generasi muda perlu sekali bantuan dari selebritas atau selebgram muda untuk mengajak generasi milenial ke bawah agar lebih tertarik mengenakan kebaya," jelas dia.

Di samping itu, Atie juga menambahkan, memakai kebaya itu tidak boleh ribet dengan pakem.

Sebab, hal inilah yang kemudian membuat anak-anak muda kurang tertarik atau malas memakai kebaya.

"Beberapa desainer di Indonesia, misalnya, Lenny Agustin punya desain kebaya yang modern, dinamis, dan sangat cocok untuk anak muda," kata Atie.

Ya, yang terpenting adalah bagaimana generasi muda ini mau dulu, suka dulu, cinta dulu, selanjutnya mereka pasti bisa menggali lebih dalam mengenai pakemnya seperti apa," tegas dia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/11/26/140904620/tak-mungkin-klaim-kebaya-cuma-milik-indonesia-mengapa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke