Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hujan Sempurnakan Fashion Show Edward Hutabarat di Candi Borobudur

KOMPAS.com - Megahnya Candi Borobudur yang terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah mendadak semakin "wah" berkat guyuran hujan yang mewarnai fashion show Edward Hutabarat, Rabu (30/11/2022) malam.

Hujan yang terus mengguyur Kota Sejuta Bunga tersebut pada awalnya membuat peragaan busana Edward Hutabarat yang seyogyanya digelar pada sore hari diundur hingga beberapa jam.

Sempat khawatir hujan akan mengganggu jalannya acara, namun kondisi cuaca yang kurang bersahabat malah menyempurnakan fashion show Edward Hutabarat -bahkan perhelatan ini terasa semakin magis.

Puluhan model yang didaulat mempresentasikan karya kain tenun Sumba oleh Edward Hutabarat bertajuk "Kabakil" untuk koleksi Autumn/ Winter 2023 tetap melenggang di atas runway yang naik-turun.

Mereka tetap tampil pede walau basah kuyup di bawah guyuran hujan dan menerjang dinginnya udara di pelataran candi Buddha peninggalan Dinasti Syailendra itu.

Di sisi lain, penonton yang sudah menunggu beberapa jam juga menyambut antusias fashion show sang desainer kendati mereka harus berjubel di sisi kanan, kiri, depan panggung sembari memegang payung.

Mereka tampak terpukau dengan persembahan sang desainer yang berkolaborasi dengan pengrajin kain tenun Sumba.

Fashion show yang digelar Edward Hutabarat di Candi Borobudur adalah presentasi karya sang desainer untuk mengangkat eksplorasi kain tenun Nusantara, khususnya kain tenun Sumba.

Desainer yang akrab dipanggil Edo tersebut menampilkan wastra Nusantara tersebut menjadi berbagai kreasi, mulai dari outwear, dress, selendang, hingga tas.

Edward Hutabarat mengatakan, diangkatnya kain tenun Sumba pada fashion show-nya kali ini tidak bisa dilepaskan dari perjalannya untuk pertama kali di tanah Sumba 21 tahun silam.

Dulunya, ia menginjakkan kaki di Nusa Tenggara Timur untuk merekam setiap peninggalan di tanah Sumba yang ia sebut "menyelamatkan peradaban yang tersisa" dan melakukan photo session bersama Izabel Jahja.

"Dan, ketika saya berkunjung ke Sumba itu adalah sebuah holiday," kata Edward Hutabarat saat ngobrol bareng awak media di Rumah Sumba, Candi Borobudur, Kamis (1/12/2022) siang.

"Saya tidak terikat kepada story board, saya hanya berkunjung dengan satu prinsip untuk mengamati peradaban yang ada di Sumba."

"Dan, yang saya lihat itu adalah peradaban yang tersisa," tambahnya.

Selama di Tanah Sumba, Edward Hutabarat semakin mengerti bahwa kain tenun Sumba adalah salah satu masterpiece Indonesia yang perlu diangkat, dipromosikan, dan dijaga kelestariannya.

Sebab, katanya, kain tenun Sumba sebenarnya diciptakan untuk melengkapi sebuah seremoni dan apa yang ia tampilkan berasal dari masing-masing kerajaan di Sumba.

"Nah, seremoni apa yang ada di Tanah Sumba, Marapu adalah doa kepada sang leluhur karena masyarakat Sumba percaya bahwa sang leluhur sudah ada di samping sang pencipta," jelasnya.

"Sehingga setiap seremoni itu, perangkat-perangkatnya harus istimewa."

Sementara Edward Hutabara menjelaskan kedekatan emosionalnya dengan tanah Sumba, ia juga menerangkan asal mula "Kabakil" yang menjadi tajuk perhelatan busananya.

Ia menyampaikan bahwa kabakil adalah teknik akhir dalam menyelesaikan sehelai kain tenun Sumba yang dikerjakan dengan arah tenunan berlawanan dan dipelintir.

"Ini ujung kain (tenun Sumba) namanya kabakil," ucapnya.

"Keindahan selembar kain tenun dilihat dari keindahan kabakilnya. Saya tidak mau membuat tenun baru untuk apa? Yang saya lakukan adalah menjiplak dari yang lama menjadi yang baru," tutur Edward Hutabarat.

Perlu diketahui bahwa proses pembuatan kabakil bertujuan supaya benang tidak terlepas sehingga kain tenun Sumba menjadi rapi. Menariknya, tidak semua perajin kain tenun Sumba bisa membuat kabakil.

Berawal dari kabakil itulah dan deretan koleksi Autumn/ Winter 2023 yang mengangkat kain tenun Sumba, Edward Hutabarat ingin menyuarakan satu hal.

Ia ingin koleksinya melindungi eksistensi kain Nusantara supaya keindahan ini tidak lepas layaknya kabakil yang melindungi benang agar tercipta motis kain tenun Sumba yang indah.

Saat ditemui Kompas.com sehari selepas fashion show-nya di Candi Borobudur, terselip satu fakta menarik yang nyaris mengganggu peragaan busana Edward Hutabarat -namun akhirnya berakhir manis.

Ia mengatakan, hujan yang mengguyur fashion show-nya sebenarnya adalah keinginan tersirat dirinya sendiri untuk membuat efek hujan buatan kepada penonton selepas acara.

Namun, apa daya. Hujan buatan yang diinginkan Edward Hutabarat tak terwujud dan justru diganti oleh semesta menjadi hujan yang sesungguhnya yang mengguyur Kabupaten Magelang dari pagi hingga malam hari.

"Maka dari awal kita sudah siapin payung. Katanya, 'bikinnya susah gini gitu' tapi hujan beneran," kata Edo sembari berkelakar.

"Tuhan kasih. Saya enggak mau kasih kamu yang palsu. Saya kasih kamu yang asli."

"Jadi, habis acara 'kan fashion show. Pertama-tama, tamu dateng, habis fashion show barulah hujan. Unsurnya biar ada airnya aja," cetusnya.

Menariknya, hujan yang sedari awal membasahi fashion show Edward Hutabarat berangsur berhenti jelang berakhirnya acara.

Seolah-olah berhentinya hujan menjadi tanda berakhirnya peragaan busana sang desainer yang melangkah maju ke depan runway setelah koleksinya Autumn/ Winter 2023 miliknya selesai dipresentasikan.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/12/02/075918820/hujan-sempurnakan-fashion-show-edward-hutabarat-di-candi-borobudur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke