Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Depresi pada Remaja, Kenali Gejala hingga Penyebabnya

KOMPAS.com - Depresi bisa diderita oleh siapa saja, termasuk remaja. Hanya saja, gejala depresi pada remaja bisa berbeda dengan gejala yang dialami orang dewasa.

Dilansir dari Healthline, hal ini bisa disebabkan karena remaja menghadapi tantangan sosial dan perkembangan yang berbeda, seperti tekanan dari lingkungan terdekat, perubahan hormon, dan tubuh yang berkembang.

Depresi pada remaja juga dapat diasosiasikan dengan beberapa hal, seperti tingginya kadar stres, kecemasan, dan bunuh diri.

Selain itu, depresi juga dapat berdampak pada aspek-aspek dalam kehidupan remaja berikut, yang dapat berujung pada isolasi sosial dan masalah lainnya.

  • Kehidupan pribadi (perasaan, pikiran, atau perilaku saat remaja sedang sendiri dan jauh dari orang lain)
  • Kehidupannya di sekolah
  • Kehidupan di tempat kerja
  • Kehidupan sosial
  • Kehidupan di lingkungan keluarga

Lalu, perlu diingat bahwa depresi merupakan kondisi medis yang memerlukan penanganan serius, bukan sekadar dihibur.

Gejala depresi pada remaja

Gejala depresi pada remaja terkadang bisa sulit dideteksi oleh orangtua.

Apalagi, terkadang gejala depresi pada remaja ini sering disalahartikan sebagai perasaan biasa yang dialami oleh anak remaja yang baru memasuki masa pubertas.

Adapun menurut American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP), gejala depresi pada remaja meliputi:

  • Tampak sedih, mudah tersinggung, atau menangis
  • Perubahan nafsu makan atau berat badan
  • Penurunan minat dalam aktivitas yang pernah dianggap menyenangkan
  • Sering mengeluh bosan
  • Penurunan energi
  • Kesulitan berkonsentrasi
  • Selalu merasa bersalah, tidak berharga, atau tidak berdaya
  • Menyalahgunakan alkohol atau narkoba
  • Kebiasaan tidur berubah drastis
  • Membicarakan atau berpikir untuk bunuh diri
  • Menarik diri dari pergaulan atau kegiatan ekstrakurikuler
  • Kinerja di sekolah pun memburuk

Namun perlu diperhatikan, beberapa gejala ini tidak selalu menjadi indikator depresi. Sebab, perubahan nafsu makan terkadang merupakan hal normal karena remaja ada dalam masa pertumbuhan, apalagi jika anak senang berolahraga.

Namun tetap saja, orangtua perlu memperhatikan perubahan perilaku pada anak remajanya untuk membantunya jika ia benar-benar depresi.

Menyakiti diri sendiri

Selain gejala di atas, terkadang perilaku menyakiti diri sendiri, seperti menyayat atau membakar kulit bisa jadi gejala depresi.

Perilaku ini memang jarang terjadi pada orang dewasa, meski sangat umum terjadi pada remaja.

Biasanya. Perilaku ini tidak bertujuan untuk benar-benar mengakhiri hidup, namun tetap perlu dianggap serius.

Untungnya, perilaku ini biasanya bersifat sementara dan umumnya berakhir saat remaja mulai mampu mengontrol impuls dan coping skill (kemampuan menghadapi masalah) yang lebih baik.

Penyebab depresi

Lalu soal penyebab depresi pada remaja, sebenarnya tidak ada satu pun jawaban yang benar. Ada banyak penyebab yang memicu depresi.

Berikut contohnya.

  • Perbedaan pada otak

Sebuah penelitian yang diterbitkan di PubMed Central menemukan bahwa otak remaja memiliki struktur yang berbeda dengan orang dewasa.

Selain itu, anak remaja yang mengalami depresi bisa memiliki hormon dan kadar neurotransmitter yang berbeda dengan orang dewasa.

Neurotransmitter ini merupakan zat kimia dalam otak yang berguna untuk mengatur mood dan perilaku,

Adapun neurotransmitter yang penting untuk memahami depresi adalah serotonin, dopamine, dan norepinephrine. Karena itulah, rendahnya ketiga neurotransmitter ini dapat memicu depresi pada remaja.

  • Momen traumatis

Kebanyakan anak memang tidak memiliki coping skill yang baik, sehingga peristiwa traumatis bisa membekas di pikirannya.

Peristiwa seperti kehilangan orangtua atau mengalami kekerasan fisik, emosional, dan seksual dapat memicu trauma yang berujung pada depresi.

  • Keturunan

Sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Cell menunjukkan bahwa depresi dapat diwariskan dari orangtua ke anak.

Anak yang memiliki kerabat atau orangtua penderita depresi, lebih mungkin menderita depresi pula.

  • Melihat pola pikir negatif

Remaja yang sering melihat orang dengan pola pikir negatif bisa menderita depresi.

Sebab, ia bisa kesulitan berpikir positif saat menghadapi tantangan.

Faktor yang meningkatkan risiko depresi

Ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko depresi, seperti berikut.

  • Masalah keluarga, seperti kematian atau perceraian
  • Orientasi seksual, seperti remaja yang merupakan LGBTQIA+ (lesbian, gay, biseksual, transgender, queer, interseks, aseksual, dan lainnya)
  • Mengalami kesulitan menyesuaikan diri secara sosial
  • Tidak memiliki dukungan sosial atau emosional
  • Hidup dalam keluarga yang penuh kekerasan
  • Diintimidasi
  • Mengalami penyakit kronis

Biasanya, remaja yang kesulitan menyesuaikan diri secara sosial atau akan memiliki risiko depresi yang sangat tinggi, begitu pula dengan mereka yang mengalami masalah pada orientasi seksualnya.

Untungnya, depresi pada remaja bisa disembuhkan jika telah terdeteksi.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/12/09/060330920/depresi-pada-remaja-kenali-gejala-hingga-penyebabnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke