Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

5 Fakta Penting Tes Kebohongan, Hasilnya Masih Bisa Dimanipulasi

Pengujian kejujuran seseorang ini memang kerap dipakai untuk mengungkap kasus kejahatan, di dunia nyata maupun kisah fiksi.

Beberapa pihak menganggapnya ampuh untuk mememastikan pernyataan seseorang, dengan metode tertentu.

Namun ada juga yang menilai tidak ada alat atau metode apa pun yang bisa mengetahui kebenaran ucapan seseorang, selain orang itu sendiri.

"Gagasan bahwa kita dapat mendeteksi kebenaran seseorang dengan memantau perubahan psikofisiologis lebih merupakan mitos daripada kenyataan," ujar psikolog Leonard Saxe, PhD,, dikutip dari American Psychological Association.

Apa itu uji poligraf alias tes kebohongan?

Tes poligraf adalah metode yang dilakukan dengan merekam sejumlah respons tubuh yang berbeda yang kemudian dapat digunakan untuk menentukan apakah seseorang berkata jujur.

Indikator yang diperhatikan biasanya tekanan darah, perubahan pernapasan seseorang, dan keringat di telapak tangan.

"Poligraf, seperti teknik pendeteksi kebohongan lainnya, mengukur efek tidak langsung dari kebohongan," kata Dr Sophie van der Zee, pakar psikologi forensik, dikutip dari BBC.

"Tidak ada manusia yang memiliki hidung Pinocchio," ujarnya, merujuk pada dongeng anak-anak tersebut.

Jadi, tes poligraf tidak bisa mengukur kebohongan secara langsung namun upaya untuk mengenali tanda-tanda bahwa seseorang sedang berusaha mengelabui.

Data tersebut lalu digunakan bersama dengan semua hal lain yang diketahui tentang orang tersebut untuk membentuk gambaran yang lebih jelas tentang kejujurannya.

Cara melakukannya

Tes kebohongan sudah dipraktikkan di banyak negara berbeda termasuk Jepang, Rusia, dan China dengan dasar teknologi yang sama.

Alat uji kebohongan dipasang, biasanya berupa alat pengukur tekanan darah, elektroda yang dipasang di jari atau telapak tangan, dan dua tabung yang dililitkan di dada dan perut.

"Mungkin ada sesuatu yang diletakkan di ujung jari yang merekam aliran darah dan kami juga menggunakan sesuatu yang disebut detektor gerakan yang ada di kursi dan mendeteksi jika Anda mencoba untuk mengelabui tes," jelas Prof Grubin.

Tes dengan peralatan tersebut biasanya dilakukan 10-15 menit namun secara keseluruhan akan memakan waktu dua jam.

Berbeda dari anggapan banyak orang, tes kebohongan tidak memberikan pertanyaan mengejutkan yang cenderung memicu tanggapan ekstrem.

Pewawancara kemudian akan mengajukan pertanyaan kontrol selama tes dan kemudian membandingkan tanggapannya dengan pertanyaan kunci.

Setelah itu diakhiri dengan wawancara post-test, di mana orang tersebut akan dapat menjelaskan tanggapan apa pun yang ditunjukkan sebelumnya.

Sejarah penggunannya

Alat uji kebohongan diciptakan tahun 1906 oleh pakar bedah jantung Sir James McKenzie.

Setelah itu, John Larson (seorang petugas polisi) dan William Moulton Marston (seorang psikolog) menambahkan fitur tes tekanan darah sistolik sehingga menjadikannya lebih modern.

Sekarang, alat tes poligraf itu dipakai untuk proses perekrutan pekerjaan, kepolisian, investigasi pribadi, layanan intelijen, badan keamanan hingga reality show.

Namun butuh seseorang yang amat lihai untuk mengelabui pengujian tersebut dengan pemahaman dan pelatihan mendalam.

"Tidak diragukan lagi bahwa Anda dapat mengalahkan tes poligraf, tetapi Anda benar-benar membutuhkan pelatihan untuk melakukannya," kata Prof Grubin.

Menurutnya, orang biasa tidak bisa memanipulasi hasilnya hanya berbekal panduan sederhana.

Membutuhkan latihan dengan penguji terlatih agar tanda-tanda kebohongan kita tak terdeteksi sama sekali, bahkan gerakan otot sekecil apa pun.

Akurasinya

Kredibilitas tes poligraf masih memicu kontroversi khususnya soal keakuratannya karena premis fundamentalnya dianggap cacat.

"Itu tidak mengukur penipuan, yang merupakan masalah inti," kata Prof Aldert Vrij, Profesor Psikologi asal Belanda.

 "Idenya adalah bahwa pembohong akan menunjukkan gairah yang meningkat saat menjawab pertanyaan kunci, sedangkan orang jujur tidak.

"Tapi tidak ada teori yang mendukung hal ini," tegasnya.

Sering kali, mengikuti tes kebohongan membuat seseorang stres sehingga memicu respon tubuh yang mencurigakan.

"Orang-orang yang diwawancarai dengan poligraf cenderung merasa stres. Jadi meskipun poligraf cukup bagus dalam mengidentifikasi kebohongan, poligraf tidak begitu bagus dalam mengidentifikasi kebenaran," katanya.

Di sisi lain, Prof Gubin mengatakan ada faktor pertanyaan yang buruk dan pewawancara yang salah membaca hasilnya.

"Jika pemeriksa terlatih dengan baik, jika tes dilakukan dengan benar, dan jika ada kontrol kualitas yang tepat, akurasinya diperkirakan antara 80-90 persen" katanya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/12/16/183103120/5-fakta-penting-tes-kebohongan-hasilnya-masih-bisa-dimanipulasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke