Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Pendiri SukkhaCitta, Berdayakan Perajin dan Pelestari Lingkungan

KOMPAS.com - Keberlanjutan lingkungan atau sustainability masih menjadi tantangan yang kerap dihadapi para pelaku di industri fesyen.

Industri ini dikatakan menyumbang emisi karbon dan limbah yang berpotensi mencemari serta merusak lingkungan.

Hal itu mencakup proses produksi, distribusi, produk yang dihasilkan, limbah berupa cairan, sisa pakaian hingga pewarnaan kimia.

Belum lagi soal perilaku konsumtif dari konsumen dan perkembangan tren fesyen yang mendorong hadirnya produk baru yang lebih masif.

Jumlah pakaian tidak terpakai juga menjadi lebih banyak, berakhir di tempat pembuangan begitu saja sehingga limbah tekstil menumpuk dan merusak ekosistem.

Menyadari dampak industri fesyen yang mengkhawatirkan, SukkhaCitta, brand lokal yang fokus di industri mode membangun lini bisnisnya untuk lebih berdaya dan melestarikan lingkungan dari hulu sampai hilir.

Mereka melakukan perbaikan ekonomi kepada para wanita, perajin dan petani di desa-desa yang ada di Indonesia dengan menghasilkan kain, batik, dan tenun berkualitas.

Brand lokal yang baru saja menghadirkan gerai pertamanya di Ashta, Jakarta Selatan ini terus berupaya untuk menjadi jembatan antara konsumen dan pengrajin serta petani di desa untuk bisa meningkatkan taraf kehidupannya.

"Kini lebih dari 1.500 kehidupan juga turut merasakan dampaknya," demikian kata Denica Riadini-Flesch, founder dan CEO SukkhaCitta, belum lama ini di Jakarta.

Sebagai salah satu pelopor perusahaan sosial yang menggunakan mode untuk menciptakan perubahan signifikan, SukkhaCitta secara konsisten berupaya menciptakan dampak positif kepada manusia dan bumi.

Salah satu upaya nyatanya adalah melalui perolehan sertifikasi B Corp dari organisasi nirlaba B Lab serta Ethically Handcrated dari organisasi nirlaba NEST pada tahun 2022 lalu.

Sertifikasi B Corp diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang memiliki standar tertinggi dan kekuatan untuk mendorong perubahan positif dalam bidang sosial dan lingkungan.

Misi tersebut dijangkau dengan menerapkan transparansi publik, akuntabilitas hukum, serta memiliki tanggung jawab dalam menyeimbangkan tujuan sosial dan laba.

Dalam peraihan sertifikasi B Corp, SukkhaCitta mencatat skor signifikan yaitu 95.3, dari skor pada umumnya senilai 50.9.

Selain itu, SukkhaCitta juga turut mendapatkan penghargaan B Corp Best for the World kategori komunitas dengan skor 5 persen teratas dari kategori komunitas.

Nilai-nilai SukkhaCitta dalam melestarikan alam dan tradisi melalui pilihan materi yang ramah lingkungan dan dibuat dengan tangan dengan memerhatikan standar yang layak bagi perajin serta lingkungan atau ethically handcrated.

Standar inilah yang membawa SukkhaCitta untuk mendapatkan sertifikasi Ethically Handcrated dari lembaga non-profit bernama Nest di akhir tahun 2022.

"Kami ingin menunjukkan, praktik pada industri fesyen yang berbeda itu sangat memungkinkan, perubahan yang menciptakan peluang bagi perempuan perajin dan petani di tempat mereka berada sambil merawat alam di saat yang bersamaan," tutur Denica.

Pencapaian itu sekaligus menjadikan SukkhaCitta sebagai brand fesyen pertama di Indonesia yang menerima predikat bagi perusahaan yang terbukti menjalankan usaha secara etis, baik pada pekerja, lingkungan hingga komunitas di sekitarnya.

Sejak didirikan pada tahun 2016, SukkhaCitta secara konsisten mengutamakan praktik kerja yang sehat bagi para perajin dan petani, untuk mendapatkan upah yang layak serta merawat bumi melalui regenerative farming.

Dimulai dari tiga Ibu-Ibu di desa, kini sudah ada 1.500 perajin dan petani dari Jawa, Bali, sampai Nusa Tenggara Timur yang terus diberikan edukasi mengenai bisnis, pengetahuan serta mengandalkan material alam.

Berpegang pula pada konsep farm-to-closet, SukkhaCitta memproduksi pakaian yang secara keseluruhan diproduksi sendiri dari awal hingga produk fashion jadi dan siap dijual.

Dia dan timnya memberdayakan para petani kapas dan perajin di desa mungkin yang selama ini kurang mendapatkan perhatian. 

"Di beberapa desa kami mengembangkan produksi kapas sendiri, yang kemudian dan diolah menjadi kain sampai menjadi busana," lanjut Denica.

SukkhaCitta menanam kapas sendiri dengan menggunakan metode tumpang sari, sebuah metode dengan kearifan lokal yang alami agar terhindar dari hama tanpa menggunakan pestisida.

"Jadi para petani dalam satu lahan tak cuma menanam kapas, tapi beberapa tanaman lainnya yang bermanfaat."

"Seperti cabai, jagung, kacang hijau, labu, kopi dan lain sebagainya," kata Denica.

Dengan metode ini, secara tidak langsung sejumlah tanaman lain tersebut dapat dimanfaatkan para petani sekaligus menjadi tanaman pengusir hama.

Kapas yang ditanam itupun kemudian menghasilkan kain, yang setelahnya dijadikan pakaian untuk dikenakan dan 100 persen dapat ditelusuri asalnya.

Material pembuatan kain yang semuanya berasal dari juga meminimalisasi jejak karbon, meminimalisasi distribusi melalui kendaraan.

Semua bahan yang digunakan itu natural dan biodegradable termasuk pada pewarnaan alami dari tanaman seperti sweet indigo, golden terminalia, mahogani, secang, hingga pelepah pisang.

“Saya keliling ke desa-desa mencari resep nenek moyang bagaimana dulu mewarnai pakaian pakai apa."

"Berangkat dari situ terus mencari tanamannya, ketika tanamannya sudah tidak ada maka kita tanam kembali."

"Kemudian di sini kita mulai memasukkan petani di dalam rantai pasok kita. Produk menggunakan pewarnaan alami,” jelas Denica.

Sejak didirikan enam tahun lalu, kini semua para petani dan perajin menerapkan proses pembuatan item fesyen yang meminimalisasi limbah.

SukkhaCitta juga menerapkan metode jahit upcycling untuk mengurangi limbah tekstil yang tidak terpakai.

Sisa dari kain besar yang sudah dirancang menjadi baju semuanya dikumpulkan.

Untuk sisa kain yang besar akan disortir lagi yang nantinya akan dijadikan busana yang baru.

Sedangkan pada sisa kain berukuran kecil, semuanya masih bisa dipakai untuk dijadikan aksen pakaian, ditumbuk dan dicacah lagi untuk dijadikan tag baju atau barang lain yang memiliki nilai lebih.

Konsep farm to closet pada pakaian yang diproduksi tak cuma dilihat dari proses pembuatan material hingga menjadi item fesyen tanpa sisa tekstil.

Tapi juga benar-benar dipikirkan bagaimana sebuah baju itu dapat kembali terurai ke tanah semisal agar tidak mencemari lingkungan.

Lantaran semua materialnya terbuat dari bahan alami, maka dapat dipastikan semua busana atau item yang diproduksi itu bisa dengan mudah terurai di tanah tidak seperti baju-baju lainnya.

"Kapas yang kami tanam sendiri ini pun seratnya beda. Lebih adem kalau dipakai dan nyaman untuk cuaca di Indonesia," papar Denica.

SukkhaCitta menawarkan koleksi busana ready to wear dari setiap batik, tenun hingga kain sustainable.

Denica dan tim desainernya sengaja menggali inspirasi dari motif dan busana bernuansa timeless yang tidak terlalu mengikuti tren fesyen yang tengah booming.

"Memang sudah menjadi prinsip kita, timeless. Sehingga pelanggan beli kain atau baju yang memang bisa dipakai berulang kali,"

"Kemudian keseluruhan desainnya terinspirasi dari herritage Indonesia. Misalnya kebaya, mau dipakai sampai 10 tahun ke depan dia akan tetap awet dan timeless," ungkapnya.

Beberapa potongan lain yang menjadi andalannya antara lain blues, kemeja, dress, outer, baju kurung, kaus, work shirt, skirt, kebaya modern, dan lain sebagainya.

Seolah tak ingin terpaku pada satu busana untuk gender tertentu, SukkhaCitta pun semakin banyak merancang busana gender neutral, yang artinya dapat digunakan baik pria atau wanita.

Siluet busananya pun dibuat oversized yang memungkinkan semua kalangan bisa mengenakan busana tersebut.

Ada pula pilihan warna alami yang menjadi daya tarik tersendiri dari berbagai koleksi yang disuguhkan.

Seperti biru dari tanaman sweet indigo, mahogani untuk pewarnaan merah, secang untuk warna coklat, golden terminalia untuk warna kuning sampai putih gading yang ditonjolkan dari warna kapas itu sendiri.

"Sejauh ini yang paling laris adalah dari Kapas Collection. Warnanya alami kapas, kami mengedukasi para pengrajin agar bisa mempertahankan warna alami dari kapas yang diproduksi," tambah Denica.

Berbagai busana sustainable ini pun dijual dengan harga mulai dari Rp 100.000 - Rp 6.000.000 tergantung bahan dan tingkat kesulitannya.

"Memang ada beberapa baju yang cukup lama diproduksi mulai dari bentuk kapas sampai dirancang menjadi satu busana yang membutuhkan 180 hari," ungkap Denica.

Menariknya lagi, setiap busana yang sudah dibeli pelanggan itu diberikan garansi lifetime.

Entah kancing bajunya rusak, bajunya sobek, atau pelanggan sudah bosan dengan warnanya, SukkhaCitta juga memberikan layanan untuk reparasi busana agar tampak seperti baru hingga mengubah warnanya dengan pewarnaan alami juga.

Garansi reparasi busana ini pun memungkinkan semua baju yang diproduksi itu bisa membuat pemakainya merasa lebih terkoneksi dengan busana itu sendiri.

Jadi, SukkhaCitta benar-benar menciptakan baju yang bisa dipakai bertahun-tahun. Bahkan bisa di past on atau diberikan ke generasi berikutnya.

"Itulah yang membuat kami berbeda, karena kami berusaha sebisa mungkin untuk memberikan dampak terhadap lingkungan," kata dia.

Sampai saat ini, pelanggan SukkhaCitta sudah tersebar 30 negar, karena melalui penjualan online di situs resminya, mereka menyediakan pengiriman ke seluruh dunia.

Kemudian dari hasil penjualan, 56 persennya akan dikembalikan langsung ke para perajin dan petani di desa-desa.

Sehingga, para perajin dan petani di sana dapat merasakan dampaknya langsung bagi kehidupan dan ekonomi mereka.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/01/23/060550820/kisah-pendiri-sukkhacitta-berdayakan-perajin-dan-pelestari-lingkungan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke