Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

5 Tanda Skinny Fat, Badan Kurus tapi Berisiko Penyakit Kronis

KOMPAS.com - Memiliki badan gemuk seringkali dikaitkan dengan risiko penyakit kronis seperti kardiovaskular, diabetes, dan lain sebagainya.

Tak heran jika banyak orang fokus menurunkan berat badan sebagai upaya pencegahan penyakit kronis, dan memiliki tubuh lebih sehat.

Tapi faktanya orang dengan badan kurus bukan berarti lebih sehat dan terbebas dari penyakit kronis.

Sebab ada kondisi kurus tapi tidak sehat yang biasanya disebut "skinny fat". Berikut tanda-tanda skinny fat yang perlu diwaspadai. 

Berat badan dan indeks massa tubuh (IMT) tidak memberikan gambaran lengkap mengenai seberapa sehat seseorang.

Maka dari itu, ada sebutan skinny fat yang merujuk pada kondisi tubuh yang kurus atau langsing, tapi tetap berisiko menderita penyakit kronis.

Biasanya orang dengan skinny fat ini memiliki presentase lemak dan peradangan yang tinggi di tubuh.

Mereka dapat berisiko tinggi terkena diabetes dan masalah kardiovaskular, dan orang lain tidak akan mengetahuinya hanya dari penampilan visual.

Untuk mengetahui risikonya, seseorang disarankan untuk rutin memeriksa tekanan darah, kolesterol dan kadar gula darah secara berkala.

Dokter biasanya juga akan mendiagnosis pasien dengan beberapa metode untuk mengetahui presentase lemak di tubuh serta menilai apakah lemaknya cukup aman untuk berat badan yang tidak gemuk.

Tapi di samping itu, ada ciri-ciri tubuh kurus tapi berisiko terkena penyakit kronis yang mudah dikenali. Melansir laman Health, berikut ulasan selengkapnya.

1. Pinggang tampak lebih besar

Distribusi lemak dapat berpengaruh pada peningkatan risiko penyakit tertentu.

Misalnya saja seseorang yang punya berat badan ekstra di sekitar perut, tapi bagian tubuh lainnya tampak langsing.

Kondisi ini jelas bisa berisiko karena tumpukkan lemak di perut berkaitan dengan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes.

Kemudian pada orang dengan ukuran pinggang yang lebih besar, atau biasa disebut bentuk tubuh "pir".

Sebuah studi di tahun 2015 menunjukkan bahwa orang yang tidak memenuhi kriteria obesitas, tapi memiliki kelebihan lemak di sekitar perut dan pinggang.

Risiko kematian dini akan lebih tinggi daripada orang dengan obesitas.

Dalam hal ini, para peneliti menggunakan ukuran yang disebut rasio pinggang-panggul, yang ternyata menjadi prediktor kematian akibat penyakit kardiovaskular yang lebih akurat.

Kata peneliti, lemak di bagian tengah lebih buruk daripada lemak di tempat lain.

Di area itulah kerusakan dimulai dalam hal resistensi insulin dan inflamasi atau peradangan.

2. Massa otot lebih rendah

Orang yang kurus tapi massa ototnya rendah kemungkinan berisiko tinggi menderita penyakit kronis seperti kardiovaskular.

Para ahli medis mengatakan bahwa, mereka yang tergolong memiliki massa otot rendah biasanya jarang beraktivitas fisik atau jarang berkeringat.

Melakukan aktivitas aerobik secara teratur, bersepeda, berlari, atau olahraga lain setiap hari penting untuk melatih kekuatan dan membangun massa otot.

Dengan massa otot yang dilatih itu, maka metabolisme tubuh dalam membakar lemak akan lebih optimal.

3. Punya riwayat penyakit turunan

Jika orangtua atau saudara kandung menderita diabetes, penyakit jantung, tekanan darah tinggi atau kolesterol tinggi.

Secara genetik, orang tersebut memiliki risiko penyakit tersebut meski tubuhnya tampak langsing.

Dalam hal ini, seseorang yang memiliki riwayat penyakit tertentu lebih baik konsultasikan kondisi kesehatannya agar risikonya bisa diminimalisir.

Penyedia layanan kesehatan mungkin dapat menyarankan agar menjalani pola makan sehat, aktivitas fisik secara teratur, tidak merokok untuk mengurangi risikonya.

4. Pola makan tidak sehat

Orang yang suka konsumsi makanan manis, makanan berlemak sampai junk food tapi badannya tetap kurus tampaknya perlu hati-hati.

Perlu diingat lagi badan kurus bukan jaminan kalau tubuh kita sehat dan terbebas dari penyakit kronis.

Pola makan yang tidak sehat berkontribusi besar dalam meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis, seperti diabetes, penyakit jantung, kanker dan lain sebagainya.

Akan lebih sehat jika tetap menjaga pola makan sehat untuk mengurangi risiko tersebut.

Misalnya dengan menghindari makanan olahan, perbanyak sayuran dan buat sampai menerapkan gizi seimbang setiap kali menyantap makanan.

5. Faktor usia dan genetika

Tingkat kesehatan seseorang hingga risiko penyakit kronis juga dikaitkan dengan faktor usia dan genetik (kelompok etnis tertentu).

Misalnya saja untuk faktor usia, studi American Journal of Medicine di tahun 2014 menemukan bahwa, seiring waktu banyak orang tua yang cenderung kehilangan massa otot dan meningkatkan presentase lemaknya.

Ketika kondisi ini tidak diubah dengan terus melatih massa otot, maka risiko penyakit kronis seiring waktu bisa bertambah.

Kemudian pada sebuah studi di tahun 2016 melaporkan bahwa genetik dari ras tertentu juga memainkan peran dalam meningkatkan risiko penyakit kronis.

Dalam studi itu, ditemukan bahwa penduduk Asia Selatan lebih cenderung menyimpan kelebihan lemak di sekitar organ internal mereka daripada kelompok ras atau etnis lain di Amerika Serikat.

Jenis lemak yang mengelilingi organ ini dikenal sebagai lemak visceral, yang telah lama dikaitkan dengan gangguan metabolisme dan penyakit kronis.

Meski genetika memainkan peran juga dalam memicu penyakit, tapi gaya hidup dan pola makan bisa mengubah semuanya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/02/10/121112520/5-tanda-skinny-fat-badan-kurus-tapi-berisiko-penyakit-kronis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke