Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Benarkah Perempuan Lebih Tahan Sakit Dibandingkan Laki-laki?

Dalam video yang dibagikan di Youtube itu, kelimanya saling adu pendapat dengan topik "Susahnya Jadi Perempuan".

Benarkah demikian?

Perempuan dianggap lebih tahan sakit

Pengalaman seseorang akan rasa sakit sangat subjektif dan sulit untuk diukur.

Saat memeriksakan diri ke dokter, kita biasanya diminta untuk menjelaskannya dalam skala 0-10.

Namun jawaban untuk pertanyaan in sebenarnya dipengaruhi oleh banyak variabel termasuk jenis kelamin kita.

Ada dua hal utama yang terkait dengan rasa sakit yakni ambang rasa sakit dan toleransi rasa sakit.

Ambang rasa sakit mengacu pada titik di mana seseorang pertama kali mulai merasakan sakit setelah terkena rangsangan, seperti tusukan jarum.

Sementara itu, toleransi rasa sakit mengacu pada jumlah rasa sakit yang dapat diterima seseorang tanpa pingsan karena kesakitan.

Secara umum, perempuan dianggap lebih tahan sakit dibandingkan laki-laki, berkat riwayat panjang melahirkan.

Namun, pada tahun 2012, tim peneliti dari Universitas Stanford di AS melakukan peninjauan lebih dari 11.000 catatan medis dan menemukan bahwa perempuan sebenarnya cenderung merasakan nyeri yang lebih intens, terutama saat terjadi peradangan akut.

Dalam skala peringkat nyeri 0-10 itu, rata-rata peringkat nyeri perempuan hampir satu poin lebih tinggi daripada laki-laki.

Harus diingat, analisis tersebut hanya berdasarkan laporan di rumah sakit dan terbatasnya infromasi untuk menentukan penyebab perbedaan jenis kelamin tersebut.

Pada tahun 2009, tim peneliti dari University of Florida melakukan tinjauan literatur besar-besaran tentang studi penelitian terkait rasa sakit.

Hasilnya, mereka menemukan bahwa perempuan menunjukkan kepekaan yang lebih besar terhadap sebagian besar bentuk rasa sakit.

Perempuan juga mengalami lebih banyak rasa sakit secara umum, mereka lebih sering berkonsultasi ke dokter soal keluhan tersebut dibandingkan laki-laki, minum lebih banyak obat penghilang rasa sakit, dan menderita penyakit yang lebih menyakitkan, seperti nyeri punggung bawah dan migrain.

Akan tetapi, laki-laki menunjukkan ambang rasa sakit yang lebih tinggi dalam pengaturan eksperimental yakni ketika disakiti secara sengaja dan diminta menjelaskan perasaannya soal itu.

Penelitian ini membuktikan jika secara keseluruhan, laki-laki sebenarnya lebih toleran terhadap rasa sakit dibandingkan perempuan setidaknya di laboratorium.

Salah satu alasan ilmiahnya adalah tubuh laki-laki biasanya melepaskan lebih banyak biokimia pereda rasa sakit, seperti beta-endorfin, dibandingkan perempuan.

Pasalnya, pengalaman kita akan rasa sakit sangat subjektif misalnya dipengaruhi jenis penyakit, suasana hati seseorang, dan stres yang dirasakan.

Untuk perempuan,fluktuasi hormonal sepanjang siklus menstruasi juga memengaruhi sensitivitas nyeri, meskipun dengan cara yang berbeda-beda secara individual.

Peran gender sosial juga berperan dalam cara orang melaporkan rasa sakit mereka.

Laki-laki kerap dituntut untuk lebih kuat sehingga mereka cenderung lebih sedikit mengeluh dan mencoba menahan lebih banyak rasa sakit tanpa menunjukkannya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/03/03/144326020/benarkah-perempuan-lebih-tahan-sakit-dibandingkan-laki-laki

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke