Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

3 Pemicu Anak Dewasa Perlakukan Orangtua-nya seperti "Sampah"

"Ketika saya melatih para orangtua yang sedang berjuang dengan anak-anak yang sudah kian dewasa dan reaktif dan menjadi menyakitkan, sebuah pertanyaan sering muncul: Mengapa mereka memperlakukan orangtua-nya seperti sampah?"

Demikian kata Jeffrey Bernstein, Ph.D., yang adalah pelatih dan psikolog orangtua, dengan pengalaman lebih dari 30 tahun dalam memberikan konseling dan pembinaan anak, remaja, pasangan, dan keluarga.

Menurut Bernstein, ada sejumlah alasan yang menyebabkan sikap negatif dan hubungan yang tegang antara anak-anak yang sudah dewasa.

"Sebelum kita melihat tiga di antaranya, mari kita ingat bahwa tidak ada orangtua yang sempurna."

"Mungkin yang paling membuat frustasi banyak orangtua adalah bahwa di balik intensitas cara mereka berkomunikasi-mungkin membuat komentar yang mengganggu dan tak menunjukkan keterampilan mendengarkan," kata Bernstein.

Berita yang menggembirakan adalah bahwa berapa pun usia anak kita yang sudah dewasa, memiliki pola pikir yang "bersedia berkembang" menjadi cara terbaik untuk membangun hubungan.

Sekarang mari kita lihat tiga alasan utama mengapa anak yang sudah dewasa memperlakukan orangtua dengan buruk.

1. Ketegangan emosional yang belum rampung

Ketegangan emosi antara orangtua dan anak yang sudah dewasa dapat terjadi karena berbagai alasan.

Misalnya karena perbedaan nilai, konflik atas kejadian di masa lalu, atau kesulitan untuk melepaskan peran dan dinamika lama.

Emosi yang tegang ini dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan masalah hubungan bagi kedua belah pihak.

Beberapa masalah yang lebih kuat lagi dapat menyebabkan emosi yang tegang antara orangtua dan anak-anak yang sudah dewasa.

Ketika anak-anak tumbuh dewasa dan mengembangkan identitas mereka sendiri, mereka mungkin mengembangkan nilai-nilai atau keyakinan yang bertentangan dengan orangtua mereka. Kondisi inilah yang lantas mengarah pada perselisihan dan ketegangan.

Konflik atau trauma lama yang tidak pernah terselesaikan dengan baik dapat muncul kembali di kemudian hari dan menyebabkan ketegangan antara orangtua dan anak.

Sumber besar lain dari ketegangan emosional yang belum terselesaikan antara orangtua dan anak adalah pola komunikasi yang buruk.

Pola komunikasi yang tak baik dapat menyebabkan kesalahpahaman dan pertengkaran yang menyakitkan.

Apa yang dapat dilakukan sebagai orangtua?

Demi mengatasi emosi yang tegang dengan anakyang sudah dewasa, utamakan komunikasi yang positif, empati, dan pengertian.

Berusahalah untuk berkomunikasi secara terbuka dan jujur, dengarkan secara aktif kekhawatiran anak, dan berusahalah untuk memahami perspektif mereka.

"Seperti yang saya jelaskan dalam buku saya, 10 Days to a Less Defiant Child, anak-anak yang sudah dewasa membutuhkan orangtua mereka untuk bersikap tenang, tegas, dan tidak mengontrol," ungkap Bernstein.

Menurut dia, orangtua yang mencoba bersikap tenang, tegas, dan tidak mengontrol akan membantu mengurangi reaktivitas emosional orangtua dan anak dewasa.

Contoh ucapan orangtua yang tenang, tegas, dan tidak mengontrol adalah, "Saya menghargai pendapatmu, namun saya tidak setuju. Kita berdua tampaknya merasa sangat kuat tentang bagaimana kita melihat hal ini secara berbeda."

"Apakah kamu setuju bahwa kita melakukan percakapan yang tenang dan konstruktif akan lebih membantu kita merasa lebih baik daripada terus berdebat?"

2. Tidak mengakui perubahan peran dan tanggung jawab

Ketika anak-anak beranjak dewasa, orangtua mungkin akan mengalami kesulitan dalam transisi dari peran sebagai anak menjadi orang dewasa yang mandiri.

Ini berarti beberapa orangtua mengalami kesulitan untuk melepaskan peran sebagai orangtua.

Ada beberapa alasan mengapa orangtua mungkin kesulitan untuk melihat anak-anak mereka yang sudah dewasa. Salah satunya adalah nostalgia.

Orangtua mungkin mengalami kesulitan untuk melepaskan kenangan tentang anak-anak mereka sebagai individu yang masih kecil dan bergantung, dan berjuang untuk melihat mereka sebagai orang dewasa yang mandiri.

Hal lainnya adalah orangtua mungkin memiliki kecenderungan alami untuk melindungi dan merawat anak-anak mereka.

Bahkan, dorongan untuk melindungi tetap muncul, ketika anak menjadi dewasa, dan mungkin mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan dinamika baru di mana anak seharusnya sudah lebih mandiri.

"Beberapa klien saya adalah orangtua yang secara keliru merasa bahwa mereka perlu memegang kendali atas kehidupan anak-anak mereka yang sudah dewasa."

"Atau, mereka mungkin kesulitan untuk melepaskan kendali tersebut."

"Masalah lain yang sering saya lihat adalah orangtua memiliki ekspektasi tertentu terhadap kehidupan anak-anak mereka dan berjuang untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang menyimpang dari ekspektasi tersebut."

"Selain itu, orangtua mungkin tidak memiliki cukup eksposur terhadap kehidupan anak-anak mereka yang sudah dewasa, dan mungkin tidak sepenuhnya memahami tingkat tanggung jawab dan kemandirian yang telah mereka capai," papar Bernstein.

Apa yang dapat  dilakukan sebagai orangtua?

Orangtua dan anak yang sudah dewasa perlu berkomunikasi secara terbuka dan jujur satu sama lain untuk membangun rasa saling pengertian dan rasa hormat.

Ingatkan diri sendiri bahwa anak tersebut sekarang sudah dewasa, meskipun orangtua tidak setuju dengan beberapa pilihan anak.

"Doronglah anak yang sudah dewasa untuk menunjukkan kemandirian dan tanggung jawab dalam tindakan mereka," kata Bernstein.

"Berkomunikasi-dengan mendengarkan terlebih dahulu-tentang tujuan dan aspirasi anak, dan latihlah anak untuk menetapkan batas-batas yang saling menghormati dengan orangtua jika diperlukan," sambung dia.

3. Mengekspresikan kritik dan ketidaksetujuan

Orangtua yang sangat kritis atau meremehkan perasaan atau pencapaian anak dapat menyebabkan kerusakan emosional.

Hal ini dapat membuat anak merasa tidak penting atau merasa tidak akan pernah bisa memenuhi standar orangtuanya.

Terus memperlakukan anak dengan meremehkan dapat membuat mereka merasa tidak berdaya dan tidak mampu.

Hal ini dapat menyebabkan perasaan tidak mampu dan kurang percaya diri.

"Jika orangtua secara emosional jauh atau lalai, hal ini dapat menyebabkan anak merasa tidak dihargai atau tidak diinginkan," kata dia.

Ketika anak-anak dewasa merasakan kritik, mereka dapat mengembangkan perasaan ditinggalkan atau ditolak.

Menggunakan rasa bersalah, rasa malu, atau taktik manipulatif lainnya untuk mengendalikan perilaku anak dewasa dapat menyebabkan kerusakan emosional yang signifikan.

Hal ini dapat membuat anak merasa bahwa mereka tidak memiliki kendali atas hidup mereka sendiri dan menimbulkan perasaan benci dan marah.

Terakhir, orangtua yang tidak menghormati batasan dan kemandirian anak yang sudah dewasa dapat berisiko membuat anak mengasingkan diri.

Ini terjadi karena anak mungkin merasa tidak bisa lepas dari pengaruh atau kendali orangtua.

Apa yang dapat dilakukan sebagai orangtua?

Tempatkan diri pada posisi anak-anak tersebut, dan cobalah untuk memahami perspektif mereka.

Langkah ini dapat membantu kita untuk lebih berempati dan tidak terlalu kritis.

Alih-alih menunjukkan kesalahan yang dilakukan anak-anak, fokuslah pada apa yang mereka lakukan dengan benar.

"Penguatan positif dapat menjadi motivator yang kuat," sebut Bernstein.

"Ketahuilah bahwa anak yang sudah dewasa adalah individu yang mandiri dan mampu membuat keputusan sendiri."

"Beri mereka ruang untuk membuat kesalahan mereka sendiri dan belajar dari kesalahan tersebut," cetus Bernstein.

Kesimpulan

Penting untuk dicatat bahwa perilaku-perilaku ini dapat terjadi pada semua jenis keluarga dan bahkan bisa jadi tidak disengaja oleh orangtua.

Namun, dampaknya pada anak yang sudah dewasa bisa sangat signifikan. Jadi, orangtua wajib waspada atas perilaku dan bagaimana hal itu dapat memengaruhi kesejahteraan emosional.

Jika orangtua terus merasa sulit untuk berhubungan dengan anak, carilah bantuan terapis atau konselor.

Konselor dapat membantu mengatasi masalah mendasar apa pun yang mungkin berkontribusi pada perjuangan dan konflik yang terjadi.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/03/08/102347420/3-pemicu-anak-dewasa-perlakukan-orangtua-nya-seperti-sampah

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke